Kartu Kredit Virtual

Sejak sampai Chiang Mai, kami belum memiliki kartu kredit fisik di Thailand, tapi kami menggunakan kartu kredit virtual dari bank Kasikorn. Baru ditulis sekarang karena tadi baru sadar bahwa ini belum pernah diposting di sini.

Setelah mendaftarkan e-banking di kasikorn, saya bisa login ke websitenya, dan dari sana saya bisa mengajukan aplikasi kartu kredit virtual. Tidak perlu mengisi form apa-apa, dan bisa jadi dalam waktu 1-2 hari. Kartu kredit virtual ini seperti kartu kredit biasa, punya nomor, punya expiration date, punya nomor CVV. Tapi kita tidak diberi kartu fisik, jadi tidak bisa digunakan untuk belanja offline. Saya coba kartu kredit virtual ini tidak pernah ditolak di situs manapun (Paypal, Air Asia, Amazon, dsb).

Setelah melakukan transaksi online menggunakan nomor kartu kredit ini, saya akan dikirimi email mengenai transaksi tersebut, jadi sekiranya nomor kartu kredit dibobol, saya langsung bisa tahu. Sejak transaksi dilakukan, kita diberi 3 hari untuk menolak/dispute transaksi tersebut. Jika tidak ada dispute, maka otomatis uang dari rekening bank kita akan didebit sejumlah transaksi (tidak ada biaya apa-apa). Karena semua otomatis, maka tidak perlu takut lupa membayar kartu kredit sebelum batas waktu. Dari informasi di websitenya, bahkan setelah didebit pun, kita masih bisa mengajukan dispute (tapi prosesnya akan lebih lama).

Kepraktisan kartu kredit virtual ini adalah: limit bisa diubah sesuka kita (sampai sejumlah saldo tabungan kita) kapan saja. Jadi bisa saya set supaya sehari-hari limitnya sangat rendah, dan ketika akan membeli tiket (biasanya Air Asia), limitnya saya set supaya lebih tinggi (dan setelah itu limitnya bisa dikembalikan lagi). Kita juga bisa mematikan nomor kartu secara online dan meminta nomor kartu baru (misalnya kita takut setelah bertransaksi dengan situs yang agak mencurigakan, tapi benar-benar perlu melakukan transaksi itu).

Kartu kredit ini juga tidak bisa hilang secara fisik. Sebagai pengguna, saya bisa menghapalkan nomornya, atau melihat di website setiap kali akan melakukan transaksi. Untuk keamanan, nomor ini tidak ditampilkan, dan untuk melihatnya perlu login dan perlu OTP via SMS.

Ah andaikan saja semua bank menyediakan fasilitas semacam ini.

Bersepeda

Sudah lama saya tidak naik sepeda, Risna juga, bahkan Risna sudah lebih lama lagi tidak bersepeda. Kemarin kami pergi ke Horizon Park bersama dengan dua mahasiswa DEL, Aditya dan Roy. Biasanya kami naik shuttle, tapi kali ini kami mencoba menyewa sepeda.

Sewa sepeda dengan boncengan anak harganya 50 baht per dua jam (sekitar 15 ribu rupiah). Sedangkan sewa sepeda biasa 30 baht per dua jam (sekitar 9000 rupiah). Jonathan cukup menikmati bersepeda, walau sepanjang jalan Jonathan agak miring ke kanan, sering melihat ke bawah, melihat bayangannya sendiri.

IMG_1385

Risna tadinya tidak yakin masih bisa naik sepeda, tapi setelah dicoba sebentar, ternyata masih bisa.

IMG_1445

Lanjutkan membaca “Bersepeda”

Windows 7, SSD, tablet Xp-pen dan Asus RTN16

Sudah lama tidak bercerita mengenai hardware dan komputer yang saya pakai. Karena baru membeli beberapa software dan hardware baru, ceritanya akan saya tuliskan (sekaligus sebagai pengingat bagi saya).  Dalam tulisan ini saya akan membahas mengenai Windows 7, SSD, graphic tablet Xp-pen, dan Wireless router RTN16.

Lanjutkan membaca “Windows 7, SSD, tablet Xp-pen dan Asus RTN16”

Asus O!Play HDP-R3

Biasanya di akhir pekan kami jalan-jalan ke mall (Airport Plaza) atau ke mall elektronik (Phantip) untuk makan siang. Di sini enak, kedua mall tersebut jaraknya cuma sekitar 10 menit, plus parkir gratis di airport plaza (atau gratis 2 jam pertama di phantip). Harga makanan di mall bisa dibilang tidak berbeda dari di restoran kecil di luar mall.

Dua minggu lalu waktu kami main ke mall, kami belum menemukan player video yang mendukung HD yang bisa via jaringan (WDTV live, atau yang sejenis). Hari minggu kemarin kami kembali pergi ke sana untuk makan siang, dan ternyata sekarang ada 2 player merk terkenal yang tersedia WDTV Live dari Western Digital dan O!play dari Asus.

Yang pertama terlihat langsung adalah WDTV Live, dan saya sudah siap membeli (mengingat harganya sangat normal, berbeda sedikit saja dari harga Amazon). Tiga tahun yang lalu kami membeli sebuah IBM pentium IV untuk memutar media, tapi saat ini benda tersebut sudah tidak kuat lagi memutar film 720p ke atas, jadi benda ini memang sudah saya cari-cari. Sebelum membayar Risna melihat bahwa toko itu juga menjual Asus O!Play seri HDP-R3. Harga Asus O!Play lebih murah dari WDTV (sekitar 400 baht/100 ribu rupiah), tapi memiliki beberapa kelebihan: mendukung Wireless N, mendukung e-Sata, dan memiliki built-in card reader. WDTV yang hampir dibayar akhirnya dibatalkan dan ditukar dengan Asus O!Play.

Sampai di rumah, benda ini pun langsung dicoba. Memainkan film dari harddisk dan SD card bisa dilakukan dengan lancar, memutar musik juga. Film 720p dan 1080p dari Sony Bloggie bisa dimainkan dengan sempurna. Karena saya memiliki NAS model lama (hasil hacking 2.5 tahun yang lalu), saya tidak bisa menggunakan samba untuk streaming film (terlalu lambat untuk NAS yang saya miliki).

Malam-malam berikutnya sepulang kerja saya berusaha mempelajari Asus O!Play ini, termasuk mendownload source GPL yang diberikan oleh Asus. Asus O!Play ini memakai Linux sebagai firmwarenya, jadi sangat fleksible untuk di-hack. Berbagai eksperimen saya lakukan, dan beberapa kelemahan saya temui, misalnya O!Play tidak mendukung file MKV yang memiliki header compression (harus di-merge ulang agar dapat dimainkan), tidak mendukung XSUB, dan tidak mendukung subtitle via uPNP maupun DLNA.

Lanjutkan membaca “Asus O!Play HDP-R3”

Suka Duka Hidup di Apartment (di Chiang Mai)

Posting kali ini mungkin masih related dengan nggak enaknya hidup di luar negeri. Ga pernah sebelumnya memikirkan akan tinggal di apartment, karena selama ini mikirnya ga akan sanggup bayar. Sewaktu pindah ke Chiangmai, yang terbayang di kepala tinggal di komplek perumahan gitu, baru belakangan mengetahui kemungkinan tinggal di apartment. Awalnya rada penasaran, soalnya di Indonesia ga pernah masuk ke apartment manapun *orang kampung sih*, sekilas mikirnya: mirip hotel kali yah. Awalnya mikir: wah enak dong ada yang bersihin tiap hari, ada yang ngurusin ini dan itu bla bla, ternyata pikiran saya salah.

Sebelum membahas gak enaknya, mungkin ada baiknya membahas enaknya dulu atau plusnya. Semua ini sifatnya subjektif berdasarkan pengalaman pribadi dan tidak ada penyesalan sedikitpun dari pilihan kami ini hehehe. Awal pindah ke Chiang Mai, kami menempati sebuah apartment studio yang ukurannya saya lupa persisnya. Apartment studio ini ga ubahnya seperti tempat kost, di mana tempat tidur, ruang tamu dan dapur semua berada dalam sebuah ruangan yang sama. Satu-satunya pintu yang ada dalam unit tersebut adalah pintu ke kamar mandi (yaa mungkin ada juga yang apartmentnya ga pake pintu ke tempat showernya).

Lanjutkan membaca “Suka Duka Hidup di Apartment (di Chiang Mai)”

Tiga Tahun di Chiang Mai

Postingan yang hampir terlupakan :D, bulan ini tepat kami 3 tahun di Chiang mai dan memasuki tahun ke 4. Tahun ke-3 ini merupakan tahun terbanyak kami terima tamu dari Indonesia, walaupun bisa dibilang kami ga bisa full service nganterin ke tempat-tempat wisata yang ada, tapi kami senang karena tamu-tamunya pada bawain 1 atau 2 hal yang dikangenin dari Indonesia.

Tamu pertama datang di bulan Januari 2010, adiknya Joe yg nomor 2: Aris, datang membawa sedus indomie dan beberapa teh celup sosro *hip hip hurrah*. Karena kunjungannya cuma singkat dan dia juga ga mau jalan sendiri, jadinya dibawanya ke tempat-tempat yang agak “kota” instead of wisata alam ataupun wisata kuil. Bisa dibilang dia agak-agak wisata kuliner deh hehehe.

Tamu kedua datang di bulan April 2010, mama saya dan namboru dame. Nah tamu ke-2 ini datang bawa rendang dan ikan teri medan. Asiknya tiap hari dimasakin makanan rumah, perbaikan gizi anak rantau deh sekalian belajar masak menu-menu masakan gampang dan enak (yg mana belum dipraktekin dengan sungguh-sungguh). Mama dan namboru kebanyakan tour berdua aja, sayangnya Chiang Mai lagi super panas, udaranya bener-bener deh minta ampun, di kantor juga lagi sibuk banget, jadilah kami ga bisa anter jalan-jalan. Mereka tapi enjoy juga sering-sering ke pasar tradisional, belanja dengan gaya bahasa tarzan, ikut tour sampe ke laos dan myanmar segala (padahal kami aja belum sampe sana).

Tamu ketiga datang di bulan Mei 2010, kakak istri sepupu (kak Aderini). Kak rini bawain coklat gede 2 biji *nyam*, biar kata ga khas Indonesia tetep aja doyan hehee. Kak Rini datangnya bentar doang di rumah kami, karena tujuan utamanya ikutan training yang kebetulan diadakannya di Chiang Mai (jarang-jarang ada training begini di Chiang Mai).

Dan tamu terakhir temen kuliah Joe beserta mamanya. Kami dibawain tempe goreng sambel dan indomie plus sambel abc *cihuuy*, pas lagi kangen tempe tapi lagi malas bikinnya, pas pula dibawain tempe. Ida dan mamanya juga datang cuma sebentar, dan mereka ikut tour yang ada (ga kami anterin hehe).

Oooh ada yang hampir kelupaan, ada juga kak Meinar dan Desi yang datang ke Chiang mai bulan Februari, ga nginep di rumah sih, tapi sempet ketemuanlah dan nganterin ngider Airport plaza.

Dari semua tamu yang datang, pastinya bagian menemani membeli oleh-oleh merupakan hal wajib dilakukan. Bahasa Thai semakin terasah kalau buat tawar menawar, tapi tetep aja ga tegaan kalau mau menawar serendah mungkin. Harga barang-barang juga udah berubah dibanding tahun pertama kami disini. Dalam waktu beberapa bulan terakhir ini merupakan rekor terbanyak kami ke night bazaar dan sunday market buat nemenin beli oleh-oleh. Barang-barang jenis oleh-olehnya juga semakin beragam. Lucunya setelah bertahun-tahun di Chiang Mai akhirnya kami mengeksplor bagian lain dari night bazaar dan menemukan tempat yang lebih murah. Beberapa tukang jualan di Sunday market aja sampe hapal sama kami, enaknya jadinya ga usah repot-repot tawar menawar lagi sih.

Betah di Chiang Mai? tentu saja betah. Kota ini kota kecil, ga macet, bersih walaupun belakangan ini ada polusi udara dan udara yang panasnya sampe 40 derajat celcius. Beberapa teman bertanya: sampai kapan kami akan tinggal di Chiang Mai? well itu semua belum bisa kami jawab, selama masih memungkinkan kayaknya kota ini jadi lebih nyaman daripada Bandung. Masalah bahasa tetep masih jadi masalah paling besar apalagi sampai sekarang masih buta baca tulis, tapi kalau untuk ngobrol sih udah lumayan lah (lumayan = pas pas an).

Banyak orang yang heran, kok lama amat sih sampai 3 taun ga lancar2 bahasanya. Yaa jelas aja ga lancar, di kantor pakai bahasa Inggris, di rumah bahasa Indonesia, bahasa Thai cuma kalau di warung makan, pasar atau beli oleh-oleh. Jadi yaa, karena ga terpaksa jadilah ga memaksakan diri belajar hehehe.

Sayangnya situasi politik negeri ini tetap masih kacau, walaupun efeknya ga terasa sampai Chiang mai, tapi rasanya tetep agak kuatir. Semoga semuanya membaik deh yang di Bangkok, biar rasanya tambah betah aja.

DealExtreme

DealExtreme LogoSaya biasanya jarang mempromosikan sesuatu, dan nggak pernah fanatik dengan merk atau tempat belanja tertentu. Tapi kali ini mau cerita dikit soal Dealextreme. Sekarang ini kami tinggal di Chiang Mai, Thailand. Meskipun ini kota terbesar kedua di Thailand, saya sering kesulitan menemukan benda elektronik tertentu. Benda elektronik yang saya maksud mulai dari komponen elektronik (IC, transistor, dsb), serta benda elektronik untuk konsumen (Network Attached Storage/NAS, kabel data, dsb).

Untuk masalah komponen elektronik, saya sudah menemukan situs Electronics Source dan warf. Harga dari Electronics Source sangat murah, situsnya bagus (misalnya saya bisa mencari IC berdasarkan spesifikasinya) namun barang tertentu kadang tidak tersedia. Sementara warf banyak menjual kit.

Untuk barang elektronik lain saya memakai situs dari Hong Kong DealExtreme. Kehebatan situs ini adalah: gratis ongkos kirim ke seluruh dunia. Saya melihat bahwa situs ini banyak disarankan di aneka milis, dan ada beberapa pengalaman orang indonesia yang dibahas diblog. Toko ini tidak hanya menjual barang elektronik, ada banyak hiasan, gantungan kunci, jam, dsb.

Saya sudah membeli cukup banyak benda (totalnya lebih dari 400 USD), review benda-benda yang saya beli bisa dilihat di sini. Nggak semuanya dibeli dengan duit saya sendiri, misalnya NAS ini merupakan sumbangan untuk porting FreeBSD (progressnya bisa dilihat di sini). Lalu sebagian benda lain dibeli dari donasi paypal yang saya terima dari aneka aplikasi yang saya buat.
Lanjutkan membaca “DealExtreme”