Happy New Year 2013

567115_10151427853683488_1255512954_o

Tahun baru, posting baru. Ini foto saya dengan Jonathan di depan gereja CMCC. Papa Jonathan yang jepret fotonya jadi ga ada dalam foto.

Sudah beberapa tahun ini Tahun baru dilalui di Chiang Mai. Pergantian tahun kali ini Jonathan lagi-lagi terbangun oleh dentuman kembang api di hotel sebelah. Tahun ini Jonathan mulai mengenal rasa takut melihat cahaya yang terlalu silau dan dentuman yang keras, semoga tahun mendatang Jonathan sudah tidak terlalu takut lagi dengan bunyi kembang api. Untungnya Jonathan bisa tidur lagi setelah menelpon Oppung mengucapkan Merry Christmas and Happy New Year.

Ada pengalaman ‘aneh’ ketika menelpon menggunakan skype (skype ke telephone biasa bukan skype ke skype). Pertama kali tersambung, lalu diangkat oleh suara yang saya pikir suara mama saya. Memang koneksinya saat itu kurang baik, jadi sempat beberapa kali cuma saling berkata Halo halo halo halo. Lalu… setelah koneksi terasa membaik saya mulai menyadari kalau orang di seberang berbahasa yang saya tidak mengerti!. Well… sepintas mirip bahasa Indonesia, tapi saya tidak mengerti sepatah katapun. Akhirnya telpon saya tutup lalu saya telpon ulang. Kali ke dua saya berhasil menelpon ke mama saya. Yang saya heran, apa iya skype bisa salah sambung begitu? karena nomor yang saya gunakan sama persis pertama dan kedua. Dipikir-pikir kasian juga orang yang menerima telpon salah sambung dari saya itu, karena ketika mengangkat telpon kedengaran suaranya seperti suara baru bangun tidur. Semoga ga sering-sering deh kejadian salah sambung begitu, entah kenapa setelahnya ada perasaan agak horror hehehe.

Pengalaman unik mengawali tahun 2013, tapi tidak mengurangi semangat buat mengisi hari-hari di tahun ini untuk lebih produktif dan ga pake janji janji yang tidak bisa ditepati Smile.

Happy New Year 2013 all!

Selamat Natal 2012

IMG_00000142

Natal tahun ini kami rayakan di Chiang mai. Dan seperti tahun lalu kami ga mengikuti kebaktian malam Natal. Di sini kebaktian malam Natal itu mulainya jam 11 malam. Awalnya kami berencana untuk mengikuti kebaktian malam Natal, mengingat tahun ini kami tidak bisa hadir di Christmas Pageant seperti tahun sebelumnya, tapi kami batal pergi karena papa Jonathan masih capek sepulang dari Jerman. Kebaktian Natal jam 10 pagi kami bisa datang, karena kami sudah cukup tidur malamnya.

Kebaktian Natal hari ini sangat singkat, tapi tidak mengurangi semangat Natal itu sendiri. Pesan Natal kali ini adalah: What you really want for Christmas? Hmm… kalau saya sendiri sih merasa semua yang saya perlu selalu Tuhan sudah cukupkan. Banyak sih keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi di tahun ini, tapi banyak juga hal-hal di luar dugaan yang merupakan kado Natal buat saya dan buat keluarga kami. Keluarga kecil kami bisa bernyanyi, berdoa dan bersama-sama juga sudah merupakan kebahagiaan di hari Natal. Bisa merayakan Natal dengan teman di perantauan juga merupakan kebahagian ekstra buat kami. Makanya tadi sepulang gereja kami berkunjung ke rumah Timmy sahabat pertama Jonathan di Chiang mai, dan juga dengan khruu Ang, guru bahasa Thai kami yang sekarang jadi teman keluarga setelah mama papa ga belajar bahasa Thai lagi.

Tahun ini awalnya kami berniat membeli pohon Natal kecil untuk dipasang di rumah, pertimbangannya Jonathan sudah mulai mengerti dengan tradisi dan hiasan Natal. Tetapi karena sibuk mengurus ini itu, kami tidak jadi sempat membeli pohon Natal. Walau demikian tidak mengurangi makna natal, semoga tahun depan bisa terlaksana keinginan beli pohon Natalnya. Terpikir juga untuk pulang atau mengundang orangtua untuk natalan di sini, tapi situasi tidak memungkinkan juga. Semoga tahun depan ada kesempatan untuk merayakan natal dengan keluarga besar, entah itu di sini ataupun di Indonesia.

Salah satu hadiah Natal terbesar yang saya rasakan di akhir tahun ini adalah: saya bisa bekerja dari rumah tanpa meninggalkan Jonathan. Pekerjaan ini sebenarnya bukan pekerjaan yang baru buat keluarga kami, tapi baru sekarang kami terpikir untuk lebih serius menjalankannya. Sejak Jonathan mulai suka bermain dengan tablet, kami terpikir untuk membuatkan materi permainan sendiri. Papa Jonathan pun merintis pembuatan aplikasinya di sela-sela waktu luangnya. Menjelang Jonathan 2 tahun, saya sudah mulai bisa membantu mengerjakan aplikasi untuk playbook dan BB10. Sejauh ini penjualan aplikasi kami belum luar biasa (karena pengguna playbook tidak sebanyak pengguna ipad dan BB10 sendiri baru akan launch januari 2013), tapi rasanya senang bisa mulai punya penghasilan tambahan. Harapannya aplikasi yang dibuat bertambah terus dan penjualannya juga meningkat seiring waktu. Aplikasi yang pernah dibuat sebelum Jonathan 2 tahun bisa dilihat di posting ini.

Wat Ket-20121224-01982Sepertinya Tuhan membukakan jalan buat kami, ketika kami sedang giat-giatnya membuat aplikasi untuk playbook, RIM memotivasi developer playbook untuk membuat aplikasi untuk BB10 dengan hadiah 100 USD per apps. Target awal kami menyelesaikan 10 aplikasi untuk playbook sampai akhir tahun 2012, dan ternyata kami bisa membuat lebih dari yang ditargetkan untuk playbook dan BB10 (berkat motivasi  hadiah dari RIM hahaha). Dan di luar dugaan, kami ternyata juga dapat hadiah ekstra berupa playbook dan device BB10 alpha (device ini merupakan cikal bakal generasi berikutnya dari BB yang ada sekarang). Hadiah dari RIM sudah sampai tanggal 24 Desember kemarin, secara tidak langsung jadi hadiah Natal buat kami. Ini contoh hadiah Natal yang tidak diduga. Senang rasanya karena baru mulai bekerja 2 bulan, tapi sudah dapat bonus akhir tahun hahahaha.

Salah satu aplikasi yang kami buat tentu saja aplikasi Christmas Game. Berikut ini screen shoot nya:

Anyway, sementara ini aplikasi ini belum ada versi gratisnya. Semoga sebelum akhir tahun sempat merilis versi litenya.

Seperti saya bilang sebelumnya, Tuhan tahu apa yang kami perlu, dan dia selalu mencukupkan kebutuhan kami. Kalau Tuhan berkenan semoga kami bisa banyak merilisi aplikasi gratis selain aplikasi berbayar dan juga bukan hanya di playbook dan BB10 tapi juga bisa untuk di tablet lainnya.

Sekali lagi selamat Natal buat kita semua, dan selamat menyambut tahun yang baru 2013.

Bersepeda

Sudah lama saya tidak naik sepeda, Risna juga, bahkan Risna sudah lebih lama lagi tidak bersepeda. Kemarin kami pergi ke Horizon Park bersama dengan dua mahasiswa DEL, Aditya dan Roy. Biasanya kami naik shuttle, tapi kali ini kami mencoba menyewa sepeda.

Sewa sepeda dengan boncengan anak harganya 50 baht per dua jam (sekitar 15 ribu rupiah). Sedangkan sewa sepeda biasa 30 baht per dua jam (sekitar 9000 rupiah). Jonathan cukup menikmati bersepeda, walau sepanjang jalan Jonathan agak miring ke kanan, sering melihat ke bawah, melihat bayangannya sendiri.

IMG_1385

Risna tadinya tidak yakin masih bisa naik sepeda, tapi setelah dicoba sebentar, ternyata masih bisa.

IMG_1445

Lanjutkan membaca “Bersepeda”

Perjalanan Ke Indonesia (part 1)

Setelah sekian tahun tidak pulang, kami baru kembali dari Indonesia, membawa Jonathan pertama kalinya ke Indonesia. Ada terlalu banyak cerita, dan rasanya capek menuliskan semuanya, jadi ceritanya dibuat dalam bentuk foto dengan komentar saja. Ceritanya panjang, jadi dipisah jadi beberapa 2 bagian, urutannya juga tidak persis seperti ini.

Pagi-pagi santai. Untung pesawatnya tidak terlalu pagi (Jam 11).

IMG_2741

Cek in dulu

IMG-20120525-01004

Antri di imigrasi

IMG-20120525-00018

Di ruang tunggu, Jonathan baca-baca buku

IMG_2751

 

Lanjutkan membaca “Perjalanan Ke Indonesia (part 1)”

(Hampir) 5 Tahun di Chiang Mai

Kami tiba di Chiang Mai bulan Mei taun 2007 cuma berdua saja, sekarang kami sudah bertiga dengan Jonathan. Masih ingat bulan-bulan pertama menginjakkan kaki di Chiang Mai, kota ini terlihat sangat “nyaman”. Kota kecil yang mall nya cuma 1 dan walaupun banyak bulenya tapi bahasa inggris orang Thai sangat terbatas di kota ini (plus aksennya yang sulit dimengerti). Udaranya juga waktu itu lagi sejuk, katanya musim panas, tapi entah kenapa waktu itu sering ada hujan mendadak yang sangat deras lalu berhenti seketika dan memberikan udara sejuk lagi.

Sebelum sampai di sini sering dengar cerita kalau kota ini pernah kebanjiran hebat. Lalu pada musim panas sebelum kami tiba ada asap menyelimuti kota Chiang Mai karena kebakaran hutan yang diakibatkan pembakaran ladang sisa panen ataupun membuka lahan baru. Dan setelah hampir 5 tahun tinggal di sini, kami mengalami juga tuh yang namanya kebanjiran (walaupun kami cukup aman karena tinggal di lantai tinggi) dan sebulan terakhir ini chiang mai dipenuhi polusi dengan kadar pm10 yang rata-rata diatas 50 dan bahkan pernah mencapai 300. Idealnya kalau sudah begini harusnya kami mengungsi dari kota ini, tapi ya mudah-mudahan dengan menggunakan air purifier dan jarang keluyuran diluar kami (terutama Jonathan) bisa tetap sehat-sehat saja.

Selama (hampir) 5 tahun di sini, ada beberapa pandangan yang berubah dari kota ini. Misalnya: ternyata udaranya ga selalu sejuk, bahkan adakalanya di musim panas rasanya puanassss banget, tapi musim dinginnya sih lumayan ga terlalu dingin, malahan rasanya menyenangkan karena ga sampai menggigil kalau dirumah (masih lebih dingin dari di Indonesia sih). Musim hujannya kadang-kadang walau hujan tapi panas (kalau di Bandung perasaan musim hujan itu pasti dingin). Range suhu di sini bisa antara 40 derajat (di musim panas) sampai 8 derajat celcius (terutama di malam hari di musim dingin)

Perubahan yang ga begitu bagus adalah: belakangan ini entah kenapa semakin banya yang merokok di Chiang Mai *higs*, padahal dulu rasanya senang sekali ga terganggu dengan asap rokok, nggak ngerti juga apa yang membuat orang di kota ini jadi tambah banyak yang merokok :(. Perubahan bagusnya adalah semakin banyak ketemu orang Indonesia di sini, terus ternyata banyak mahasiswa di Chiang Mai University yang bisa bahasa Indonesia (beberapa kali ketemu di ratchepreuk). Terus bahkan nemu travel yang katanya sering bawa orang Indonesia jalan-jalan di Chiang Mai. Bisa buat referensi kalau keluarga mau dateng ramai-ramai ntar.

Masih betah di Chiang Mai? masiiih hehehhe. Ternyata kami cocok di kota kecil. Klo denger soal Bandung yang sekarang sering macet rasanya jadi bingung klo pulang ke Indonesia ke mana ya? kota kecil yang ga macet tapi fasilitas internetnya kenceng. Akses ke ibukota juga diperlukan sih, klo kudu naik bis lebih dari 3 jam sebelum mencapai bandara mah ga mauuu (klo sekarang enaknya bandara dicapai dalam waktu 15 menit termasuk parkir). Tapi kita lihat saja nanti, entah masih berapa lama di kota ini, sejauh ini sih masih betah aja (walaupun masih belum fasih juga bahasa Thainya). Semoga tahun ini bisa semakin fasih biar tambah betah di Chiang Mai hehehhe.

Ibu bekerja vs Ibu rumah tangga

Sebagian orang mempertanyakan, kenapa Risna tidak bekerja? padahal kan pendidikannya tinggi (S1 dan S2 keduanya Informatika ITB). Banyak yang menyayangkan kenapa tidak dipakai ilmunya dan menjadi Ibu rumah tangga saja. Kalau menurut kami sih, keputusan kami sudah tepat.

Menurut saya, kalau seorang Ibu memiliki pekerjaan yang amat sangat bagus, berhubungan dengan menyelamatkan hidup banyak orang (misalnya jadi ahli bedah), atau sangat penting bagi sebuah perusahaan (misalnya jadi CEO). Sehingga bisa menghasilkan uang yang sangat banyak sehingga bisa menyewa orang-orang terbaik untuk membantu mengasuh anak, maka tidak apa-apa Ibu itu bekerja. Tapi jika selisih gaji seorang Ibu setelah dipotong dengan ongkos, dipotong gaji pembantu, dsb hanya bersisa sedikit, Menurut saya sebaiknya seorang Ibu mendidik anaknya saja di rumah. Akan saya jelaskan lebih lanjut kenapa saya berpandangan seperti ini.

Kalo menurut kami: di dunia ini, apa sih harta kekayaan yang lebih dari anak? Jika kita sudah susah belajar sampai berpendidikan tinggi, apakah akan rela jika anak kita diasuh dan dibesarkan oleh orang yang pendidikkannya sangat rendah? (misalnya banyak pembantu di Jakarta yang dibayar 500 rb/bulan yang hanya lulusan SD). Rasanya percuma membaca semua jenis buku mengenai membesarkan anak jika tidak bisa kita praktikkan langsung dan pembantu yang lebih banyak praktik. Misalnya saya mendapat forward tentang jangan menggunakan kata-kata “bayi” seperti “nenen” tapi gunakan kata dewasa (“minum”). Jika 80% waktu anak bangun adalah bersama pembantu, apakah pembantu bisa mengerti hal-hal seperti itu?

Jika pembantunya cukup pintar untuk bisa mengerti, apakah pembantunya tidak akan pindah jika orang sebelah menawarkan gaji 50 ribu lebih banyak? Intinya apakah pekerjaan yang dilakukan pembantu itu bisa segenap hati seperti Ibu pada anaknya?
Lanjutkan membaca “Ibu bekerja vs Ibu rumah tangga”