Hari ini 23 Juli 2020 diperingati sebagai Hari Anak Nasional di Indonesia. Biasanya kami di Thailand ikutan merayakan Hari Anak Thailand yang dirayakan setiap akhir pekan ke-3 bulan Januari. Jadi, berbeda dengan di Indonesia yang merayakannya pada tanggal yang sama, setiap tahunnya, di Thailand perayaan hari anak itu setiap akhir pekan, supaya semua orang pasti libur. Orang tua tidak ada alasan tidak bisa membawa anaknya bersenang-senang, dan anak-anak juga libur dari kegiatan sekolah.
Tulisan saya hari ini bukan mau membahas perayaan hari Anaknya, tapi saya jadi ingat kalau ada tantangan menulis di grup KLIP yang belum saya kerjakan. Temanya adalah: Makna Anak Bagiku.
Sekilas, topik ini sepertinya mudah, masa sih seorang ibu tidak bisa menuliskan apa makna anak buat dirinya? Apalagi kalau udah jadi ibunya bukan baru setahun dua tahun. Tapi ternyata, awalnya saya merasa kehilangan kata-kata untuk menuliskan apa sih makna anak buat saya?
Teringat dengan obrolan di grup drakor beberapa waktu lalu, tentang seorang gadis single yang ingin memiliki anak dan mencari pria untuk menjadi donor. Gadis itu seorang wanita karir, dan nantinya kalau sudah punya anak, ya dia tetap akan bekerja dan anaknya di asuh oleh ibunya atau dititip di tempat penitipan anak.
Waktu itu, saya ingat kalau saya merasa kesal dengan ide cerita di mana seseorang ingin memiliki anak itu harus anak kandung. Alih-alih mencari pasangan dia hanya mencari cara bagaimana supaya punya anak. Emangnya anak itu kayak properti? Emangnya anak itu cuma piagam penghargaan tanda anda lulus jadi ibu?
Saya tau kalau namanya juga drama pasti ada alasan-alasan lain kenapa bisa begitu, dan jalan ceritanya juga bukan selalu seperti itu. Tapi saya tahu juga, kalau di dunia nyata ini ada saja orang yang benar-benar memiliki keinginan seperti itu. Katanya repot punya pasangan, saya cuma butuh anak. Buat apa? Mending ya kalau mau punya anak itu karena memang mau disayang sepenuh hati, bukan cuma buat jadi kebanggaan seperti piala yang dipamer-pamerkan.
Terus saya jadi ingat lagi masa-masa di mana saya belum memiliki anak. Kami termasuk lama mendapatkan anak, dan saya perhatikan ada juga pasangan yang menikah tetap tidak dikaruniai anak walaupun sudah mencoba berbagai cara. Memang ilmu pengetahuan sudah maju, ada banyak cara untuk pengobatan dan terapi supaya bisa mempunyai anak, tapi sampai sekarang angka keberhasilannya belum 100 persen.
Ada satu hal yang menjadi penentu seorang anak itu lahir. Anak tidak meminta untuk dilahirkan, tapi anak itu adalah anugerah dari Tuhan semata. Manusia berusaha, Tuhan yang menentukan apakah sebuah keluarga akan dianugerahkan anak atau tidak. Setelah anak itu terlahir, orangtua itu hanya mendapat tugas dan tanggung jawab untuk membesarkan dan mendidik anak. Tapi tiap kehidupan anak, seperti hal nya kehidupan setiap manusia, adalah milik Tuhan dan kita bisa seperti sekarang ini semata-mata karena anugerah Tuhan.
Makanya ketika kami akhirnya dikaruniai anak, kami memberi namanya dengan makna God has given. Sebagai pengingat kalau anak itu anugerah yang diberikan Tuhan. Setelah anak pertama lahir, kami agak lama mendapatkan anak ke-2. Saya sempat berpikir kalau jangan-jangan kami hanya akan dipercayakan dengan 1 anak saja. Di saat saya sudah menerima kemungkinan hanya punya anak 1, eh ternyata kami dikasih kejutan dengan anak ke-2.
Komentar yang paling sering saya terima sampai saat ini adalah: “gak mau nambah anak lagi supaya dapat anak perempuan?” Saya yang tahu kapasitas diri akan menjawab, “buat saya anak perempuan dan laki-laki sama saja, kapasitas saya sepertinya sudah cukup dengan 2 anak laki-laki.” Kalau tiba-tiba dikasih kejutan lagi gimana? Gak usah berandai-andai deh, saya ga mau jawab, hahaha.
Sering juga ada yang bilang:”banyak anak banyak rejeki, setiap anak ada rejekinya masing-masing.” Lalu dengan semboyan tersebut ada saja orang yang punya anak dulu, mikirin cara cari rejeki belakangan. Tapi buat saya, anak itu bukan buat nego rejeki sama Tuhan. Rejeki itu ada atau tidak ada anak sudah ada jalannya kok.
Karena anak itu anugerah, saya merasa perlu untuk mempertanggungjawabkan pengasuhan dan pendidikan anak supaya mereka besarnya nanti menjadi orang yang mandiri. Setiap orang tua pasti berharap anaknya sukses, tapi kesuksesan itu buat saya adalah kalau anak-anak saya nantinya bisa bahagia dengan keluarganya dan tetap berjalan dengan Tuhan.
Tidak perlu harus jadi orang kaya raya atau punya follower jutaan di instagram, tidak perlu membelikan saya materi kalau mereka sudah berkelebihan. Tidak perlu menjadi orang ternama yang pertama kali menginjakkan kaki di planet yang baru ditemukan. Kalau mereka bisa menjadi orang seperti itu, malahan bagus banget, asalkan mereka bahagia, tetap ingat dengan Tuhan dan ingat untuk berbagi dengan yang membutuhkan.
Karena sudah diberikan karunia anak, kita perlu mempertanggungjawabkan pengasuhannya dan mengenalkan mereka kepada yang memberikan mereka kehidupan. Dan pada waktunya nanti, mereka akan meneruskan mengisi bumi dengan karya dan keluarga mereka juga untuk mengusahakan bumi.
Selamat Hari Anak Indonesia, ingatlah, kita dulu juga anak-anak, apakah kita sudah menjadi orang dewasa seperti yang kita harapkan terhadap anak-anak kita sekarang?