Dunia Nyata dan Dunia Maya

Beberapa hari yang lalu saya dikejutkan dengan berita seorang ibu rumahtangga di penjara karena mengeluh melalui e-mail yang kemudian ternyata di kirimkan ke suara pemabaca oleh orang ke -N yang menerima e-mail tersebut. Hari ini saya membaca berita yang serupa tapi tak sama, orang yang dituntut karena mengirimkan komplain ke sebuah media massa. Saya jadi bertanya-tanya, masih bolehkah kita mengeluarkan komplain?

Lanjutkan membaca “Dunia Nyata dan Dunia Maya”

Siapa yang Aneh?

Saya tertawa membaca Digg yang ini. Bukan hanya karena komiknya tapi juga komentar-komentar orang-orang "aneh".

24w7ed0

foto diambil dari : http://i39.tinypic.com/24w7ed0.jpg

Saya menertawakan diri saya sendiri. Saya menertawakan orang-orang seperti saya yang suka nyampah di Internet dan menghabiskan waktu begitu banyak di depan komputer yang terhubung dengan Internet. Apakah hidup saya begitu menyedihkan sehingga saya lebih suka berinteraksi dengan orang-orang di belakang layar komputer daripada pergi keluar rumah untuk merasakan kemacetan lalu lintas (eh di Chiang Mai ga macet sih), atau udara yang berpolusi yang kabarnya cukup berbahaya belakangan ini?

Lanjutkan membaca “Siapa yang Aneh?”

Mari beralih ke compiler baru

Saya gemes, sampai tahun ini (2008) saya melihat masih ada dosen yang menyarankan mahasiswanya memakai Visual Basic 6, Turbo C++ 3.0, Turbo Pascal 7, atau software sejenis yang sudah sangat ketinggalan jaman. Saran ini bisa dalam bentuk praktikum di kelas, atau untuk tugas akhir.

VB 6 versi terakhir adalah tahun 1998, dan sudah tidak disupport lagi (untuk siapapun juga) oleh microsoft pada tahun 2008. Turbo C++ 3.0 dirilis tahun 1991 (17 tahun yang lalu), dan Turbo Pascal 7 dirilis tahun 1992 (16 tahun yang lalu).

Mungkin sebagian akan bertanya, mengapa harus pakai software yang baru? yang lama kan masih bisa dipakai?. Ada banyak alasan mengapa sebaiknya pindah ke compiler yang baru.

Alasan pertama adalah: pembajakan. Software-software tersebut memang sudah tua, dan tidak dijual lagi, tapi bukan berarti boleh disebarkan secara bebas. Perusahaan-perusahaan pembuat software itu masih memiliki hak cipta atas software-software tersebut. Dulu mungkin belum banyak alternatif pengganti compiler, tapi sekarang sudah ada banyak. Jika bisa memakai yang legal, kenapa harus membajak?. Turbo C++ bisa digantikan dengan GCC, atau jika perlu IDE, bisa memakai Micosoft Visual C++ versi gratis. Turbo Pascal bisa digantikan dengan FreePascal, atau jika perlu IDE bisa memakai Turbo Delphi Explorer (Turbo Delphi versi gratis) Lazarus. Visual Basic bisa digantikan dengan Gambas, atau Visual Basic .NET (versi gratis).

Lanjutkan membaca “Mari beralih ke compiler baru”

Why I Like cat

Bukan, posting ini bukan soal kucing, tapi soal perintah cat di UNIX (Linux/Mac/BSD). Perintah ini gunanya untuk menggabungkan (concatenate) file-file input ke standard output (bahasa sederhananya: ditampilkan ke layar). Jika hanya satu file yang diberikan sebagai input, maka file itu akan ditampilkan.

Di UNIX, kita bisa mengkomposisi banyak perintah dengan menggunakan pipe. Output perintah satu bisa dijadikan input perintah yang lain. Nah banyak orang suka menggunakan cat untuk memberikan file ke program lain, misalnya seperti ini:

cat file.txt| grep secara | wc -l

(hitung berapa jumlah baris yang mengandung kata secara)

Penggunaan perintah cat tersebut sebenarnya tidak perlu, karena seharusnya cukup

grep secara file.txt | wc -l

atau bisa juga menggunakan redirection

grep secara < file.txt | wc -l

Sebagian orang memandang penggunaan cat dalam kasus ini sangat tidak diperlukan, dan dianggap membuang resource (karena proses cat harus dieksekusi plus pipe harus dibuat). Orang-orang ini (sejak 1995) kadang-kadang memberikan “penghargaan” Useless Use of cat.

Saya termasuk orang yang suka menggunakan cat di 99% situasi. Dalam posting ini saya akan memberikan alasannya kenapa.

Lanjutkan membaca “Why I Like cat”

Komentar di Blog

Dulu masa awal-awal saya ngeblog, saya sering diprotes oleh teman-teman saya yang mampir membaca blog saya. Mereka bilang: "Ah Ris, baca blog lu cape, panjang-panjang banget tulisannya, udah gitu tulisannya juga serius banget". Padahal seingat saya, masa itu saya menulis apa yang saya amati dan apa pendapat saya dalam kehidupan sehari-hari. Bedanya dengan sekarang, dulu kalimatnya sangat tidak terstruktur, dan dulu lebih banyak bersifat "emosional". Sekarang ini, saya lebih memilih apa yang pantas ditulis diblog dan apa yang sebaiknya disimpan sendiri saja. Saya juga belajar untuk mengungkapkan emosi dengan pilihan kata yang to the point, tidak bermakna ganda dan diharapkan bisa dimengerti dengan baik.

Sejak blog sudah menjadi trend (yang terbukti tidak hanya sesaat), hampir setiap orang memiliki blog. Lalu mulailah terjadi berbagai hal perdebatan melalui media blog. Entah apa tujuan orang yang menuliskan hal-hal yang katanya tidak bersifat menyerang, tapi isi postingan tersebut secara eksplisit menyerang. Lalu akan terjadi perang komentar, di mana kadang-kadang pemilik blog tidak fair dengan menghapus komentar yang tidak dia inginkan. Lalu biasanya akan banyak emosi yang terkuras di sana sementara si penulis blog akan tertawa-tawa senang karena tiba-tiba blognya menjadi populer.

Saya heran, ada begitu banyak orang yang senang menuliskan komentar panjang lebar yang kadang-kadang lebih panjang dari postingan aslinya. Lalu seringkali pembahasan tidak fokus dan belok ke mana-mana. Saya heran, ada begitu banyak orang yang peduli dan terpancing emosi gara-gara tulisan di blog.

Buat saya pribadi, tulisan di blog itu buah pikiran pemilik blog (dengan catatan orang tersebut tidak mencuri postingan). Kalau saya tidak setuju dengan postingan orang lain itu hal yang biasa. Tapi daripada saya harus menuliskan panjang lebar komentar tentang ketidaksetujuan saya terhadap isi posting tersebut – yang mana ada kemungkinan dihapus – lebih baik saya menuliskan pendapat saya di blog saya.

Mungkin akan ada yang bilang: "Kalau begitu namanya bukan berdiskusi/berargumen dong". Maka jawaban saya adalah: kita bisa kasih trackback  blog kita di komentar posting blog yang ingin dikomentari. Tapi pada dasarnya saya lebih sering ga merasa perlu komentar sih. Lagipula saya sudah kapok berargumen dengan orang "idiot" dan tidak merasa perlu berdiskusi.

Di dunia ini tiap orang punya pendapat masing-masing. Kalau pendapat orang lain itu terkait langsung dengan kepentingan kita (mempengaruhi hidup kita), mungkin perlu memperjuangkan pendapat kita untuk didengar. Tapi kalau tidak ada pengaruhnya, lebih baik tidak usah dipedulikan. Pengalaman berbalas-balas komentar cuma menguras emosi dan ga ada gunanya, malah cenderung membuat mood jadi jelek yang mana tidak baik untuk produktivitas pekerjaan.

Saya ingin mengakhiri postingan saya dengan kalimat bijak dari internet yang saya setujui:

Never argue with an idiot. They bring you down to their level and beat you with experience.

Menerima Kritik

Jika Anda punya kesempatan terakhir untuk memberi kuliah sebelum Anda mati, apakah yang akan Anda katakan? Almarhum Randy Pausch memberikan “kuliah terakhir” di CMU yang berjudul Really Achieving Your Childhood Dreams. Waktu itu dia sudah divonis akan berumur setahun lagi karena kanker (ini bukan benar-benar “kuliah terakhir” karena setelah itu dia masih memberikan beberapa kuliah lagi).

Ada banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari kuliahnya, tapi saat ini saya cuma ingin membahas satu bagian yang menarik mengenai kritik. Kalau Anda berbuat salah, dan masih ada yang mau mengkritik Anda, itu berarti dua hal: masih ada yang peduli pada Anda, dan orang masih berharap Anda bisa dikritik.

And the other Jim Graham story I have is there was one practice where he just rode me all practice. You’re doing this wrong, you’re doing this wrong, go back and do it again, you owe me, you’re doing push-ups after practice. And when it was all over, one of the other assistant coaches came over and said, yeah, Coach Graham rode you pretty hard, didn’t he? I said, yeah. He said, that’s a good thing. He said, when you’re screwing up and nobody’s saying anything to you anymore, that means they gave up.

And that’s a lesson that stuck with me my whole life. Is that when you see yourself doing something badly and nobody’s bothering to tell you anymore, that’s a very bad place to be. Your critics are your ones telling you they still love you and care.

Randy Pausch Last Lecture: Really Achieving Your Childhoold Dreams

Kadang-kadang kasihan kalo melihat kesalahan anak yang tidak dikritik oleh orang tuanya, atau kesalahan suami/istri/pacar yang tidak dikritik oleh pasangannya karena mereka terlalu “sayang” dan takut menyakiti hatinya. Di luar orang tua atau pasangan, mereka akan sulit dikritik, dan menganggap kritik itu sesuatu yang menyakitkan, padahal itu sesuatu yang sangat membangun.

Jadi ayo, jangan takut dikritik dan mengkritik, terutama kalo ada kesalahan besar yang terjadi.

Lanjutkan membaca “Menerima Kritik”

Lain di Tulis Lain di Hati

Tadinya mau minjem judul lagu Rano Karno yang ini, tapi ga jadi soalnya yang dibahas bukan apa yang keluar dari mulut tapi apa yang ditulis dari jari. Masih agak nyambung dengan tulisan sebelumnya. Pertanyaan saya adalah, kalau orang yang lain di bibir lain di hati ini masuk kategori bohong, kalau lain di tulis lain di hati termasuk kategori apa yah?

Hari ini, saya menerima banyak feed baru di Google Reader saya. Sebagian besar feed dari blog friendster yang baru diupgrade. Tulisan yang masuk sebenarnya tulisan-tulisan yang sudah lama. Tapi membaca kembali tulisan teman-teman saya, membuat saya ingat dengan beberapa hal yang terjadi yang terkait dengan tulisan mereka. Saya jadi teringat dengan percakapan saya dengan Joe. Joe pernah bilang, ada baiknya kita menuliskan apa yang benar-benar kita rasakan dalam tulisan kita (terutama saat-saat menyenangkan). Sebagai pasangan, mungkin akan ada masa-masa yang tidak terlalu menggembirakan, dan ketika kita membaca tulisan dari pasangan kita, bisa membuat hati lebih gembira. Setidaknya apa yang dituliskan saat itu adalah apa yang dirasakan dengan jujur.

Membaca postingan lama, bisa membuat teringat dengan peristiwa yang terjadi di masa tulisan itu dituliskan. Yang saya tidak mengerti, bagaimana kalau yang dituliskan itu berbeda dengan apa yang sebenernya dirasakan di hati saat menuliskan? Perasaan apa yang akan diingat ketika membaca tulisan yang berbeda dengan yang ada di hati?