(Hampir) 5 Tahun di Chiang Mai

Kami tiba di Chiang Mai bulan Mei taun 2007 cuma berdua saja, sekarang kami sudah bertiga dengan Jonathan. Masih ingat bulan-bulan pertama menginjakkan kaki di Chiang Mai, kota ini terlihat sangat “nyaman”. Kota kecil yang mall nya cuma 1 dan walaupun banyak bulenya tapi bahasa inggris orang Thai sangat terbatas di kota ini (plus aksennya yang sulit dimengerti). Udaranya juga waktu itu lagi sejuk, katanya musim panas, tapi entah kenapa waktu itu sering ada hujan mendadak yang sangat deras lalu berhenti seketika dan memberikan udara sejuk lagi.

Sebelum sampai di sini sering dengar cerita kalau kota ini pernah kebanjiran hebat. Lalu pada musim panas sebelum kami tiba ada asap menyelimuti kota Chiang Mai karena kebakaran hutan yang diakibatkan pembakaran ladang sisa panen ataupun membuka lahan baru. Dan setelah hampir 5 tahun tinggal di sini, kami mengalami juga tuh yang namanya kebanjiran (walaupun kami cukup aman karena tinggal di lantai tinggi) dan sebulan terakhir ini chiang mai dipenuhi polusi dengan kadar pm10 yang rata-rata diatas 50 dan bahkan pernah mencapai 300. Idealnya kalau sudah begini harusnya kami mengungsi dari kota ini, tapi ya mudah-mudahan dengan menggunakan air purifier dan jarang keluyuran diluar kami (terutama Jonathan) bisa tetap sehat-sehat saja.

Selama (hampir) 5 tahun di sini, ada beberapa pandangan yang berubah dari kota ini. Misalnya: ternyata udaranya ga selalu sejuk, bahkan adakalanya di musim panas rasanya puanassss banget, tapi musim dinginnya sih lumayan ga terlalu dingin, malahan rasanya menyenangkan karena ga sampai menggigil kalau dirumah (masih lebih dingin dari di Indonesia sih). Musim hujannya kadang-kadang walau hujan tapi panas (kalau di Bandung perasaan musim hujan itu pasti dingin). Range suhu di sini bisa antara 40 derajat (di musim panas) sampai 8 derajat celcius (terutama di malam hari di musim dingin)

Perubahan yang ga begitu bagus adalah: belakangan ini entah kenapa semakin banya yang merokok di Chiang Mai *higs*, padahal dulu rasanya senang sekali ga terganggu dengan asap rokok, nggak ngerti juga apa yang membuat orang di kota ini jadi tambah banyak yang merokok :(. Perubahan bagusnya adalah semakin banyak ketemu orang Indonesia di sini, terus ternyata banyak mahasiswa di Chiang Mai University yang bisa bahasa Indonesia (beberapa kali ketemu di ratchepreuk). Terus bahkan nemu travel yang katanya sering bawa orang Indonesia jalan-jalan di Chiang Mai. Bisa buat referensi kalau keluarga mau dateng ramai-ramai ntar.

Masih betah di Chiang Mai? masiiih hehehhe. Ternyata kami cocok di kota kecil. Klo denger soal Bandung yang sekarang sering macet rasanya jadi bingung klo pulang ke Indonesia ke mana ya? kota kecil yang ga macet tapi fasilitas internetnya kenceng. Akses ke ibukota juga diperlukan sih, klo kudu naik bis lebih dari 3 jam sebelum mencapai bandara mah ga mauuu (klo sekarang enaknya bandara dicapai dalam waktu 15 menit termasuk parkir). Tapi kita lihat saja nanti, entah masih berapa lama di kota ini, sejauh ini sih masih betah aja (walaupun masih belum fasih juga bahasa Thainya). Semoga tahun ini bisa semakin fasih biar tambah betah di Chiang Mai hehehhe.

Time is Money

Gak berasa udah masuk bulan ke 2 tahun 2012, niat rajin posting blog cuma bertahan beberapa hari *sigh*. Jadi inget film in-time yang ditonton beberapa waktu lalu.

Ide cerita ini bener-bener menggambarkan waktu adalah uang. Setiap orang secara genetik diset mempunyai count down timer sejak mereka berumur 25 tahun. Mereka ga akan bertambah tua lagi secara fisik dan semua orang tetap keliatan awet muda selama bisa menjaga timernya ga jadi nol. Begitu timernya nol maka orang itu akan mati seperti terkena serangan jantung. Orang bekerja dibayar dengan waktu. Jadi sejak umur 25 tahun orang harus mulai bekerja untuk dapat menambah umur plus bisa membeli segala kebutuhan. Harga-harga semua dibayar dengan waktu. Misal: beli kopi 2 menit hidup berkurang, bayar bus 2 jam waktu hidup berkurang, bekerja beberapa jam sehari dibayar dengan penambahan waktu hidup sekian jam. Kebayang ga kalau misal tiket pesawat dibayar dengan pemotongan hidupmu 1 bulan kira-kira bakal mau ga terbang kemana-mana?

Seperti halnya dengan uang, di film itu waktu adalah currency (nilai tukar). Jadi orang kaya bisa bersantai-santai karena bisa hidup “selamanya” kecuali ditembak mati atau ditabrak mobil. Tapi orang miskin atau pas-pasan harus berpacu dengan waktu kalau masih ingin hidup. Kebanyakan orang bekerja hari demi hari demi menyambung hidup. Kalau tidak bekerja yaaa ga bisa hidup (kecuali dapat transferan dari orang yg bekerja setiap harinya).

Setelah menonton film itu harusnya saya lebih menghargai waktu. Saya menghabiskan beberapa menit mengetikkan posting ini di hp (sambil nungguin anak bobo) demi mengingat niat posting lebih rajin dan pesan moral dari film in-time. Dan harapan saya, tulisan ini bisa menggugah para pembaca untuk juga lebih menghargai waktu dan ga terlalu lama online di internet hehehe.

Standard Ganda

Setelah menjadi orangtua saya banyak belajar. Salah satu hal yang paling nyata adalah kita sering menetapkan standard ganda dalam hidup ini mulai dari hal-hal yang sederhana sampai hal-hal yang ideal.

Contoh nyata yang terjadi pada saya yang masih harus saya ubahkan:

  • saya berharap Jonathan punya rutin yang teratur setiap harinya terutama jam tidur siang dan tidur malam padahal saya sendiri bukan orang yang bisa konsisten dengan rutin yang sama setiap harinya sebelum punya anak. Tapi sekarang saya belajar kalau saya mau Jonathan punya rutin yg teratur saya juga harus mendisiplinkan diri untuk hidup lebih teratur
  • Jonathan sering menuntut nonton video sambil makan (awalnya karena Jonathan susah makan saya putarkan video youtube), saya berharap Jonathan bisa duduk manis dan makan ga sambil menonton, padahal saya sendiri kadang menyuapi Jonthan sambil melakukan sesuatu (sambil makan, sambil melihat laptop dan sambil2 lainnya).
  • Saya berharap Jonathan bisa sabar kalau meminta sesuatu, padahal saya sendiri bukan orang yang sabar :(. Saya harus belajar lebih sabar untuk mengajarkan kesabaran pada Jonathan.

Ada banyak contoh-contoh lain yang saya temui dalam komunitas ibu-ibu yang saya ikuti, mereka sering tidak sadar kalau mereka menetapkan standar ganda untuk hal-hal berikut:

  • berharap anak tidak suka makanan instan/fast food padahal orangtuanya sendiri sehari-hari makananya ya instan dan fastfood
  • berharap anak tidak suka jajan padahal orangtuanya suka jajan
  • berharap anaknya tidak pilih-pilih makanan padahal orangtuanya sendiri sering pilih-pilih makan
  • berharap anaknya rajin membaca padahal orangtuanya lebih rajin nonton tv

Kita ga bisa pake standard ganda karena anak akan meniru kita (apalagi bayi yang setiap harinya berinteraksi dengan orangtuanya). Apa yang kita lakukan itu yang akan ditiru anak. Jadi dari sekarang saya dan Joe harus hati-hati kalau mau Jonathan jadi anak yang suka membaca misalnya kami juga harus mencontohkan sering membaca dari sekarang dan bukannya malah lebih sering menonton TV misalnya.

Untuk banyak hal kami ga terlalu strict, mungkin kami akan mengijinkan sesekali makan makanan instan, sesekali jajan , dan sesekali nonton TV asalkan ga selalu begitu (karena kami sendiri begitu). Yang sering saya perhatikan banyak orangtua berharap anaknya melakukan hal yang dia sendiri ga bisa ga melakukannya (misalnya melarang merokok padahal ortunya merokok). Banyak juga yang berharap anaknya menjadi anak yang berbudi bahasa baik padahal dirumah (atau di facebook misalnya) suka berkata-kata kasar.

Intinya menurut pengalaman saya yang belum banyak ini, dalam membesarkan anak kita ga bisa punya standar ganda, mungkin kita bisa berharap anak sekolahnya lebih tinggi dari kita atau nantinya lebih berhasil dalam kehidupan dibanding kita, tapi untuk banyak hal dasar anak itu seperti salinan dari kita orangtuanya yang nanti akan dibentuk lagi di lingkungan setelah dia besar dan punya kedewasaan dalam berpikir. Jadi penting buat kita menjadi contoh dalam segala aspek kehidupan bahkan hal terkecil sekalipun.

Kita harus menjadi contoh nyata buat anak kita, supaya dia ga bisa bilang: “ah mama dan papa aja ga begitu” *lap peluh*

Natal 2011 dan Tahun Baru 2012

IMG_0548IMG-20111224-00543Sudah beberapa tahun ini kami Natalan tidak mudik ke Indonesia. Tahun ini merayakan Natal bertiga saja di Chiang Mai (Papa, Mama dan baby Jonathan). Seperti biasa Natal itu tidak ada libur di Thailand, tapi karena tanggal 25 Desember tahun ini jatuhnya hari minggu ya otomatis terasa seperti hari libur Natal.

Tanggal 24 Desember 2011, biasanya kami belajar bahasa Thai di hari Sabtu, tapi khusus Sabtu itu guru bahasa Thai kami Khruu Ang, yang juga orang Kristen, mengundang kami untuk makan siang Natal bersama. Kami makan di sebuah restoran yang ada kolam ikannya. Jonathan senang melihat ikan-ikan berenang ke sana-kemari. Jonathan juga senang bermain bersama Khruu Ang (sementara papa sibuk menghabiskan makanan dan mama sibuk foto-foto hehehe).

Lanjutkan membaca “Natal 2011 dan Tahun Baru 2012”

Banjir di Chiang mai September 2011

Sejak kami tiba di Chiang mai tahun 2007, kami sudah sering mendengar cerita bahwa pernah terjadi banjir di kota ini yang cukup parah. Banyak rumah-rumah yang terendam dan jalanan di depan tempat tinggal kami juga terendam sehingga tidak bisa kemana-mana. Tempat parkiran condo juga dulu kabarnya tergenang (ya mengingat kami tinggal persis di tepi sungai). Tahun  lalu pernah ada peringatan akan ada banjir kiriman, kami sudah siap-siap dengan nyetok makanan, dan ternyata kesiagaan pemerintah Thailand membuat banjir itu bisa dicegah.

Hari Rabu lalu, 28 September 2011, pagi-pagi sudah dapat kabar akan ada banjir di Chiang mai. Memang sepanjang malam sebelumnya hujan deras turun sampai pagi masih ada gerimis, tapi perasaan santai aja, kirain bakal kayak tahun sebelumnya, banjirnya cuma naik air sungai tapi ga sampai ke jalan. Baca-baca dikit katanya sekolah pada mulangin muridnya jam 12 siang, tapi perasaan masih biasa aja. Tau-tau sore hari jam 3 pas bangun dari ketiduran nemenin Jonathan bobo siang liat ke luar. Eh kaget…..airnya udah sampai ke jalan :(. Dari pagi tuh yang saya liat cuma jembatan, dan mikirnya, ah jembatan masih aman, ternyata saya salah :(. Dan banjir kali ini bukan cuma karena hujan semalaman, tapi konon kiriman juga dari daerah lain.

IMG-20110928-00055 IMG-20110928-00054

Orang-orang di kantor Joe juga pulang cepat hari itu, cuaca di luar masih mendung. Keesokan paginya kantor Joe juga libur karena airnya belum surut termasuk depan kantor. Eh Joe kerja setengah hari diskusi ama bos. Kebetulan bos tinggalnya di condo yang sama jadi tetep bisa kerja setengah hari.

Salut dengan kota Chiang mai, persiapan menghadapi banjirnya cukup bisa dipuji. Ada Excavator di jembatan yang dari pagi mengeruk sampah yang menumpuk di bawah jembatan untuk memastikan airnya tetap mengalir. Di jalan rayanya juga ada mobil tentara yang mengangkut warga yang harus masuk kerja.

Begini situasi hari Kamis pagi tanggal 29 September 2011. Air bukannya surut malah tambah tinggi. Taman di hotel sebelah udah kerendem semua.

 IMG-20110929-00063  IMG-20110929-00064

Sore hari, kami turun ke bawah untuk belanja ke 7 Eleven dan melihat situasi di depan. Puji Tuhan tempat parkiran condo masih aman, dan ternyata depan condo merupakan perbatasan antara jalan terendam dan agak kering.

Hari Jumat tanggal 30 September 2011, banjir mulai surut walau jalanan masih tetap terendam dan papa Jonathan tetap blum bisa ke kantor. Begini kondisi hari Jumat pagi. Taman hotel sudah tidak terendam lagi, walaupun jalanan masih tetap terendam air.

IMG-20110930-00083IMG-20110930-00084 

IMG-20111001-00089Puji Tuhan sejak hari Kamis cuaca di Chiang mai cukup cerah dan tidak ada hujan yang menambahi banjir. Hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2011 jalanan mulai kering dan semoga banir tidak akan datang lagi.

Setelah banjir berlalu, pemerintah kota terlihat aktif membersihkan jalanan dari dari lumpur bekas rendaman air sungai. Hari minggu sore sepulang dari gereja kami melihat mobil penyiram tanaman beserta beberapa orang sedang aktif membersihkan jalanan. Sepertinya kota ini memang sudah berpengalaman dengan banjir.

Dari pengalaman banjir kali ini, jadi belajar untuk tetap menyediakan stok makanan di rumah. Kemarin kebetulan stok makanan masih ada walaupun sudah agak menipis. Yang senang dengan banjir ini ya Jonathan, soalnya papanya jadi di rumah terus beberapa hari dan dia bisa puas bermain dengan papa. Saya hanya bisa berharap banjirnya tidak datang terlalu sering.

4 Tahun di Chiang Mai

Bulan ini 4 tahun sudah kami di Chiang Mai. Tahun ke 3 dan ke 4 merupakan tahun di mana banyak teman dan saudara datang berkunjung. Setelah bulan Mei tahun lalu, masih ada Evi, temen saya yang bersengaja transit di bangkok sebelum mudik ke Indonesia lalu belok ke Chiang Mai. Lalu bulan November kami menambah anggota rumah kami yang membuat kami tidak cuma berdua saja. Putra pertama kami yang kami beri nama Jonathan Nugroho. Tahun ini pun sepertinya masih akan ada beberapa tamu yang akan mampir mengunjungi kami, terutama mengunjungi Jonathan.

Setelah 4 tahun di Chiang Mai dengan kemampuan bahasa Thai yang tidak meningkat juga sejak tahun ke 2, akhirnya saya memutuskan untuk belajar bahasa Thai lagi terutama membaca tulisan Thai. Semoga sekali ini lebih terpakai dan tidak terlupakan begitu saja. Belajar membaca tulisan Thai ini juga dilakukan dalam rangka persiapan kalau nantinya Jonathan sekolah di negeri ini. Kami tidak tahu berapa lama lagi kami akan ada di sini, tapi sepertinya kami masih cukup betah tinggal di kota ini.

Cuaca musim panas tahun ini mengingatkan pada cuaca awal kami sampai di sini. Musim panas yang aneh di mana kadang-kadang hujan turun dengan deras dengan tiba-tiba, dan berganti lagi dengan matahari yang menyengat lagi tiba-tiba. Entahlah apakah ini sebuah siklus 4 tahunan, atau cuaca yang memang berubah karena dampak pemanasan global.

Masih seputar menyusui

Disclaimer: Saya bukan anti asi ataupun asi ekslusif, saya sendiri memberikan asi buat Jonathan setidaknya sampai dengan hari ini dan masih akan berencana minimal 6 bulan (sesuai anjuran WHO).

Saya mengikuti sebuah milis yang diikuti para ibu-ibu (dan bapak) yang memberikan ASI kepada anaknya. Terkadang saya cuma bisa geleng-geleng kepala kalau membaca beberapa komentar di milis itu. Saya malas berbalas balasan di milis, makanya saya tulis saja opini dan unek-unek saya di sini. Saya tidak bermaksud mendiskreditkan asi ataupun para ibu yang berjuang untuk memberikan asi, saya hanya menghimbau biar kita ga usah terlalu berlebihan dan tetap mengutamakan kesehatan anak dibanding embel-embel lainnya.

1. Beberapa ibu (dan calon ibu) sangat fanatik dengan ASI, kenapa saya sebut fanatik? karena mereka selalu dengan gampang bilang ASI is the best, susu formula itu dari sapi bukan untuk anak manusia!, yang biasanya ujung-ujungnya akan muncul slogan: susu sapi untuk anak sapi bukan untuk anak manusia.

Lanjutkan membaca “Masih seputar menyusui”