Tahapan Kegelisahan Saya di Masa Pandemi

Halo September!

Titanic dan Covid-19 (foto dari reddit.com)

Hari ini sudah awal September, dan tentunya walau pandemi masih melanda dunia, kita sudah bisa berkegiatan dengan mengadaptasi kebiasaan baru untuk menjaga tetap aman. Paling aman memang di rumah saja, tapi tentunya kita manusia tidak bisa dikurung di rumah saja dan butuh berkegiatan di luar rumah.

Kalau dulu, di awal merebaknya corona virus di Cina, kita bisa menonton dari jauh betapa mencekamnya sepertinya si virus itu. Orang-orang sangat takut keluar rumah dan kalaupun keluar rumah benar-benar membungkus badan supaya jangan sampai tertular. Sekarang, saya dengar komentar beberapa teman bilang kalau di Indonesia sudah hampir normal, di mana orang-orang kebanyakan tidak memakai masker walau orang terinfeksi masih bertambah banyak setiap hari.

Dari dulu sudah diketahui, tidak semua yang terinfeksi pasti meninggal karena Covid-19, dan semuanya kembali ke daya tahan tubuh. Tapi, setelah banyak yang sembuh , tetap saja efek jangka panjangnya belum diketahui secara pasti. Banyak juga yang tetap menderita selama berbulan-bulan dan tak kunjung sembuh. Sekarang ini, banyak juga yang sembuh dan berkegiatan seperti semula.

Kalau membaca lagi tulisan saya sejak mulai masuknya virus Covid-19 ini ke Thailand, dan terutama ke Chiang Mai, saya bisa melihat progress dari diri sendiri menghadapi pandemi ini. Mulai dari tahap berusaha tidak khawatir, lalu khawatir, lalu bosan tidak bisa kemana-mana, ketakutan sendiri membaca berbagai berita di dunia, marah melihat situasi tak membaik, lega karena situasi di Thailand mulai membaik, cemas karena melihat tanah air tak kunjung membaik, dan sampai menerima kalau pandemi masih akan berlangsung lama.

Tahap pertama, saya berusaha untuk tidak khawatir. Mungkin tahap ini masih seperti menyangkal keberadaan virus ini dengan berusaha berpikir positif. Tentunya ini untuk mencegah dari serangan panik berlebihan. Saya berusaha menganggap kalau si virus ini ga berbeda dengan semua virus lainnya. Saya berpikir positif kalau penyakit ini akan ditemukan obatnya segera, dan manusia pasti menang dan sebelum banyak korban akan ditemukan obatnya.

Tahap berikutnya saya mulai menerima kalau virusnya memang berbahaya dan karena belum diketahui obat yang pasti dan efek jangka panjangnya, saya pikir memang lebih baik dihindari. Apalagi seruan untuk di rumah saja alias lockdown terjadi hampir serentak di seluruh dunia.

Tahap ketiga, ketika di Cina dan beberapa negara mulai bisa mengendalikan penyebaran infeksi dan tidak ada transmisi lokal di Thailand selama sebulan, saya mulai lega dan berani keluar rumah. Saya mulai punya angan-angan tentang kemajuan teknologi sebagai efek positif dari pandemi. Saya juga mulai punya harapan-harapan apa yang semoga tetap ada setelah pandemi berakhir.

Tahap keempat, mulai merasa takut lagi, karena sepertinya pandeminya tidak kunjung berakhir. Walaupun sudah mulai ada pelonggaran di sana sini, dengan anjuran memakai masker, cuci tangan dan sebagainya, saya tetap memilih di rumah saja. Apalagi melihat kenormalan baru di Indonesia yang jelas-jelas belum terkendali.

Tahap kelima, saya mulai merasa tenang dengan kondisi Thailand. Saya juga menyadari kenapa saya tetap perlu memakai masker, walau tidak ada transmisi lokal di Thailand. Belajar dari pengalaman negara-negara seperti Australia, Korea Selatan, Vietnam dan New Zealand yang setelah aman cukup lama dan tiba-tiba ada gelombang kedua membuat saya sadar kalau pandemi memang masih berlangsung dan bisa jadi ada kasus baru tiba-tiba di Thailand.

Lebih baik mencegah daripada mengobati, koleksi masker juga sudah ada banyak, lebih baik dipakai kan daripada cuma dibeli tapi tidak dipakai. Tapi saya juga menyadari kalau pandemi masih akan berlangsung lama, karena tidak semua orang sepakat dengan memakai masker untuk melindungi sesama.

Tahap sekarang ini, setelah merasakan nikmatnya kehidupan berkegiatan tanpa ketakutan, saya mulai merasa kesal dan marah karena melihat angka positif di Indonesia tak kunjung berkurang.

Sebenarnya saya yakin semua orang juga tidak suka dengan kondisi pandemi ini, tapi mereka menyikapinya berbeda dengan saya. Ada yang malah jadi bersikap pura-pura lupa ada pandemi, ada yang tidak percaya dengan adanya Covid (dan mungkin merasa kebal), dan ada juga yang tetap dengan setia memakai masker, melakukan jaga jarak dan mengingatkan setiap orang akan resiko dari virus ini.

Tidak ada gunanya saya marah dan kesal, karena toh saya tidak punya kendali dengan tindakan orang-orang. Saat ini saya hanya bisa berbagi menuliskan apa yang saya rasakan dan berharap ada kesadaran dari setiap orang untuk berpartisipasi aktif mengurangi terjadinya penyebaran virus ini.

Hari ini saya mengambil keputusan untuk tidak mau pusing dengan hal-hal yang tidak bisa saya kendalikan. Untuk yang mau kirim anak ke sekolah walaupun masih banyak kasus infeksi baru, silakan saja. Untuk yang mau ke bioskop kalau bioskop di buka juga silakan saja. Untuk yang tidak mau pake masker karena merasa kebal juga silakan saja.

Tapi, kalau misalnya karena pilihan tersebut kemudian Covid menunjukkan giginya, jangan salahkan orang lain ya. Jangan salahkan sekolah yang buka dan tidak memeriksa dengan teliti setiap orang, jangan salahkan bioskop yang buka dan tidak cukup bersih sebelum menerima penonton baru, jangan salahkan orang lain sesama yang tidak pakai masker.

Kalau tidak percaya Covid itu nyata, silakan ke rumah sakit terdekat dan bertanyalah apakah bisa melihat pasien Covid-19. Atau carilah dokter yang merawat pasien Covid-19 dan ajukan diri sebagai sukarelawan untuk membantu mereka. Banyak loh dibutuhkan tenaga untuk merawat pasien yang diisolasi tersebut.

Dalam waktu 6 bulan, sudah 100 dokter jadi korban Covid-19 di Indonesia. Di dunia pastinya lebih banyak lagi kalau ditotal. Mereka itu jadi dokter butuh waktu yang lama loh, dan saya yakin kalau boleh memilih, mereka juga tidak mau terlalu sering bertemu dengan pasien Covid-19.

Saya tahu, hidup tidak bisa dihentikan sementara. Hidup jalan terus dan kita tidak bisa dikurung di rumah. Tapi setidaknya, bantulah pemerintah untuk mengurangi pasien baru dengan menjaga diri sendiri dan menjaga orang-orang di sekitar kita. Tetap hidup sehat, jaga imunitas dan rajin mencuci tangan itu tidak ada ruginya dan baik untuk kita sendiri. Memakai masker juga satu langkah lagi untuk melindungi orang lain selain diri kita sendiri.

Boleh saja tidak percaya Covid-19, tapi tolong tetap ikuti aturan yang ada dan jangan membahayakan orang-orang di sekitar Anda.

Penulis: Risna

https://googleaja.com

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.