Awalnya gak sengaja nemu novelet Madre di ipusnas. Isinya cuma 51 halaman. Ceritanya menarik dan saya selesaikan dengan cepat. Terus waktu baca-baca review, katanya ini merupakan bagian dari buku kumpulan cerita nya Dee Lestari dengan judul yang sama. Saya jadi penasaran, kira-kira cerita lainnya menarik juga tidak ya untuk dibaca.
Saya pikir, coba cari ah di Gramedia Digital. Ternyata di Gramedia Digital, buku kumpulan ceritanya harus beli. Hmm… karena tidak tahu apakah cerita lainnya menarik juga, saya urungkan niat membeli. Apalagi kabarnya sih ada puisi juga selain cerita. Kalau melihat dari judul bukunya, kemungkinan besar memang novelet Madre ini merupakan cerita utamanya.
Waktu buka-buka ipusnas lagi, saya coba cari kata madre lagi, dan ternyata ada 2 cover berbeda di ipusnas. Saya coba lihat hasil pencariannya, dan ternyata, buku kumpulan cerita (dan puisi) nya ada di ipusnas. Langsung deh dipinjam dan hari ini selesai dibaca semuanya. Kalau ada yang mau pinjam, silakan cek di sini. Bener-bener deh sejak kenal ipusnas, tidak bisa punya alasan malas baca karena beli buku mahal.
Ada total 13 tulisan berupa prosa dan puisi dalam buku ini yang dituliskan dalam kurun waktu 5 tahun (2006 – 2011). Karena saya lebih sering bingung daripada mengerti bahasa puisi, saya tidak akan komentar bagian puisinya. Saya baca sih, tapi saya tidak tahu bagaimana mereview puisi hehehe. Bahasa puisi terlalu berbunga-bunga, jadi bingung pohon ceritanya yang mana. Apalagi beberapa puisinya merupakan perenungan yang tidak berujung jawaban, tapi berupa pertanyaan lagi.
Sebelum membaca buku ini, dulu saya pernah membaca beberapa karya Dee Lestari termasuk serial Supernova nya. Tapi belakangan, saya berhenti membaca karyanya karena saya tidak suka dengan hal-hal yang bernuansa New Age.
Cerita dalam kumpulan buku ini lebih ringan bahasanya. Ada sih yang terkesan pencarian spiritual, tapi cuma jadi latar belakang cerita, dan tidak terlalu mengganggu buat saya baca.
Dari kumpulan cerita ini, selain Madre, saya terkesan juga dengan cerita Guruji dan Menunggu Layang-layang. Saya akan tuliskan kesan dari masing-masing cerita itu.
Madre
Waktu pertama baca judulnya, saya pikir ini cerita tentang seorang ibu. Tapi ternyata bukan ibu yang biasa. Cerita dibuka dengan seorang yang menerima warisan yang berupa madre. Madre itu adalah biang/ragi untuk membuat roti yang bisa bertahan sampai puluhan tahun.
Cara berceritanya terasa lebih mudah untuk dicerna dibandingkan seri Supernova nya Dee. Makanya saya bisa membacanya dengan cepat. Cerita tentang proses membuat roti juga bikin serasa terbawa ke dapur yang harum semerbak aroma roti di toko roti.
Hal yang juga bikin cerita semakin menarik adalah penggambaran tokoh utamanya yang berusaha konsisten untuk menulis di blog sekali seminggu, sampai bela-belain pergi ke warnet. Padahal yang dia tuliskan di blog ya tema gado-gado seputar apa yang terjadi dalam hidupnya.
Tulisan dia di blog tentang menerima warisan Madre inilah yang bikin ceritanya jadi tambah menarik, karena ada pembacanya yang ternyata juga sedang mencari-cari biang roti natural dan sekaligus fans dari tulisan-tulisannya terdahulu.
Kehidupan tokoh utama berubah drastis dalam sehari setelah menerima warisan Madre. Tokoh utama yang tadinya lebih suka hidup bebas di Bali dengan menjadi freelancer sana sini, dihadapkan pada pilihan untuk menetap di Jakarta dan meneruskan usaha toko roti dari madre yang diwariskan padanya oleh orang yang dia tidak pernah kenal sebelumnya.
Guruji
Cerita ini tentang 2 orang yang bernama sama, yang satu wanita dan satu pria dan langsung akrab sejak pertemuan pertama dan merasa menjadi soulmate. Ceritanya mengambil tempat beberapa waktu kemudian, di saat yang pria memutuskan untuk lebih mempelajari penyembuhan alternatif di sebuah padepokan dan menjadi guru dan tentunya hubungannya dengan si wanita jadi berubah.
Ini salah satu cerita yang saya sebut mengambil latar belakang new age, tapi sebenarnya lebih berfokus pada hubungan antara 2 orang manusia bernama sama. Cerita ini menggambarkan kadang-kadang kita hanya butuh closure untuk bisa menerima kalau hubungan kita dengan seseorang tidak seperti dulu lagi.
Menunggu Layang-layang
Kalau cerita yang ini, menceritakan tentang teman sekantor yang sudah bersahabat selama 4 tahun. Persahabatan antara pria dan wanita. Si pria arsitek, si wanita desainer interior yang berawal dari ketidakcocokan karena memiliki sifat dan selera yang sangat ekstrem bedanya.
Yang satu punya ritual dari bangun tidur sampai tidur lagi dan lebih suka sendiri, yang satu lebih suka hidup bebas tanpa aturan dan tidak pernah sendiri. Selalu punya pasangan tapi tidak pernah bertahan lama. Tapi kalau ada perlu, pasti yang satu akan menghubungi yang lain untuk minta bantuan. Mereka juga sering saling bercerita lewat telepon berjam-jam paling tidak seminggu sekali.
Cerita ini agak-agak mirip dengan cerita drama asia. Untuk cerita tahun 2010 dan mengambil tempat di Indonesia, saya merasa cerita ini agak terlalu metropolitan dan rasanya saya tidak pernah bertemu dengan manusia yang digambarkan sebagai tokoh dalam cerita ini. Tapi namanya juga cerita ya, jadi dibaca saja.Cara menceritakannya sih lebih mudah dibaca, karena tidak menggunakan bahasa berbau spiritual.
Kesimpulan
Selain 3 cerita di atas, ada beberapa cerita pendek lain juga dalam buku ini. Tapi ya itu, karena gaya bahasanya mirip-mirip puisi dan berbunga-bunga, saya tidak terlalu bisa mereviewnya. Perlu membaca lebih banyak lagi mungkin untuk bisa mengapresiasi gaya bahasa yang berbunga-bunga itu.
Jadi, kira-kira menarik gak kumpulan buku ini untuk dibaca? Semuanya kembali ke selera sih ya. Saya cukup terhibur dengan cerita-cerita yang ada, dan mungkin bisa untuk jadi latihan untuk membaca puisi-puisi lain di masa yang akan datang.
Satu tanggapan pada “Baca Buku: Madre (Kumpulan Cerita)”