Elephant in the City

gajahBeberapa hari yang lalu, sepulang dari makan malam di dekat rumah, kami melihat gajah melenggang di jalan. Ada yang aneh dengan gajah ini, setiap berapa menit sekali dia akan diarahkan ke pinggir jalan, seolah-olah dia mau ikutan mesen makanan. Gue heran apa yang dilakukan gajah ditengah kota, cuma seekor lagi (sama pawangnya sih). Tempat kami rasaya cukup jauh dari Elephant Camp. Jangan-jangan gajahnya lagi olahraga ya makanya diajak jalan jauh? Ga ngerti juga sih karena bukan baru sekali ini kami melihat Gajah di dekat rumah kami.

Joe iseng merekam gajah ditengah kota ini. Joe berhasil melewati gajahnya dan kembali lagi untuk menjemput gue. Gue takut ngelomba gajahnya, soalnya duluuu sepupu gue pernah dicium kuda secara tiba-tiba, kalau di cium gajah kan lebih ga lucu lagi :P. Lagipula gajah ini bau. Jalan lama di belakang gajah terasa baunya, jadi inget baunya Elephant Camp :P, jadi ga tertarik sama sekali naik gajah.

Karena di blog ini masih belum bisa upload video dengan baik, untuk yang ingin melihat videonya bisa lihat di multiply gue yah.

Virtual Machine

Percaya nggak kalau semua sistem operasi ini diinstal dalam 1 mesin iMac yang sama menggunakan Virtual Machine (VMWare). Karena mesin yang digunakan memiliki memori hanya 2GB, gue ga bisa menjalankan semuanya sekaligus. Tapi menggunakan VMWare ini sudah sangat membantu daripada harus beli 5 mesin untuk menginstal semua sistem operasi ini.
XP 32 bit dan 64 bit vista 32 bit dan 64 bit Linux RedHat 32 bit

Oh ya, keuntungan menggunakan virtual machine ini adalah gue bisa punya 2 copy dari sistem operasi yang sama, lalu gue bisa menyimpan “backup” dari sistem operasi yang sudah diinstal untuk menghemat waktu instalasi dikemudian hari. Yang jelas proses instalasi sistem operasi diatas VMWare ini cukup mudah, setting LAN, Audio, USB port dan CD/DVD drive langsung ke detect juga. Cuma sayangnya belum pernah gue buktikan untuk main game 3D sejenis The Sims. Lanjutkan membaca “Virtual Machine”

Bioskop di Chiang Mai

Sejak di Bandung, kami hobi menonton film di Bioskop (ya iyalah masak di bioskop pijet :P). Dari dulu selalu mengeluh kalau harus antri sebelum nonton dan sering kecewa kalau udah capek ngantri tau-tau kehabisan tiket atau dapatnya duduk paling depan. Setiba di Chiang Mai, hobi berlanjut terus. Nonton di Bioskop di sini harganya lebih mahal daripada nonton di Bandung ataupun Jakarta, tapi ada hal lain yang lebih menyenangkan yang tidak ada di Bandung (setidaknya waktu masih di Bandung belum ada). Di sini, kami bisa memesan tiket secara online. Memang sih pilihan tempat duduknya terbatas, tapi ga terlalu depan dan cukup lah. Lanjutkan membaca “Bioskop di Chiang Mai”

Pencarian Kesalahan

Sepintas lalu, sepertinya mencari kesalahan itu mudah. Tapi sebenarnya mencari kesalahan itu tidak semudah yang dipikirkan. Sebelum menyatakan sesuatu itu salah, kita harus tau apa yang benar. Untuk menyatakan sesuatu itu salah, kita juga harus teliti, karena kadang-kadang sesuatu yang terasa benar belum tentu benar dan sebaliknya sesuatu yang terlihat salah belum tentu salah, makanya perlu diuji untuk mengetahui kebenarannya (atau kesalahannya).

Aduh kalimatnya jadi agak sulit. Maksudnya gini, pekerjaan penguji perangkat lunak sekilas terasa mudah. Banyak orang yang anggap “tester program” itu kerjaan ga bergengsi. Padahal, jadi tester itu ga mudah, ga sekedar mencari kesalahan dalam program, tapi terutama harus tau dulu cara kerjanya biar tau gimana mencari kesalahannya. Dan kalau program itu menyangkut hajat hidup orang banyak, kita harus lebih hati-hati, kalau kita menyatakan suatu program lulus uji, dan dikemudian hari terjadi bencana gara-gara program itu, mungkin tester yang akan duluan ditanya, Lanjutkan membaca “Pencarian Kesalahan”

Asosial tidak berarti AntiSosial

Dari dulu sering dengar pendapat yang bilang kalau orang yang banyak bergaul dengan komputer (mesin) jadi antisosial. Padahal yang dimaksud adalah kurang banyak bergaul dengan manusia lainnya alias asosial. Kalau dipikir-pikir lagi, apakah asosial itu terkondisikan karena lingkungan, atau karena pilihan untuk tidak terlalu banyak bergaul dengan manusia?

Dulu, sebelum kenal Joe, gue pikir dia orangnya membosankan karena dia selalu terlihat serius dengan komputernya. Gue pikir dia orangnya ga akan banyak bicara, ga banyak cerita. Sedangkan gue seperti wanita pada umumnya, tergolong cerewet, banyak bicara dan banyak cerita. Ternyata gue salah. Awal gue merasa cocok dengan Joe justru karena kami bisa mendiskusikan banyak hal. Kata siapa orang yang serius dalam pekerjaannya tidak mengerti akan hal lain yang terjadi di dunia selain dunia pekerjaan saja?

Sebagai orang yang banyak bergaul dengan komputer, Joe ga ketinggalan berita-berita terbaru (yang tidak hanya terkait dengan teknologi saja). Dia juga banyak membaca buku-buku yang kebetulan gue suka baca. Dan gue baru sadar, Joe bukan ga bisa bergaul atau ga bisa ngobrol dengan orang lain, tapi dia ga bisa ngobrol basa basi atau yang ga berisi (duh sombong amat ya kesannya). Tapi justru, bergaul dengan Joe bikin pengetahuan gue juga ikut ter-upgrade.

Anyway, belakangan ini gue jadi mengerti, kadang-kadang menjadi asosial itu ada bagusnya. Kita bisa lebih banyak waktu untuk melakukan hal berguna daripada hangout atau chit chat yang kadang-kadang tak lebih dari basa basi.

Oh iya, kalau mau tau apa bedanya asosial dengan antisosial, buka kamus aja ya. Googling juga boleh.

Banyak Maunya

Seminggu ini tanpa sengaja gue kembali melakukan blogwalking. Kalau biasanya cuma buka situs-situs yang terdaftar dalam rssfeed saja, kali ini gue bener-bener melompat dari 1 blog ke blog yang lain, dan tanpa sengaja menemukan sekumpulan blog teman-teman lama. Dan hari ini juga salah satu hari membaca update-an blog teman yang blognya terakhir gue kunjungi kira-kira setahun yang lalu. Jadi teringat masa di mana gue bisa mengupdate blog sehari beberapa kali, masa di mana gue mengencourage temen-temen gue buat nulis di blog untuk bisa tau kabarnya tanpa harus bertanya : apa kabar lu? . Kemana perginya masa-masa itu?

Well, awalnya emang karena gue beneran sibuk, terus lama-lama rada malas memberitakan pada dunia apa yang terjadi. Belum lagi kadang-kadang yg pengen ditulis itu isinya protes terhadap orang-orang tertentu yang kalau dia sampai baca bisa menimbulkan konflik. Oke, emang masih banyak hal lain yang bisa ditulis selain hal-hal yang mungkin menyinggung orang lain, tapi waktu di depan komputer pikiran masih terfokus pada hal tersebut, mana mungkin bisa menuliskan tentang hal lain?? Akhirnya yang biasanya terjadi adalah, saya hanya ngobrol dengan Joe.

Anyway, bukan hal-hal itu yang mau ditulis, belakangan ini Joe lagi demen mengutak utik gadget nya. Terus kepikiran, kayaknya kami bukan tipe orang yang bisa hidup di Era permian (tau kata ini gara2 Primeval) tapi lebih punya khayalan hidup di rumah yang pintar. Lanjutkan membaca “Banyak Maunya”