Maaf, saya tidak bisa membantu masalah driver Go-jek/Grab

Sejak tulisan saya mengenai bug Go-jek tahun 2016, sudah ada banyak sekali driver yang meminta bantuan saya untuk: unsuspend status driver atau membantu hack aplikasi Go-jek. Saya masih bisa sedikit mengerti kalau ada yang bertanya soal Go-jek, tapi banyak juga driver Grab yang bertanya hal serupa. Semua jawaban saya sama: saya tidak bisa membantu masalah Anda. Silakan diselesaikan dengan pihak Go-jek/Grab.

Biasanya jawaban tersebut dianggap kurang memuaskan, jadi perlu dijawab panjang. Saya sudah capek menjelaskan, jadi akan saya tuliskan jawaban saya di sini agar gampang dilink untuk menjawab. Biasanya pertanyaan awal disambung dengan: Kan dulu Anda bisa ngehack Go-jek, pasti bisa lagi dong?. Begini ya: dulu keamanan mereka itu lemah sekali. Kira-kira keamanannya seperti ini:

Intinya saat itu siapa saja bisa masuk dan mengambil data driver, dan juga data penumpang. Artinya dari mulai KTP, foto wajah, sampai nama Ibu kandung driver bisa diambil, demikian juga informasi penumpang dan berbagai rute yang diambil juga bisa dilihat siapa saja.

Lanjutkan membaca “Maaf, saya tidak bisa membantu masalah driver Go-jek/Grab”

Jalan-jalan itu…

Pepatah berkata: jauh berjalan banyak dlihat, lama hidup banyak dirasai. Gak berasa sudah hampir sebulan mama saya liburan di Chiang Mai dan dengan alasan ada mama saya, kami juga jadi banyak berjalan-jalan melihat ini dan itu diseputar Chiang Mai. Beberapa tempat sebenarnya sudah pernah dikunjungi oppung sebelumnya, tapi kami juga mencari alasan untuk mengunjungi beberapa tempat yang jarang kami kunjungi dan belum pernah dikunjungi oppung sebelumnya.

Jalan-jalan bawa anak-anak itu gak selalu mudah, apalagi kalau anaknya masih belum ngerti diajak foto dan lebih suka bagian jalannya doang dan seperti gak kenal capek. Dipikir-pikir untuk anak-anak, pergi ke tempat baru dan pergi ke tempat yang mereka sudah biasa datangi tidak terlalu berbeda, tapi kalau saya perhatikan, di tempat yang baru mereka lebih aktif dan lebih tak kenal capek, rasa ingin tahu masih tinggi, jadi ya mungkin pengen tahu di mana ujung jalannya hehehe.

Untuk anak berumur 8 tahun, mungkin sudah lebih mudah. Misalnya waktu diberitahu fakta soal bunga Sakura hanya berkembang 2 minggu dalam setahun dan hanya ada ketika musim dingin, fakta itu jadi diingat dan menjadi seperti pengetahuan baru untuk dia. Pengalaman melihat bunganya mungkin biasa saja, tapi kalau ditanya bunganya warna apa, pasti dia ingat. Tapi kalau diajak foto dengan latar bunga-bunga, atau ketika jalan di canopy walk dengan latar belakang dinding kaca bening, ya tetap aja susah buat mendapatkan foto yang bagus.

Sejak teknologi HP makin canggih dan kamera di HP juga makin bagus, sepertinya jalan-jalan itu merupakan kegiatan foto-foto. Masalah apakah fotonya akan dipamerkan atau cuma untuk dilihat kembali sebagai bagian dari memory itu masalah berikutnya. Rasanya memang ingatan kita ini sudah terbatas dan tentunya lebih mudah kalau mengingat suatu peristiwa itu dilengkapi dengan foto-foto.

Jadi nanti mungkin pepatahnya bisa diganti dengan jauh berjalan banyak ambil foto untuk dilihat-lihat kemudian hari jadi kenangan dan bisa mengingat kembali apa yang pernah dirasakan hehehhe.

Me Time Ngapain Aja?

Kemarin di salah satu grup ibu-ibu, saya membaca salah seorang bertanya: apakah ada kelas yang diikuti oleh para ibu, baik itu kelas untuk olahraga ataupun kelas untuk belajar sesuatu. Ini pertanyaan yang jarang sekali muncul dalam grup ibu-ibu. Biasanya pertanyaan yang muncul itu di mana tempat anak umur sekian belajar musik, gambar, sepakbola, dll. Pertanyaan lain juga seputar sekolah yang bagus dengan sekian banyak kriteria yang diinginkan oleh si ibu.

Kalau diingat-ingat, setiap kali saya cerita kalau saya menghomeschool anak-anak, pertanyaan yang paling sering muncul adalah: gimana ijazahnya nanti? dan pertanyaan yang juga lebih sering lagi muncul adalah: gimana sosialisasinya nanti? Tapi gak pernah ada yang bertanya gimana kehidupan sosial ibunya nanti?

Pernah juga baca artikel, kalau katanya jadi ibu homeschooler itu beratnya adalah gak punya lingkungan sosial. Kalau anak dikirim ke sekolah, paling tidak kita punya waktu buat berkegiatan dan di sana pasti punya komunitas sosial, paling tidak ada kumpulan orangtua murid. Nah kalau jadi ibu homeschooler, udah pasti waktunya dipakai buat ngajar anak di rumah, anter anak les yang cuma sebentar doang sehingga gak sempat berkegiatan untuk diri sendiri dan juga pastinya gak ada komunitas orangtua murid.

Saya gak pernah merasa gak punya komunitas, sampai saya baca artikel itu hahaha. Lalu saya berpikir: astaga, ternyata komunitas saya memang sangat sedikit di dunia nyata. Sebagian besar komunitas saya itu adanya online (WA Group dan FB Group). Dan komunitas di online itupun buat saya kadang kurang personal karena sebagian besar belum pernah ketemu secara langsung.

Kembali ke judul, akhirnya dari 1 pertanyaan saya jadi bertanya-tanya ke diri sendiri. Gimana caranya supaya saya bisa punya komunitas dan punya me-time? Dan jawabannya adalah…mencari komunitas homeschooler yang anak-anaknya seumuran dengan anak saya. Mencari komunitas homeschooler di Chiang Mai tidak sulit, yang sulit itu mencari yang hobi dan jadwalnya sama dengan anak-anak saya.

Belakangan ini, saya ketemu satu tempat yang menerima anak-anak homeschooler berumur 3 – 10 tahun 4 kali seminggu. Anak-anak diberikan aktivitas dan juga tentunya bermain bersama dan ada waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang di bawa dari rumah dibantu oleh guru di sana. Tentu saja, saya sangat senang ketemu tempat seperti ini, karena artinya Jona dan Joshua bisa di bawa ke sana dan saya bisa punya waktu untuk diri saya sendiri yay. Eh tapi, saya tidak bawa mereka ke sana 4 kali seminggu, karena toh sabtu dan minggu itu waktu buat keluarga jalan-jalan bersama. Sekali dalam seminggu itu dah cukup buat saya hehehe.

Nah terus, kembali ke pertanyaan di paragraph pertama. Kegiatan apa yang bisa untuk ibu-ibu? Sebenarnya ada banyak yang ingin saya lakukan, saya bisa berenang sekali seminggu, dan saya juga dulu rajin merajut dan belajar menjahit walau akhirnya gak jago menjahit. Kalau berenang bisa sendiri, tapi main benang ini rasanya lebih seru kalau ada temannya. Rencananya saya mau gabung dengan komunitas crafter di Chiang Mai sini, tapi entahlah apakah masih bisa merajut nih, rasanya jari-jari udah kaku lama gak sentuh jarum rajutan hahaha.

Kalau ada waktu lebih, sebenarnya saya masih pingin melanjutkan kursus membaca bahasa Thai. Entah kenapa, kalau gak ikutan kelas, kemampuan baca bahasa Thai saya kayak gak maju-maju dan bahkan cenderung mengalami kemunduran karena gak pernah dipakai. Dari dulu juga sudah belajar baca bahasa Thai, dan setiap kali ikut kelas baru ada kemajuan yang berarti. Tiap ikut kelas, tiba-tiba seperti dapat pencerahan dan semakin mengerti hehehe. Mungkin harusnya cari buku untuk dikerjakan juga seperti kurikulum homeschoolnya Jonathan ya.

Nah sekarang saya mau tanya, kalau kamu punya waktu untuk diri sendiri dari jam 9 pagi sampai jam 3 siang, kira-kira kegiatan apa yang akan kamu lakukan? Jangan bilang me-timenya nonton KDrama atau ngabisin serial di Netflix ya hahahaha.

Target Baca Buku

Udah beberapa waktu belakangan ini, kegiatan membaca buku berkurang banyak dibanding sebelumnya. Jonathan tetap membaca banyak buku, walaupun sepertinya banyak juga yang dia bacanya sebagian-sebagian saja. Dibandingkan Jonathan, saya kalah banyak dalam hal membaca.

Setiap tahun, selalu punya target membaca 1 buku 1 bulan (teorinya 1 buku 1 minggu, tapi mari kita realistis dengan 1 buku 1 bulan), tapi kenyataannya seringkali 1 bulan berlalu tanpa menyelesaikan buku yang sudah dimulai di baca.

Waktu BBW kemarin, sudah membeli beberapa buku. Pulang ke Indonesia kemarin juga membeli beberapa buku lagi untuk di baca. Dari semua buku yang di beli, belum ada yang dibaca sampai tuntas. Lemari buku sudah hampir penuh dan perlu di reorganisasi, tapi yang lebih penting lagi buku-buku yang sudah dibeli jangan sampai gak dibaca sampai berdebu.

Di Depok, ada banyak buku yang kami tinggalkan juga waktu kami pindah ke Chiang Mai. Melihat buku-buku yang kami tinggalkan itu, saya jadi ingat masa-masa kami agak rajin beli buku dan baca buku. Entah kenapa, buat saya kegiatan membaca itu seperti kegiatan musiman, padahal katanya, kalau mau lancar menulis sebaiknya rajin membaca juga. Mungkin ini kenapa belakangan agak sulit menulis ya, karena udah lama ga membaca hehehe.

Bulan ini sudah 11 hari, ada 1 buku yang sudah dimulai baca. Bukunya gak tebal, tapi karena ga dilanjutkan ya ga selesai juga. Sepertinya saya perlu juga menargetkan waktu baca setiap harinya, bukan cuma membuat sehari satu tulisan saja.

Dipikir-pikir, membaca fiksi biasanya bisa lebih cepat daripada non-fiksi. Tapi, kemarin malahan banyakan beli buku non-fiksi. Pantesan saja saya kalah banyak membacanya dibandingkan Jonathan. Mungkin saya harus membuat perlombaan dengan Jonathan dalam hal membaca supaya saya juga jadi membaca buku.

Target baca buku bulan ini, saya ingin membaca 20 menit sehari. Kita lihat saja ada berapa banyak buku yang akan selesai sampai akhir bulan. Kira-kira membaca buku itu enaknya pagi, siang atau malam hari ya? Kalau menulis, sepertinya sekarang ini saya hanya bisa menulis malam, karena entah kenapa dari pagi sampai sore selalu saja gak bisa duduk dengan tenang untuk menulis.

Untuk kegiatan membaca sebenarnya ada beberapa kesempatan membaca tanpa gangguan, terutama kalau lagi nganterin Jonathan les, tapi ya kadang-kadang godaan baca sosmed lebih besar daripada baca buku. Mau ekstrim non-aktifkan paket data pas di luar rumah, tapi eh kebanyakan tempat ada WIFi nya, jadi ya godaan online tetap akan ada. Yang lebih dibutuhkan tentunya disiplin untuk melakukan apa yang direncanakan.

koleksi buku Jonathan dari Gramedia Depok

Mengenai membaca, Jonathan mulai bisa membaca bahasa Indonesia juga. Walaupun waktu membaca bersuara dia masih banyak belum bisa membaca dengan benar, tapi dia sudah bisa menikmati beberapa pilihan buku seri Why yang dia beli di Gramedia kemarin. Buku-buku ini dalamnya disajikan dalam bentuk komik. Dari beberapa buku yang dibeli, rasanya sudah hampir semua dia baca. Nantinya tinggal diulang lagi membaca bersuara sambil mengajari kosa kata bahasa Indonesia.

Mungkin level membaca bahasa Indonesia Jonathan saat ini sama dengan level membaca bahasa Thai buat saya. Jadi kemungkina saya juga perlu cari buku komik untuk melatih kemampuan membaca bahasa Thai saya. Ah sudahlah, daripada pusing baca tulisan cacing, sekarang ini latihan konsisten membaca bahasa Indonesia dan Inggris dulu saja. Kalau sudah bisa konsisten dalam waktu sebulan ini, nanti kita pikirkan untuk membaca tulisan bahasa Thai hehehe. Yuk mari ada yang mau ikutan nemenin saya membaca setiap hari minimal 20 menit?

Mencari Ide Menulis

Baru hari ke-2 tahun 2019 mencoba konsisten untuk menulis sehari satu tulisan, tapi rasanya sudah kehilangan ide mau nulis apa. Ternyata, membangun kebiasaan baik itu memang sulit ya, gara-gara bolos nulis sejak Natal, dilanjutkan bolos nulis sejak tahun baru, rasanya jadi terbiasa untuk tidak menulis setiap hari. Karena hari ini mulai menulisnya juga udah kemaleman, daripada bolos nulis lagi saya akan mencoba menuliskan sumber-sumber mencari ide menulis.

  • Dari bahan obrolan sama pasangan/anak/keluarga: Sumber yang sering jadi ide biasanya adalah dari bahan obrolan. Tapi kadang-kadang gak semua cerita bisa dituliskan di ranah publik, kalau menuliskan di diary mungkin lain ceritanya dan gak perlu berlama-lama mencari ide, apa saja yang terpikir dan terasa langsung deh dituliskan.
  • Dari tontonan atau buku yang dibaca: bisa menuliskan review atau sinopsis dari film atau buku yang pernah ditonton atau dibaca, tapi untuk hal ini saya sering merasa butuh waktu lama menuliskannya, kalau sudah kemalamam pasti gak bisa mereview dengan cepat
  • Dari membaca tulisan orang lain: kadang-kadang ketika membaca tulisan orang lain, terpikir opini kita sendiri dan bisa menuliskan juga dengan versi kita
  • Dari pengalaman atau pengamatan yang kita rasakan sepanjang hari ini atau baru-baru ini: Cerita begini agak sulit pada hari di mana gak pergi ke mana-mana dan hanya ngerjain rutin beberes, masak dan urus anak doang di rumah, karena rasanya tiap hari bisa-bisa ceritanya sama saja :).
  • Dari cerita nostalgia masa lalu atau membandingkan dulu dan sekarang
  • Dari tempat wisata yang dikunjungi atau ada di tempat kita tinggal. Tulisan seperti ini biasanya juga membutuhkan waktu termasuk mencari foto-fotonya, jadi ga bisa ditulis kalau sudah terkantuk-kantuk.
  • Dan ide terakhir adalah menuliskan di mana kita bisa mencari ide menulis seperti yang saya tuliskan ini sambil curhat kalau lagi ga punya ide hahaha.

Katanya menulis harusnya konsisten waktu menulisnya dan sebaiknya pagi hari, udah beberapa bulan mencoba konsisten menulis tiap hari, tapi belum bisa menerapkan menulis di pagi hari. Mudah-mudahan ini karena baru pulang liburan dan rutinnya belum kembali seperti semula.

Saya pernah bikin list topik untuk dituliskan, tapi entah kenapa gak bisa menuliskan sesuai dengan rencana. Kadang-kadang menulis itu cuma butuh dimulai, di awal memang terasa tersendat-sendat, tapi lama kelamaan malahan jadi kepanjangan. Sering juga kalau menulis gak ada topik, bisa ngalor ngidul gak menentu gitu kayak tulisan ini. Kadang-kadang kalau udah mulai ngalor-ngidul malah bingung mau berhentinya gimana hahaha.

Menuliskan ide-ide menulis begini saja rasanya kok ga bisa kepikiran banyak ya, ayo ditunggu sumbang sarannya buat mencari ide menulis apa aja terutama kalau sudah semi mengantuk hehehe.

Jalan-Jalan ke Puncak

Hari ini ga bisa cerita banyak, soalnya ceritanya masih akan bersambung besok. Cuma mau nulis beberapa hal biar ga lupa saja. Jadi hari ini kami ngikut acara Joe dengan teman-temannya ke puncak, acaranya sejenis team building gitu. Nah, karena puncak itu lebih deket dari Depok daripada harus ngumpul jam 6 pagi di pusat kota Jakarta, kami putuskan buat berangkat sendiri.

Rencana awal sih mau berangkat pagi-pagilah, jam 7 atau jam 8 maksimum. Tapi namanya mode liburan, susah banget emang mau siap-siap lebih awal. Akhirnya tadi baru jam 9-an ready buat pesen grab car atau go car. Waktu tempuh ke Puncak itu walau deket dari Depok tapi ga semua driver mau nerima. Mesan Grab Car 2 kali, udah diterima eh dicancel sama mereka. Akhirnya mencoba memesan Go Car, dan akhirnya ada 1 yang mau nerima dan ternyata rumahnya masih sekitaran komplek rumah Eyang. Kayaknya tadinya dia udah mau pulang ke rumah setelah bermacet ria ke pusat kota dan ke Margo City. Tapi ya sepertinya emang rejeki kami (dan rejeki dia), akhirnya ada juga yang mau nganterin kami ke puncak.

Pemandangan begini menyejukkan hati banget ya

Karena kami belum pernah ke tempat tujuan di puncaknya, ya kami bermodal ngikutin Google Map. Ternyata oh ternyata, waktu udah deket ke tujuan, si Google ngasih rute jalan yang seolah lebih dekat tapi malah ga bisa lewat mobil. Waktu masuk ke dalamnya udah merasa aneh, kok jalannya kecil banget, gak mungkin bis bisa masuk ke jalanan ini (rombongan yang lain berangkat naik bis). Dan bener aja, jalannya mentok gak bisa terus lagi. Space buat muter mobil sangat kecil, dan untuk mundur jauh sangat mustahil, karena jalannya selain kecil, pinggirannya itu kali dan ga ada pagarnya juga. Untung mas drivernya jagoan, dan berhasil muter mobil walau maju mundur beberapa kali. Kalau saya yang nyetir, rasanya udah pasti bakal nangis doang di situ nunggu ada yang nolongin buat muterin hehhee.

Setelah berhasil keluar dari jalan itu, baru deh Google Map nunjukkin jalan lain yang lebih masuk akal. Yang saya heran, driver, saya dan Joe sama-sama nyalain Google Map dari titik awal, dan semua menunjukkan jalan yang salah itu. Waktu ngobrol dengan teman yang berangkat lebih dahulu, dia juga ternyata disasarin sama Google Map juga, tapi untungnya sebelum terlalu jauh dan melhat jalanan kecil dia nanya ke penginapan yang dia lewatin di sana. Jadi dia ga sampai harus puter balik seperti kami. 

Jam 11 an, kami sampai di tujuan dan pengalaman disasarin sama Google itu bisa dilupakan. Untungnya tempat tujuannya memang indah, jadi bisa menikmati liburan di Puncak. Udara di siang hari masih agak panas, tapi di malam hari suhunya turun sampai 20 derajat. Jadi teringat dengan musim dingin di Chiang Mai deh.

Besok cerita lebih banyak lagi, karena mata udah ketarik dan tadi nyari tertidur dan hampir menyerah untuk ga menulis hari ini. Tapi demi target sehari satu setoran, jadilah bangun lagi. Ngomong-ngomong ada yang pernah dibikin nyasar oleh Google Map juga?

Cerita Liburan Hari ke -3: Macet Itu Biasa

Hari ke-3 di Depok, kami memutuskan mengunjungi kakak saya di daerah pondok gede/lubang buaya. Pesan grab car, setelah menunggu beberapa saat mobil jemputan datang. Lumayan memang sejak ada fasilitas mobil yang bisa dipesan lewat aplikasi, kalaupun ga ada yang antar kami bisa tetap kesana kemari kalau lagi mudik.

Karena kami ga tau jalan, kami mengandalkan Google maps. Awalnya menurut perkiraan Google Maps bisa tiba dalam waktu 1 jam, kenyataannya baru mau keluar komplek ada penebangan pohon sehingga jalan dialihkan muter. Buat jalanan muternya karena lebih kecil dari jalan utama dan mobil dari 2 arah dialihkan ke komplek yg sama, akhirnya ya makan waktu juga.

Mendekati daerah lubang buaya, ada banyak yang jualan buah bukan hanya di trotoar, tapi ya memakai sebagian jalur lalulintas. Jelas aja dong jalanan jadi macet. Saya bayangkan karena tempat itu bukan pasar, siapa yang mau membeli buah ya minggir di jalan yg harusnya ada flownya, tentunya sumbangsihnya bikin tambah macet lagi.

Pulang ke arah Depok, lagi-lagi Google bilang cuma 1 jam, tapi prakteknya ya malah hampir 2 jam. Alasannya? penutupan jalan karena ada jalan diperbaiki dan rute untuk mutar itu sama dari ke-2 arah, padahal jalan yg dialihkan itu sangat kecil *sigh*.

Saya ga ingin liburan mengeluh macet mulu sehingga ga bisa kemana-mana, tapi saya kagum dan salut dengan semua orang yang bertahan tinggal di Jakarta dan sekitarnya dengan kemungkinan menghadapi macet setiap waktu. Mungkin saya terlalu dimanjakan Bandung tempo dulu dan Chiang Mai, sehingga saya jadi ga biasa hidup berjuang lawan macet. Untungnya Joe juga bukan model orang yang hobi berlama-lama dalam kemacetan, jadi saya rasa Jakarta dan sekitarnya sudah jelas dalam blacklist kalau harus pulang dan menetap di Indonesia.

Main piano dan nyanyi bareng abang Marvel

Anyway, misi kunjungan cukup menyenangkan. Jonathan bisa cukup akur dengan abangnya (anak kakak saya). Jonathan juga bisa dengan cepat ngobrol dengan teman-teman abangnya yang umurnya lebih tua dari dia. Joshua juga ga rewel dan cukup enjoy bernyanyi diiringi piano. Joshua juga mulai tidak terlalu takut dengan orang yang dia baru ketemu. Karena rumah kakak saya di samping gereja, Joshua senang sekali waktu melihat ada pohon natal besar di dalam gereja. Dia mengamati dengan seksama dan sangat tertarik melihat hiasan pohon natal di gereja.

Main bareng Cathy

Pulang dari rumah kakak saya, kami mampir ke rumah adik sepupu Jonathan yang umurnya hampir sama dan dari kemarin datang ke rumah eyang buat nemenin Jonathan dan Joshua main. Setelah puas main-main dan tentunya makan, kami pulang ke rumah eyang. Mudah-mudahan besok-besok kalau keluar rumah lagi ga ketemu macet seperti hari ini, atau mudah-mudahan kami terbiasa dengan macet jadi bisa tetap bersyukur ga nyetir di tengah kemacetan hehehe.