Tulisan kali ini melanjutkan cerita liburan kami ke Chiang Dao bersama teman-teman komunitas Indonesia di Chiang Mai. Setelah hari sebelumnya kami menjelajah goa Chiang Dao yang lumayan bikin kaki pegel, pagi hari kami bangun agak santai. Sebenarnya ada ajakan untuk melihat lautan kabut jam 5.30 pagi, tapi rasanya tak sanggup untuk bangun sepagi itu hehehe.
Ada keanehan dengan ayam jago di Chiang Dao, mereka mulai berkokok dari sejak jam 1 pagi. Untungnya anak-anak ga jadi terganggu dari tidurnya dan saya juga tetap bisa tidur dengan nyenyak. Udara menjelang pagi di sana cukup dingin, tadi pagi kami bangun udaranya masih sekitar 20 derajat celcius.
Karena rombongan tidak ada rencana pergi pagi-pagi, kami memutuskan sarapan di penginapan saja. Kami membawa mie instan cup, ada juga yang bawa roti dan bisa juga membeli sereal di penginapan. Selesai sarapan, anak-anak melakukan eksplorasi disekitar penginapan. Di halaman penginapan kami ditanami sayur-sayuran dan juga mereka mempunyai sebuah ruangan hidroponik.
Hari ini, kami jalan-jalan ke Chiang Dao bareng temen-temen Indonesia di Chiang Mai. Cuma 4 keluarga Indonesia, ga sebanyak rencana semula. Tapi ada 1 teman dari teman, keluarga Thai Singapura, jadi total ada 9 orang dewasa dan 7 anak-anak berusia antara 3.5 tahun – 8 tahun.
Chiang Dao lokasinya gak jauh dari Chiang Mai sekitar 80 km atau 1.5 jam driving, tapi ini kali pertama buat kami ke sini. Kami berangkat santai, sekitar jam 10 dari rumah, dan karena berhenti dulu di jalan, kami sampai di penginapan sekitar jam 12 siang. Kami menginap di Chiang Dao Story Camp, tidak jauh dari tujuan wisata Chiang Dao Cave.
Sebagian dari rombongan memilih tenda dan sebagian tinggal di bungalow sederhana. Setelah menurunkan bawaan, kami memutuskan untuk makan siang di dekat tempat wisata tujuan utama di Chiang Dao, Selesai makan dan istirahat, sekitar jam 2.30 kami pun memutuskan masuk ke Goa di Chaing Dao.
Beberapa hari lalu saya baca artikel mengenai akan adanya pelarangan merokok di tempat umum di Thailand. Tempat umum yang dimaksud termasuk diluar kafe ataupun restoran. Sejak beberapa tahun yang lalu sudah ada pelarangan merokok di dalam tempat makan dan hanya boleh di luar gedung, tapi nantinya di luar gedungpun ada batasan harus lebih dari 5 meter dari pintu masuk.
Selain restoran, peraturan ini juga akan berlaku untuk gedung condo, apartemen, hotel, tempat laundry, rumah ibadah, salon, bioskop, gedung parkir ataupun tempat pijet. Basically semua tempat umum akan ada batasan area dilarang merokoknya. Kalau dulu saya perhatikan denda untuk yang merokok dikenakan 2000 baht, sekarang dendanya sebesar 5000 baht.
Saya punya alergi terhadap bau rokok. Sejak sampai di Chiang Mai rasanya senang sekali karena di sini sangat sedikit orang merokok dibanding di Indonesia dulu. Seingat saya, setiap pulang ke Indonesia, baru sampai di gedung airport yang tertutup dan ber – AC, sudah terasa bau asap rokok. Saya bicara dulu, karena saya berharap sekarang ini di Indonesia sudah lebih baik mengenai peraturan daerah bebas rokok.
Beberapa tahun terakhir ini, pernah juga di Chiang Mai keluar dari bandara ada bau rokok. Waktu tinggal di condo juga pernah beberapa kali merasakan bau rokok kalau lagi berada di balkon, mungkin ada tetangga yang dulu merokok di balkon mereka. Tapi secara keseluruhan, walaupun mungkin banyak yang merokok di sini, saya ga pernah terlalu terganggu dengan bau asap rokok seperti waktu di Indonesia. Saya pernah bilang ke Joe, mungkin sekarang ini yang merokok udah lebih banyak daripada waktu kami baru sampai Chiang Mai. Tapi kalau kata Joe, kemungkinan dari dulu juga ada, tapi karena semua ikut aturan jadi ga terlalu berasa mengganggu.
Saya masih ingat banget kalau ke BEC di Bandung, ruang ber AC tertutup dan jelas-jelas banyak tulisan dilarang merokok dan akan di denda (saya lupa berapa dendanya), dan hampir seluruh lantai terutama lantai basement bau rokoknya sangat berasa sekali. Di dalam mall di Indonesia juga banyak tempat di dalam restoran disediakan tempat merokok di bagian dalam, yang walaupun mungkin ada exhaust fan untuk mensirkulasikan udara keluar, tetap saja ada bau yang lolos ke bagian lain dari mall.
Untuk kalangan perokok, mungkin peraturan baru di Thailand ini akan merepotkan mereka, tapi untuk saya dan non smoker lainnya, tentunya peraturan ini sangat disambut gembira. Nantinya saya tidak perlu lagi merasakan bau asap rokok setiap keluar dari gedung tertentu terutama airport. Sejauh ini, yang saya lihat, perokok di Thailand cukup tertib dan taat aturan walaupun saya ga tahu seberapa banyak orang yang pernah kena denda karena melanggar peraturan. Semoga saja nantinya dengan adanya aturan baru, perokok di Thailand tetap mengikuti aturan dengan tertib.
Peraturan ini akan mulai diberlakukan 90 hari sejak dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Thailand. Mari kita lihat kelanjutan penerapan dari peraturan ini 90 hari sejak 9 November 2018. Siapa tahu, karena adanya peraturan ini, beberapa orang bikin resolusi tahun 2019 untuk berhenti merokok daripada kena dendan 5000 baht hehehe.
Hari ini 8 tahun yang lalu, saya pertama kalinya merasakan yang namanya proses bersalin. Awalnya kirain masih seminggu lagi karena perkiraanya 15 November, mama saya juga baru akan sampai tanggal 10 November. Tapi karena tanda awal sudah berasa, kami datang ke RS Sripat Chiang Mai untuk daftar dan periksa. Proses pendaftaran cukup cepat, tinggal bawa kartu riwayat kehamilan yang di bawa setiap cek ke dokter, passport trus mengisi beberapa form.
Hari itu dokter yang biasa memeriksa saya sejak awal sedang ke luar kota. Rasanya campur aduk, antara pengen bilang ke baby jangan keluar dulu, tungguin dokter dan oppung, tapi ya udah ga nyaman juga bawa perut besar dan kaki dan tangan yang bengkak.
Hasil periksa awal, ternyata sudah bukaan 4, jadi disarankan langsung stay di RS, padahal saya ga merasakan kontraksi yang berarti. Mulai dag dig dug karena bisa jadi bayinya lahir tanggal 8 itu juga. Hati saya tetap ga siap, harapan saya kalau oppung ga ada, minimal pas melahirkan saya ditangani dokter yang memang saya sudah kenal. Harapannya terkabul, dokternya cukup baik hati, walau dia baru tiba dari luar kota jam 8 malam, dia sempatkan periksa saya di Rumah Sakit.
Saya merasa lega ketemu dokter yang saya kenal dan lebih siap kalaupun melahirkan tanggal 8 itu, tapi ternyata kegelisahan saya bikin bayinya menahan diri ga berusaha keluar hari itu juga. Kontraksi ga teratur dan pembukaan tidak bertambah. Mulai jadi gelisah lagi deh, karena labor nya udah sejak malam sebelumnya, berarti lebih dari 24 jam dong.
Keesokan harinya tanggal 9 November, pagi hari ibu dokter udah datang lagi memeriksa saya, karena pembukaan ga nambah, dokter sarankan induksi untuk membantu mempercepat pembukaan. Agak menyesal sebenarnya memutuskan induksi, karena kontraksinya jadi berasa sakit luar biasa. Sebelumnya sampai bukaan 4 itu, saya ga merasakan kontraksi apapun, setelah induksi rasanya gak main-main. Dokter yang menangani saya pro normal, jadi dia akan mengusahakan untuk pasien menjalani induksi dulu dan ga boleh langsung memutuskan caesar untuk anak pertama. Tapi ternyata setelah merasakan sakitnya kontraksi, saya siangnya demam dan detak jantung bayi mulai ga normal dan sore harinya akhirnya saya harus emergency caesarian.
Tadinya memulai posting ini mau cerita tentang rumah sakit, dokter, suster dan pelayanan secara umumnya. Eh udah panjang begini belum sampai ke tujuan semula haha. Kebiasaan ya kalau udah cerita ke mana-mana dulu.
Pengalaman melahirkan 2 kali di Chiang Mai, di RS yang sama, dengan dokter yang sama. Rumah sakitnya oke banget. Kamarnya kayak hotel, ada tv, kulkas, microwave, bed untuk yang nungguin dan bahkan ada 1 kursi sofa lagi kalau misalnya yang nungguin 2 juga cukuplah. Kamarnya besar, tentunya dengan kamar mandi di dalam. Saya terkagum-kagum hahaha, padahal harga paketnya ga lebih mahal waktu banding-bandingkan harga teman saya juga melahirkan di Bandung.
Dokternya pro normal dan pro asi, suster-susternya sangat membantu di hari-hari awal pemberian asi. Pas melahirkan pertama bahasa Thai saya masih sangat terbatas, mereka masih berusaha berbahasa Inggris ke saya. Pas melahirkan ke-2 tahun 2015, bahasa Thai saya semakin lancar, begitu tahu saya bisa berbahasa Thai, mereka langsung pake bahasa Thai. Akibatnya, saya yang pusing sendiri jadi pasien harus berpikir keras tiap mereka ngomong hahahaha.
Karena melahirkan pertama emergency caesarian, waktu melahirkan ke-2 saya langsung putuskan caesar terjadwal. Saya pikir akan lebih sedikit sakitnya, ternyata saya salah, karena jadwal operasi caesarnya pagi, otomatis puasanya jadi lebih panjang. Total puasa itu dari malam sebelum operasi jam 10, sampai keesokan hari setelah caesar jam 7 pagi. Itu rasanya mau pingsan, bukan cuma ga boleh makan tapi juga ga boleh minum. Totalnya hampir 36 jam kali ya saya puasa. Padahal waktu melahirkan pertama, keesokan hari setelah operasi saya sudah boleh makan. Jadi puasanya paling cuma 18 jam. Melahirkan pertama Joe boleh ikut masuk ke ruang operasi, eh melahirkan yang terjadwal suami ga boleh masuk (katanya sih ada peraturan baru dari rumah sakitnya).
Paket melahirkan di RS Sripat Chiang Mai ada 3 jenis, melahirkan normal, natural dan caesarian. Emergency caesarian disamakan dengan caesar. Paketnya termasuk biaya dokter, ruangan, perawatan bayi dan vaksin untuk anak. Biaya tambahan biasanya kalau ada komplikasi dan anaknya butuh obat ekstra. Melahirkan pertama, karena saya demam tinggi, Jonathan sempat diberi antibiotik dan diobservasi 1 malam, tapi tambahannya juga ga banyak kok. Pulang dari RS, akte kelahiran dalam bahasa Thai juga sudah selesai dan akte itu sudah termasuk dalam biaya melahirkan. Bersyukur banget ada paket yang super lengkap begini, jadi ga pusing-pusing lagi untuk urusan administrasi begini.
Oh ya, karena di sini akte lahir itu semua harus dalam aksara Thai, nama anak-anak kami di dalam akte juga dituliskan dalam bahasa Thai. Kami sengaja cari nama yang bisa dituliskan dalam aksara Thai juga. Walaupun banyak juga yang bilang, nanti waktu bikin translasinya bisa saja agak berbeda penulisannya.
Satu hal yang diluar dugaan, karena Joe membayar pajak ke pemerintah Thailand, biaya melahirkan kami bisa direimburse sebesar 13000 Baht. Jadi setelah keluar sekian baht, kembali duit 13000 baht. Kalau ga salah ingat dengan kurs tahun 2010, biaya melahirkan caesar pertama gak sampai 15 juta rupiah. Kurs tahun 2015, biaya melahirkannya sudah lebih mahal karena harga paket rumah sakitnya naik dan kurs rupiah melemah terus, tapi masih di bawah 18 juta rupiah. Biaya tersebut belum dikurangi 13000 baht yang dikembalikan pemerintah Thailand.
Setiap anak sampai umur 6 tahun juga mendapat tunjangan dari pemerintah Thai sebesar 400 baht sebulan. Nantinya kalau masuk sekolah di Thailand, dengan menunjukkan akte lahir, anak itu berhak mendapatkan harga Thai untuk uang sekolahnya. Tapi karena pada akhirnya kami memilih homeschooling, kami belum pernah nerima bagian potongan harga uang sekolah hehehe.
Pengalaman 2 kali melahirkan di Chiang Mai, semua rasanya baik-baik saja. Walau jauh dari keluarga, untungnya mama saya masih cukup sehat untuk datang ke Chiang Mai. Waktu melahirkan pertama, mama saya kami bikinkan visa turis supaya bisa tinggal di sini sampai 2 bulan, tapi waktu anak ke-2 lahir, mama saya di Chiang Mai cukup sebulan saja.
Melahirkan di negeri orang, tentu ada urusan tambahannya. Untuk membuat passport anak-anak, kami harus urus translasi akte kelahiran dari bahasa Thai ke bahasa Inggris. Lalu translasi yang sudah disahkan itu di bawa ke KBRI di Bangkok untuk dibikin surat keterangan lahir. Surat keterangan lahir ini dilengkapi dengan surat menikah orangtua dan foto anak menjadi dasar untuk pembuatan Passport.
Masalah berikut adalah ijin tinggal anak di Thailand. Kebijakan pemerintah Thailand, untuk anak yang lahir di Thailand, tidak butuh ijin tinggal selama anak tersebut gak keluar dari Thailand sampai berumur 16 tahun, jadi kami cukup santai dan ga harus bawa bayi kami ke Bangkok untuk pembuatan passport dan visa, selama kami memang belum rencana ke luar dari Thailand. Untuk penerbangan dalam negeri Thailand, kami harus membawa fotokopi akte lahir bayi sebagai tanda pengenalnya.
Sekitar anak kami berumur setahun, kami baru urus passportnya. Jadi selama hampir setahun, kami ga pulang ke Indonesia. Waktu pulang pertama kali ke Indonesia setelah anak lahir, kami harus mengurus visa untuk anak kami yang berlaku 3 bulan, dan nantinya setelah tiba di sini akan diubah menjadi visa 1 tahun.
Rencana menuliskan pengalaman melahirkan di RS di Chiang Mai saja, tapi jadi kepikiran menyampaikan informasi ekstra soal pembuatan dokumen untuk anak yang lahir di sini. Siapa tahu ada yang berencana tinggal di Chiang Mai dan butuh informasinya hehehe.
Sekarang ini di Chiang Mai ada beberapa mall, tapi mall favorit kami tetap Central Airport Plaza (atau Airport Plaza aja singkatnya). Dulu, kantor Joe lokasinya persis diseberang mall ini, dan dulu mall ini satu-satunya mall di kota ini. Waktu baru datang ke Chiang Mai, di masa belum punya anak, kami cukup sering ke sana untuk sekedar makan siang, atau makan malam dilanjutkan nonton bioskop.
Teringat dulu di Bandung, sebelum pindah ke Chiang Mai, kami juga cukup sering ke BIP dan BEC. Dulu ke mall itu bisa dari siang buat ke salon creambath, refleksi, makan sore dan nonton. Apalagi di masa hotspot untuk online belum banyak dan paket data di HP masih mahal, kadang-kadang ke mall itu buat dapat koneksi internet juga haha.
Sekarang ke mall di sini, lebih sering buat anter Jonathan taekwondo sekalian biar Joshua bisa main di play areanya. dan ya sekalian makan siang/malam. Walau ada banyak restoran untuk dipilih di mall, tapi akhirnya kami seringnya makan di restoran yang itu lagi itu lagi. Mall ini ada 2 foodcourt, dan harga food court ga jauh beda dengan harga di luar mall (berbeda dengan di Indonesia). Di food court lantai 4, belakangan ini di bagian tengahnya ada tempat bermain untuk anak-anak. Joshua senang main di sana walaupun tempatnya kecil.
Airport plaza ini memiliki kamar mandi untuk family, ada 2 ruang menyusui (fitur ini dulu berguna sekali pas jaman masih menyusui, karena saya ga tipe yang menyusui di muka umum dan anak-anak ga ada yang betah menyusui ditutupi dengan kain). Ruang ganti popoknya juga ada hampir di setiap kamar mandi di setiap lantai dan belakangan kami baru tau ada penyewaan stoller dan atau mobil-mobilan yang bisa kita dorong untuk membawa anak dari bayi atau toddler. Baru-baru ini ada kamar mandi khusus untuk anak-anak yang ukurannya disesuaikan untuk anak-anak dan ortu bisa lihat dan bantu (ada pintunya tapi ortu bisa lihat). Jonathan senang ke kamar mandi yang itu, saya senang karena bisa mengawasi dan Jonathan ga perlu ikut ke kamar mandi wanita lagi kalau misalnya papanya ga ikutan bareng-bareng.
Beberapa tahun terakhir, ada Happy train gratis dan setahun terakhir ada soft play area untuk toddler yang gratis. Minggu lalu soft play areanya nambah lagi 1 tempat. Joshua yang dari kecil udah sering diajak ke sana karena anter Jonathan taekwondo 2 x seminggu, udah punya rutin sendiri dan hapal titik bermain yang dia mau. Untungnya semua tersedia di lantai 4. Lantai yang sama dengan tempat Jonathan latihan taekwondo.
Sebenarnya dulu ada soft play area yang berbayar juga di sana, tapi karena Joshua masih terlalu kecil, kami ga masukin dia ke sana, walaupun tempatnya tentunya lebih luas lagi. Lagipula kalau ada yang gratis ngapain bayar ya hehehehe. Anak-anak itu gampang bosan bermain, kalau kita bayar buat 3 jam, tau-tau dia bosan 30 menit, kan rugi rasanya hahaha. Tempat ini sekarang lagi di renovasi, udah beberapa bulan ini direnovasi dan entah kapan selesainya. Selain soft play area, di dalam Robinson juga ada meja Lego yang memperbolehkan anak-anak main gratis. Dulunya cuma ada 2 meja kecil. Sekarang mejanya jadi besar dan yang main bisa tambah banyak. Jadi nambah titik berhenti buat anak bermain di mall.
Yang paling menyenangkan dari kota ini adalah, di mall itu kita bisa parkir dengan gratis. Tempat parkirnya juga cukup luas, ada yang indoor dan outdoor. Dulu jaman masih berdua doang, kami lebih sering memilih parkir outdoor. Setelah punya anak dan ribet bawa-bawa stroller dan takut hujan, kami lebih sering dapat parkir indoor hehhee.
Kadang-kadang, di hari Sabtu sore, kalau ga tau mau ke mana dan cuaca mendung, kami memutuskan ke mall. Ke mall itu buat makan, naik Happy train gratis, main di area bermain gratis, mainan lego gratis dan ya udah pulang. Buat hal-hal gratisan begitu aja bisa beberapa jam di mall. Sebenarnya kalau Joshua udah bisa diajak nonton bioskop, kemungkinan kami bakal lebih lama lagi di mall hahaha. Tapi untuk nonton bioskop kami lebih suka ke mall yang lain sih.
Airport plaza ini di memory saya seperti Bandung Indah Plaza. Mungkin karena sama-sama sering kami kunjungi. Lokasinya juga ga jauh dari rumah (dulu dari rumah kost). Pernah sekali saya salah sebut mau ke Airport Plaza bilangnya mau ke BIP, dan jalan menuju ke sana dalam bayangan saya jalan Dago hahaha.
Kalau sering ke mall tapi bukan buat belanja, bisa disebut anak mall ga ya? hehehe.
Kalau di Indonesia, kita pergi ke manapun selalu ada Rumah Makan Padang. Kalau kita pergi ke negara manapun, restoran Thai juga selalu ada seperti halnya RM Padang di Indonesia. Setidaknya, walau saya belum pernah ke Eropa, tapi dari cerita Joe, waktu dia ke Belanda atau Jerman salah satu restoran yang ada menu nasinya ya restoran Thai ini. Waktu kami ke HongKong, makanan yang cocok buat anak-anak juga akhirnya beli di restoran Thai. Nasi gorengnya Thai dengan nasi goreng versi Indonesia juga beda. Di Indonesia, nasi goreng biasanya agak pedas, di sini nasi goreng gak pedas sama sekali.
Makanan Thai terkenal di mana-mana, dan sebenarnya menurut saya mirip dengan makanan Indonesia. Bumbu dasar yang digunakan juga mirip-mirip. Ada beberapa makanan Thai yang unik karena walaupun bahannya mungkin ada di Indonesia, tapi cara masak dan makannya ga sama dengan di Indonesia. Misalnya ayam bakar di Indonesia di makan dengan nasi bungkus daun pisang dan lalapan, di sini bisa jadi di makan dengan nasi ketan doang.
Makanan Thai favorit anak-anak di sini Nasi Ketan pakai mangga. Rasanya tentu saja manis. Ketannya di masak dicampur santan, lalu ketika disajikan diberi topping santan kental yang sudah dimasak dengan gula dan taburan kacang hijau kupas (yellow mung bean). Biasanya mung bean nya sih ga dimakan sama anak-anak karena keras. Nasi ketannya jadi berasa manis karena santan kental yang dicampurkan manis, mangga Thai yang berbeda dengan yang ada di Indonesia juga bikin rasanya tambah nikmat. Ada banyak jenis mangga di Indonesia, dan tidak ada yang sama rasanya dengan mangga di sini. Mangga Thailand itu rasanya lebih soft dan manis.
Sebelum tinggal di Chiang Mai, rasanya makan nasi ketan itu kayak makan cemilan doang dan bukan makan beneran, tapi setelah melihat di sini, nasi ketan itu diperlakukan seperti nasi juga. Jadi di sini orang suka makan somtam (papaya salad) dengan nasi ketan, atau makan ayam bakar (gai yaang) dengan nasi ketan, atau makan sate babi (muu ping) dengan nasi ketan. Makan pake nasi ketan ini tergolong praktis, karena misalnya kalau lagi piknik, nasi ketan yang dibungkus dalam plastik bisa dipegang seperti megang kue. Jadi nasi ketan di tangan kiri, lauknya di tangan kanan (ayam bakar atau sate babi). Makannya ga butuh piring deh. Awalnya saya merasa aneh, lama-lama berasa praktisnya, apalagi anak-anak juga bisa makan dengan cara begitu.
Waktu tinggal di Condo (jaman belum punya anak), makanan favorit kami Pad Thai Kung. Pad Thai ini sebenarnya mirip mie goreng, disajikan dengan udang, toge dan kacang tumbuk halus. Biasanya pesan pad thai pake hoy thoot (omelette isi mussel/oyster). Dulu punya langganan yang bertahun-tahun harganya ga naik. Beli 2 porsi Pad Thai dan 2 porsi Hoy Thoot cuma 100 Baht.
Menu favorit anak-anak yang juga sebenernya biasa saja adalah nasi dengan telur dadar yang diberi daging giling babi di dalamnya (khaw khai jiaw muu sap). Kadang-kadang di dalam telur dadarnya ditambahkan juga berbagai sayur seperti wortel, daun bawang dan bawang bombay iris. Oh ya, sebagai informasi, karena Thailand ini penduduk mayoritasnya beragama Budha, kebanyakan menu mengandung babi. Daging sapi merupakan makanan yang ga selalu tersedia di restoran di sini
Menu lain yang sempat jadi favorit anak-anak yaitu Thai style braised pork leg on rice (khao kha muu) yang dimasak sampai lembut dengan kuah kecap. Mungkin ini kayak semur babi ala Thailand ya. Saya ga tahu sebutan namanya dalam bahasa Indonesia. Biasanya makanan ini di sajikan dengan telur rebus juga. Rasanya agak manis tapi masih gurihlah.
Salah satu menu yang sering disajikan restoran halal di sini (walau ga selalu) nasi briyani ayam atau nasi briyani daging. Sayangnya karena rasa bumbunya kadang terlalu banyak kunyit, sampai sekarang anak-anak ga mau makannya. Saya ga tahu aslinya ini makanan Thailand atau makanan Malaysia ya?
Menu lainnya Khao Man Gai (mirip nasi lemak ayam/nasi hainan). Nah menu ini saya juga ga tau apakah asli Thailand atau dari Malaysia/Singapura. Nasinya di masak dengan kaldu ayam. Ayamnya ada 2 versi, ayam rebus atau ayam goreng. Untuk ayam goreng, sepertinya basically ayam yang udah dikukus di goreng tepung lagi.
Gimana dengan Tom Yum Kung, dan makanan Thai yang pedas lainnya? ini kayaknya akan ditulis dalam posting terpisah saja. Sekarang fokusnya makanan Thai yang sering kami makan dulu hehe.
Setelah ditunda lama, sekarang saatnya menuliskan kembali soal Chiang Mai Zoo. Dulu pernah menuliskan soal Chiang Mai Zoo, tapi beberapa hal sudah cukup banyak berubah.
Banyak renovasi dilakukan dan secara keseluruhan dalam 10 tahun terakhir tempat ini makin ramai. Info lengkapnya bisa dilihat di websitenya. Tulisan ini menceritakan pengalaman setelah mengunjungi Chiang Mai Zoo berkali-kali dalam kurun waktu 12 tahun.
Harga tiket masuk Chiang Mai Zoo
Seperti umumnya banyak tempat wisata di Thailand, Chiang Mai Zoo menerapkan perbedaan harga antara orang asing dan orang lokal.
Berbeda dengan Kebun binatang di Indonesia, di sini tempatnya luas sekali dan pengalaman sehari itu ga cukup buat melihat semuanya. Beberapa tempat di dalamnya hanya bisa dikunjungi jika kita membeli tiket tambahan.
Skema tiketnya itu terpisah antara tiket masuk, tiket parkir, tiket shuttle keliling, tiket melihat Panda, tiket masuk snowdome, tiket waterpark dan tiket melihat Aquarium.
Berikut ini perbedaan harga tiket untum lokal dan orang asing.
Tiket masuk Lokal/Asing
Dewasa 100/150 THB Anak (dibawah 135 cm) 20/70 THB Pelajar dan Mahasiswa lokal 50 THB
Harga shuttle keliling zoo
Dewasa 30 THB Anak-anak 20 THB
Harga tiket parkir
Mobil 50 THB Motor 10 THB Sepeda 1 THB
saya ga yakin kalau sepedanya bukan sepeda gunung bisa kuat untuk dikayuh di dalam zoo.
Untuk harga lainnya bisa di cek di websitenya. Kami cukup beruntung bisa dapat harga lokal, setiap masuk kami membeli 2 tiket dewasa, 2 tiket anak dan 1 tiket parkir.
Total biaya masuk 290 baht. Kami tidak perlu membeli tiket shuttle, karena di Chiang Mai Zoo pengunjung boleh membawa kendaraan masuk, ada banyak tempat parkir tersedia untuk melihat show yang diinginkan.
Kartu keanggotaan
Beberapa waktu lalu, saya baru mendapat info kalau kita bisa membuat kartu anggota untuk mengunjungi beberapa zoo di Thailand termasuk Chiang Mai Zoo.
Biaya pembuatan kartu anggota 2000 THB, berlaku untuk membawa mobil plus 5 orang di dalamnya. Dulunya kartu ini bisa dipakai seumur hidup, lalu mereka mengurangi menjadi berlaku 5 tahun, dan sekarang dikurangi lagi masa berlakunya untuk 2 tahun.
Kami memutuskan untuk membuat kartu anggota, karena tahun ini saja kami rasanya sudah lebih dari 5 kali ke Chiang Mai Zoo.
Rencananya dalam 2 tahun ini kami akan mengeksplorasi tiap titik yang menarik di Chiang Mai Zoo seperti halnya kami lakukan dengan Ratchapruek.
Dengan tiket standar ini saja sebenernya ada banyak yang bisa di lihat. Ada beberapa pertunjukkan yang bisa dilihat tanpa kita harus membayar ekstra.
Pertunjukan ini ada jadwalnya, jadi kalau mau lihat sebaiknya atur waktu jangan terlalu lama di tempat lainnya.
Yang menarik di Chiang Mai Zoo
Biasanya setiap ke Zoo kami merencanakan mau melihat apa. Tempat yang paling sering kami kunjungi itu Aquarium, Koala di Kids Zoo Zone dan Penguin.
Kalau masih belum terlalu capai dan waktunya pas, kami melihat animal show. Kami pernah melihat seal show, tapi tempatnya waktu itu menurut kami bau amis jadi sekali saja cukup.
Aquarium Chiang Mai Zoo
Kalau kami berencana ke aquarium, biasanya kami tidak akan mengunjungi yang lain, karena melihat aquariumnya saja sudah menghabiskan waktu sekitar 2 jam.
Jonathan senang memberi makan ikan pakai botol dot kalau kami mengunjungi aquarium. Kadang2 di dalam aquarium juga ada pertunjukkan di mana ada penyelam yang masuk ke dalam aquariumnya memberi makan ikan – ikan besar.
Ada juga kegiatan memberi makan ikan pari. Untuk memberi makan ikan kita harus membayar 20 baht/botol nya.
Harga tiket masuk aquarium Chiang Mai lokal/asing
Dewasa 220 / 520 THB Anak-anak 150 / 390 THB
Tiket aquarium ini kadang-kadang ada promosi, misalnya kadang ada promosi tiket masuk zoo plus aquarium hanya 220 Baht.
Biasanya kalau mau ke aquarium kami akan langsung beli tiketnya di pintu masuk zoo, kalau beli belakangan di pintu masuk aquariumnya biasanya gak dapat promosinya, belum lagi kalau tiba-tiba dicharge harga asing, kan berasa banget tuh beda harganya.
Sejauh ini sih kami bisa dapat harga lokal dengan menunjukkan driving licence lokal.
Snow dome dan Panda
Jonathan sudah pernah kami ajak ke snowdome dan melihat panda sebelum ada Joshua, tapi Joshua belum kami ajak. Rasanya biasa saja sih di dalam snowdomenya, Pandanya juga kelihatan malas-malasan doang.
Panda dan snowdome ini tempatnya bersebelahan. Untuk masuk ke dalam Panda dan Snowdome kita harus membeli tiket lagi. Kadang ada promosi seperti aquarium juga, misalnya tiket masuk plus melihat panda hanya 120THB saja.
Tiket melihat Panda lokal/asing
Dewasa 50/100 THB Anak-anak 20/50 THB
Tiket SnowDome harga lokal dan asing sama saja.
Dewasa 150 THB Anak-anak 100 THB
Untuk masuk ke dalam Snow Dome, kita dipinjamkan jaket tebal dan sepatu boot yang sesuai berjalan di atas es. Masalahnya terkadang kalau anak kita badannya kecil banget, ukuran jaket dan sepatunya masih kegedean semua.
Di dalam snowdome sudah pasti dingin, dan jalannya licin. Anak-anak ditemani orangtuanya mendapat kesempatan untuk meluncur di atas ban besar yang dibuat seperti boat.
Di dalam snowdome biasanya ya cuma foto-foto dan karena dingin banget kebanyakan ga berlama-lama di dalam.
Koala dan Kids Zone
Tempat yang dulu paling sering dikunjungi itu koala, karena tempat ini dekat ke kids zone yang ada playgroundnya. Belakangan ada library juga di dekat playground.
Tapi setelah menemukan tempat parkir yang langsung ke perpustakaan dan playground tanpa lewati tempat koala, kami belakangan ga selalu mengunjungi koala.
Penguin
Selain koala, kami sering mengunjungi pinguin. Dulu Jonathan pernah berkesempatan memberi makan pinguin (dengan biaya tambahan), tapi beberapa tahun terakhir pinguinnya dipindah ke tempat baru, dan sepertinya sudah tidak ada lagi kegiatan memberi makan pinguin.
Tempat pinguin yang sekarang cukup menarik karena kita bisa melihat pinguin berenang seperti di dalam aquarium.
Turtle Kingdom
Hari ini kami mengunjungi turtle kingdom untuk pertama kali. Ada banyak berbagai species turtle dan tortoise. Ada yang besar dan kecil.
Di turtle kingdom kami melihat ada buaya, iguana dan Boa Constrictor juga. Saya ga tahu kenapa mereka mengelompokkan buaya, iguana dan boa constrictor sebagai bagian dari turtle kingdom.
Waterpark buat anak-anak
Waduh ceritanya sudah panjang, padahal ini belum semuanya. Masih ada beberapa tempat yang belum pernah kami kunjungi di dalam Chiang Mai Zoo.
Tempat yang mungkin akan menarik buat anak-anak main air ada waterpark. Kita perlu bayar ekstra untuk masuk waterpark ini, tapi relatif murah. Dewasa 50THB, anak-anak 20THB. Mungkin lain kali kami akan ke sana.
Penutup
Sebagai catatan, dulu selain shuttle berupa bus, kita bisa juga naik monorail untuk keliling Zoo. Sayangnya, sejak beberapa tahun lalu monorailnya sudah tidak ada lagi.
Jonathan pernah sekali kami ajak naik monorail, akan tetapi monorailnya sudah tidak ada lagi setelah Joshua lahir.
Di dalam Chiang Mai Zoo ini ada banyak sekali informasi yang bisa di baca mengenai binatang yang ditampilkan. Selain informasi mengenai nama dan habitat atau negara asal, beberapa tempat juga memberikan gambaran sistem pernapasan ataupun sistem pencernaan dari hewan yang ada.
Di bagian perpustakaan anak-anak, ada juga ketrangan mengenai perkembangan alat yang dipakai untuk menangkap hewan liar dari jaman dulu sampai jaman sekarang.
Saya cukup senang melihat zoo di sini bukan karena melihat hewan dari dekat saja, tapi dengan adanya informasi yang ditampilkan, diharapkan anak-anak bisa belajar dari apa yang dilihat dan dibaca.
Bagaimana kebun binatang di kota kalian? ada apa saja di sana, yuk berbagi cerita di kolom komentar.