Apa itu rindu?
Entah kenapa setiap kali mendengar kata ini, perasaan jadi terbawa sendu. Padahal, sekian lama jadi anak rantau, sudah terbiasa mengelola rasa rindu dan nggak terbawa perasaan jadi kelabu.
Aku masih ingat masa itu, bertahun-tahun yang lalu. Kali pertama tinggal jauh dari orang tua dan keluarga. Lulus SMA dan harus berpisah ribuan kilometer jauhnya dari rumah. Tinggal sendiri jadi anak kos di kota Bandung.
Berkenalan dengan rindu
Kalau mau meminjam kata puitis, rasanya seperti baru kemarin. Padahal, tentu saja bukan kemarin. Ini cerita yang sudah lama berlalu. Pertama kali kutahu artinya rindu.
Eits, walau ada orang bernama rindu, tulisan ini bukan tentang orang tapi tentang perasaan yang disebut rindu. Kalau itu nama orang, ditulisnya Rindu bukan rindu.
Aduh mari kembali ke topik yang sesungguhnya. Beginilah kalau sedang mengalihkan perasaan sendu, supaya tidak harus berlama-lama membahas rindu. Jadi belok dulu ke sana kemari sebelum kembali ke topik rindu.
Tak perlulah ya disebutkan angka pastinya. Kami tinggal di Chiang Mai saja sudah lebih lama daripada di Bandung. Jadi, aku mengenal rindu sudah entah berapa dekade yang lalu.
Masih ku ingat, di tahun pertama perkuliahan, setiap hari Sabtu aku akan melihat teman-temanku yang sangat bersemangat untuk pulang ke Jakarta atau kota-kota sekitar Bandung. Semua terlihat lebih ceria dan penuh dengan rencana.
Pelajaran hari Sabtu yang isinya berakhir dengan olahraga, kadang-kadang tidak ada kelas. Teman-temanku sudah bersiap dengan tas lebih besar dari biasanya.
Kadang aku bertanya-tanya, kenapa harus bawa tas besar, bukannya masih punya baju di rumah? Terus salah satu temanku berkata kalau dia pulang membawa pakaian kotor untuk dicuci di rumah orangtuanya. Aku semakin terheran-heran mendengarnya.
Aku pernah bertanya kenapa sih mereka harus pulang setiap akhir pekan ke kotanya. Masalahnya adalah, ketika mereka pergi, aku tak punya teman di akhir pekan. Belum ada internet ataupun telepon genggam masa itu untuk bisa sekedar ngobrol kalau tak ada teman.
Salah seorangku berkata, kalau dia pulang karena rindu dengan orang tua dan keluarganya. Dalam hati aku ingin protes, karena akupun rindu, tapi aku ga pulang setiap akhir minggu.
Rumah orang tua memang nun jauh di Sumatera. Tidak memungkinkan buatku untuk pulang setiap akhir pekan seperti halnya teman-temanku. Bukannya aku tak punya rindu, tapi ya terus kalau rindu mau apa?
Biaya telepon SLJJ dan interlokal saja tidak bisa tersedia setiap minggu. Biasanya ya aku hanya menunggu orang tuaku menelponku ke rumah ibu kos. Itupun ngobrolnya tidak bisa berlama-lama, karena biasanya di situ ada keluarga ibu kos yang sedang menonton tv.
Jadi apa itu rindu?
Ketika ada rasa ingin bertemu, tapi ada jarak dan beribu alasan yang tak memungkinkan. Apakah penawar rindu itu hanya dengan bertemu? Sepertinya begitu ya.
Kalau tak bisa bertemu, terus gimana dong? Ya begitu aja, disimpan, ditahan, dikelola rasa rindunya supaya nggak makin sendu atau hati jadi kelabu.
Setelah bertahun-tahun tinggal jauh dari orang tua, apakah rasa rindu itu jadi hilang? Jadi biasa gitu nggak bertemu?
Tidak ada jawaban yang benar untuk pertanyaan itu. Tapi, kalau buatku ya harus realitis saja. Emangnya kalau rindu harus selalu langsung bertemu?
Untung sekarang ini ada banyak kemudahan yang bisa didapatkan dengan adanya kemajuan teknologi. Aku bisa ngobrol dengan mamaku melalui panggilan vidio.
Mungkin dengan begitu, aku tidak bisa merasakan masakan mama seperti yang bisa langsung dinikmati saat mudik. Tapi sebenarnya ada yang namanya resep bisa ditiru kalau memang sudah sangat rindu.
Selalu ada jalan untuk mengatasi rasa rindu. Bertahun-tahun jauh dari orang tua, tidak membuatku melupakan apa rasa rindu. Tetap ada sih, tapi sudah lebih bisa mengelola rasa rindu supaya tidak malah jadi larut dalam perasaan kelabu.
Yang dirindukan saat ini
Aku rasa bagian ini tak perlu kusebutkan semua sudah tahu jawabannya. Sepertinya hampir semua kita rindu akan hal yang sama. Rindu dengan kebebasan untuk bisa keluar rumah dengan tenang. Merindukan bisa traveling atau sekedar piknik ke kota sebelah.
Aku juga merindukan berkumpul bersama teman selain keluarga besar. Berbicara langsung bukan melalui media internet ataupun ponsel.
Mungkin ada juga yang rindu untuk bisa jalan-jalan ke berbagai tempat, tanpa harus pemeriksaan ini dan itu. Merindukan hidup normal seperti masa sebelum pandemi melanda.
Kapankah pandemi akan berlalu? Supaya kita bisa melepaskan kerinduan dengan hal-hal yang tak bisa didapatkan saat ini? Entahlah, akupun tak tahu.
Hanya bisa berdoa dan berharap, semoga pandemi segera berlalu. Supaya semua kita bisa bertemu dengan hal-hal yang dirindukan.