Dipakai sayang, disimpan saja?

Beberapa hari ini, di salah satu milis rajut yang saya ikuti ada diskusi mengenai: kenapa sih kalau saya memberikan hasil rajutan berupa discloth (lap piring), si penerima menyimpannya di lemari, dan merasa sayang memakainya, padahal saya buat untuk dipakai bukan dipajang.

Lalu ada komentar lain: kalau ada yang memberi sesuatu kepada saya, maka saya akan pakai benda itu sampai rusak. Dengan demikian yang memberi akan merasa  senang, karena barang pemberiannya dihargai dan digunakan sesuai fungsinya.

Saya sendiri memilih menggunakan barang yang diberikan sesuai fungsinya. Saya bayangkan saya akan sedih kalau hasil jahitan saya buat Joe ga dipakai malah dipajang karena sayang. Saya akan sedih kalau hasil karya saya dipakai oleh lemari. Makanya saya juga jadi ikut bertanya-tanya kepada orang yang tidak memakai pemberian sesuai fungsinya. Kalau sudah begitu boleh diminta lagi aja gitu biar dikasih ke yang lain yang lebih membutuhkan hehehe.

Ah ya, jadi tiba-tiba terpikir begini. Katanya pemberian itu ga boleh di kasih lagi ke orang lain. Hmm…sebenernya kalau kasusnya dikasih tapi ga dipakai boleh aja kali ya diberikan kepada yang lebih membutuhkan. Bagaimana menurut kamu?

Jejaring Sosial dan Blog

Saya perhatikan sejak saya terpaku dengan facebook, keinginan untuk menulis blog jadi berkurang. Cerita-cerita yang biasanya saya tuliskan di blog, malah ditulis di facebook. Saya liat ternyata bukan cuma saya yang meninggalkan blog dan betah di facebook, saya tidak sendirian.

Buat saya, facebook merupakan jejaring sosial yang cukup sukses mempertemukan saya dengan teman-teman masa kecil. Saya belum pernah bertemu teman smp saya di friendster ataupun multiply, tapi sekarang ini saya sudah menemukan banyak teman smp saya di facebook. Saya akui facebook cukup sukses membuat semua orang bahagia bernostalgia dan berbagi kebahagiaan. Lanjutkan membaca “Jejaring Sosial dan Blog”

Jejaring Sosial dan Jualan

Entah siapa yang memulai tapi sepertinya jejaring sosial sekarang ini penuh dengan dagangan. Sebenarnya pada masa orang mulai jualan di MP saya ga pernah merasa keberatan, malahan sering nongkrongin dan merasa mudah untuk meninggalkan pesan dan pertanyaan di sana. Akan tetapi ketika tukang jualan mulai bergeser ke facebook dan dengan rajinnya suka nge’tag’in foto-foto jualannya ke foto2 saya ataupun teman-teman saya, rasanya kok jadi terganggu ya.

Saya sering upload hasil karya (bukan jualan di facebook) dan saya juga sering promosi untuk toko online saya, tapi rasanya jualannya tetep aja di luar facebook. Memang sih sering kali tiap upload hasil karya banyak yang akan berkomentar maupun meminta (entah kalau saya kasih tag harga bakal mo beli atau ga :p)

Mungkin begitu kali ya awalnya orang-orang yang cuma mau jadiin situs pertemanan jadi ruang pamer terus dimintain akhirnya kasih tag harga terus lama-lama jadi deh jualan di situs pertemanana. Daan akhirnya teman = target jualan (kok rasanya kayak MLM aja ya).

Anyway, setelah multiply skrg facebook diserbu tukang jualan, abis ini apa lagi ya…

Siapa bilang Windows itu gampang?

Menurut saya Windows itu sulit dan merepotkan. Sebelum ada yang menuduh saya fanatik Linux/OS X, saya mau cerita dulu bahwa saya pemakai Windows dari sejak Windows 3.1. Saya juga bukan sekedar pemakai, tapi sudah mendevelop beberapa aplikasi Windows, dan bahkan pernah memprogram device driver. Windows Mobile dan Windows CE pun pernah saya pakai (mendevelop aplikasi set top box). Saya juga pernah menjadi admin beberapa puluh komputer dengan OS Windows (jadi saya tahu scripting di Windows  juga).

Hari ini, setelah sekian lama, saya menginstall Windows 7. Dan sekarang saya teringat lagi betapa banyak hal yang mengesalkan dari sejak mulai instalasi. Ada beberapa driver tambahan yang selalu harus didownload dan diinstall. Setelah instalasi selesai, saya juga tidak bisa melakukan apa-apa.

Saya perlu menginstall banyak program untuk bisa mulai produktif. Mulai dari aplikasi kecil seperti browser yang lebih baik (Chrome, Firefox atau Opera), download manager (Free Download Manager), lalu aplikasi untuk koneksi ke server (Winscp dan Putty). Kemudian perlu 7-zip untuk membuka aneka macam arsip. Untuk memutar video perlu menginstall mplayer dan VLC. Untuk berkomunikasi saya perlu pidgin (plus bonjour agar gampang chat di jaringan lokal).

Lanjutkan membaca “Siapa bilang Windows itu gampang?”

Rajinlah Belajar

Sebenarnya tulisan ini sudah lama ditulis, tapi baru ingat menerbitkannya setelah membaca komik ini:http://www.collegehumor.com/article:1792887. Komik itu seperti menyatakan bahwa “kuliah gak kuliah ya kerjanya cuma begitu aja”. Komik itu memang cuma bercanda, tapi itu menyatakan pandangan banyak orang: ngapain sih susah-susah sekolah kalo nggak dapet kerja (atau kerjanya bisa didapatkan tanpa kuliah).

Ada ratusan ribu sarjana di Indonesia ini yang jadi pengangguran. Saya yakin cukup banyak sarjana ini yang pintar dan rajin, tapi saya juga yakin, banyak di antara mereka yang mungkin memang tidak layak mendapatkan pekerjaan. Posting ini terutama dimaksudkan untuk para pelajar dan mahasiswa yang masih sekolah, yang belum menjadi sarjana. Ini hanya bahan pemikiran saja, supaya Anda mau lebih rajin.

Saya pernah jadi mahasiswa, saya pernah mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta, saya pernah mengunjungi beberapa perguruan tinggi negeri selain kampus saya ITB. Saya sering merasa heran melihat para mahasiswa yang sangat malas, namun berharap mendapatkan nilai tinggi, dan berharap bisa segera lulus dan mendapatkan pekerjaan. Sementara itu yang dilakukan ketika kuliah adalah:

  1. membeli puluhan buku mahal yang tidak dibaca.
  2. berusaha untuk tidak mengerjakan tugas apapun. Banyak yang dilakukan, mulai dari mencontek, meminta tolong pacar/teman, mengambil sumber dari internet dan tanpa menyebutkan sumbernya (yang parah adalah sumber dari Internet berbahasa Inggris yang diterjemahkan dengan TRANSTOOL!!), membayar orang lain untuk mengerjakan.
  3. Mengikuti aneka kegiatan tidak penting di luar kampus, shopping, nonton konser, jalan-jalan. Tapi tidak pernah mau datang ke seminar dan workshop.
  4. Meminta orang lain mengerjakan tugas akhir (baik keseluruhan atau bagian yang sulit), atau membeli tugas akhir yang sudah jadi

Lanjutkan membaca “Rajinlah Belajar”

Nusa jadi Nusaptel

Sudah lama saya tidak mendengar kabar bahasa pemrograman Nusa. Ternyata sekarang namanya berubah (lagi) menjadi Nusaptel. Dulu di awal namanya adalah batak, lalu berubah menjadi nusa, dan sekarang menjadi nusaptel.Saya juga tidak tahu kenapa namanya berubah, atau apa arti akhiran ptel itu. Satu hal yang jelas: bahasa ini katanya mulai diajarkan di training/tutorial di berbagai universitas (kalau tidak salah di antaranya adalah ITS, UKSW, dan Amikom). Training diberikan ke dosen, dan bukan ke mahasiswa. Saya pun tidak tahu versi compiler mana yang diberikan di training tersebut, karena menurut rekan yang ikut milis nusa, belum ada compiler baru yang dirilis.

Kegiatan ini rupanya didukung oleh Depkominfo. Bahkan ternyata ada lelang pengadaan library untuk nusaptel senilai 280 juta rupiah. Kalau dilihat dari jadwal di situs Sistem e-Pengadaan Pemerintah, proyek ini seharusnya sudah berjalan.

Saya sendiri masih agak heran dengan dukungan Depkominfo ini. Apakah boleh seseorang membuat produk (dalam hal ini compiler Nusaptel), lalu minta bantuan pemerintah untuk mempromosikan dan bahkan mendanai untuk membuat librarynya? perlu dicatat Nusaptel ini tidak open source, bahkan tidak tersedia gratis secara umum, perancang bahasanya pun terang-terangan menyatakan bahwa bahasa ini nantinya akan komersial. Untuk mendownload compiler nusa saja, kita harus mendaftar jadi anggota milis (perlu mendapat persetujuan moderator dan bisa ditendang keluar jika membuat kritik, seperti yang terjadi pada saya). Sampai saat ini pun belum ada sama sekali paper baik nasional maupun internasional yang ditulis mengenai bahasa Nusa, jadi produk ini merupakan produk proprietary.

Dalam salah satu komunikasi dinyatakan bahwa lambatnya perkembangan bahasa nusa adalah karena tidak tersedianya dana. Jika itu benar, semoga dana yang diterima untuk pengembangan nusa tersebut bisa dimanfaatkan. Seharusnya 280 juta (yg sekarang setara dengan 27 ribu USD) itu cukup, sesuai dengan kutipan dari situs ini:

“Ridho bercerita pernah mencoba menyerahkan pembuatan translator ke pihak peneliti di AS. “Tapi biayanya mahal sekali berkisar US$10.000 – US$ 30.000 tergantung tipe translator yang diinginkan, apakah mau yang sederhana atau sampai yang mendukung GUI (Graphical User Interface-red). Saya tidak punya uang sebanyak itu,” paparnya.”

Kita tunggu saja bagaimana kelanjutan bahasa ini, apakah benar bisa menjadi bahasa yang besar dengan adanya dukungan pemerintah. Atau justru hal ini akan membuktikan bahwa bahasa tersebut belum layak untuk dikembangkan.

Pertanyaan yang sulit dijawab

Hidup ini tak selalu mulus, ada saja masalah yang kita hadapi. Terkadang menghadapi masalah jauh lebih mudah daripada menghadapi manusia lainnya. Ya namanya manusia punya cara berpikir masing-masing, kadang-kadang kita tidak tahu apa yang mereka pikirkan ketika mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit (bahkan lebih sulit dari ujian di sekolah ataupun masuk perguruan tinggi).

Mungkin ada orang yang hidupnya mulus sejak awal. Sekolah di sekolah terbaik, menemukan pasangan terbaik, menikah di usia seharusnya, memiliki anak yang lucu2 dan pintar2 dengan jumlah terbaik, mengawinkan anak pada waktunya, memiliki cucu dan cicit di masa hidupnya dan diapun mungkin berasal dari orangtua yang hidupnya sempurna. Akan tetapi, dari sekian banyak orang yang saya kenal, tidak ada yang saya tahu hidupnya sesempurna itu, ada saja di satu titik tertentu mereka mengeluh karena berhadapan dengan pertanyaan yang hanya Tuhan yang tahu jawabannya. Lantas kenapa masih banyak orang yang suka bertanya dengan pertanyaan sulit itu kalau mereka sendiri berada di posisi itu mungkin belum tentu suka ditanya begitu. Lanjutkan membaca “Pertanyaan yang sulit dijawab”