Tidak semua sarjana itu sama

Saya kadang gemes kalo melihat pembelaan seseorang yang bunyinya kira-kira begini “dokter saya bilang begitu kok”, “temen saya yang udah Phd aja percaya kok”, dsb. Intinya adalah terlalu percaya pada seseorang yang berpendidikan, tapi tidak mau mengecek sendiri. Istilahnya dalam logika adalah argument from authority. Sebenarnya ini tidak selalu salah, tapi yang perlu diingat adalah para “ahli”, “sarjana”, “dokter”, “teknisi”, juga bisa salah.

Di sini saya cuma ingin mencontohkan saja, beberapa orang yang *semestinya* sih ahli, tapi mungkin tidak akan saya percaya 100% tanpa meminta pendapat orang lain, atau mengecek sendiri fakta-fakta yang ada.

Saya punya banyak teman yang sudah jadi dokter, saya kenal mereka waktu masih sekolah dulu, sebagian memang sangat hebat, tapi ada juga yang sebenarnya nilainya pas-pasan, masuk ke universitas swasta. Saya tidak tahu apakah di sana dia belajar dengan benar, ataukah banyak mencontek seperti waktu masih sekolah menengah dulu. Nah apakah saya akan percaya kalo teman saya ini menyarankan “nggak usah vaksinasi”? Tentunya nggak. Ini karena saya tahu seperti apa dulu teman saya itu, nah bagaimana kita bisa tahu kalau dokter-dokter yang Anda percaya itu benar-benar hebat dan bukan sekedar mata duitan (dan dulu lulus dengan nilai pas-pasan)?
Lanjutkan membaca “Tidak semua sarjana itu sama”

Beberapa barang kecil dari dealextreme

Meskipun di posting sebelumnya saya menyatakan bahwa beli barang elektronik murah itu bisa berbahaya, tapi saya biasanya nekat aja 🙂

Akhir bulan Desember saya kembali memesan beberapa barang dari situs Dealextreme (saya sudah pernah membahas situs ini di posting ini), barangnya baru sampai tanggal 10 Januari. Paketnya seperti ini:



Kalau dari dekat:

Lanjutkan membaca “Beberapa barang kecil dari dealextreme”

Waspada membeli barang elektronik murah

Saya suka barang elektronik yang harganya murah, benda-benda yang tidak bermerk, misalnya saya banyak membeli barang dari DealExtreme. Tapi saya sadar bahwa benda murah bisa berbahaya. Beberapa contohnya adalah:

  1. Cat bisa mengandung timbal. Sangat berbahaya untuk anak kecil.
  2. Batere dalam peralatan elektronik bisa meledak. Untuk benda dengan batere AA/AAA atau batere jam, mungkin tidak apa-apa.
  3. Adaptor bisa merusak benda lain. Contohnya lihat ini. Contoh lain: saya pernah mendapati card reader sangat murah yang merusak SD Card.

Dan mungkin masih banyak bahaya yang lain.

Jadi jika ingin membeli benda elektronik atau akssori elektronik yang aman: carilah benda yang tidak perlu dipegang terlalu sering, hanya menggunakan batere kapasitas kecil (atau tanpa batere) , tidak terhubung ke benda mahal (jika benda tersebut punya potensi merusak). Contoh benda yang menurut saya cukup aman: kabel, jam meja (saya punya dengan indikator temperatur), dan benda-benda hiasan lainnya.

Sebenarnya tidak ada jaminan 100% bahwa merk terkenal pasti aman, tapi biasanya mereka punya quality control yang lebih baik. Selain itu, jika ada masalah, biasanya mereka bisa dituntut dengan mudah. Contohnya adalah dalam kasus batere iPod Nano yang cacat, yang ada kemungkinan meledak, akhirnya diganti gratis oleh Apple.

Barang Berguna

Sejak bisa mencari uang sendiri, saya banyak beli barang-barang. Kebanyakan barang-barang elektronik: komputer dan berbagai aksesorinya, handphone dan berbagai aksesorinya, printer, scanner, kamera digital, gps, peralatan jaringan, dsb, sampai komponen-komponen elektronik microcontroller, multimeter, kabel, timah, solder, obeng, dsb. Kadang-kadang saya merasa diri saya sangat boros, tapi biasanya selalu membela diri bahwa barang-barang itu “berguna” buat saya.

Ada beberapa level kegunaan barang yang saya beli:

  1. Benar-benar berguna, dipakai setiap hari, sampai setidaknya lebih dari setahun. Contohnya, saya beli iPod touch yang benar-benar dipakai setiap hari untuk browsing, mendengarkan musik, membaca twitter, dsb. Contoh lainnya adalah komputer yang saya pakai setiap hari.
  2. Berguna untuk proyek Alkitab. Saya punya dua proyek Alkitab open source, Symbian Bible dan BiblePlus. Untuk mengembangkan itu, saya membeli banyak HP. Sebagian HP-nya dipakai cukup lama, sebagian lagi cuma dipakai sebentar, tapi saya merasa sudah puas kalau HP-nya sudah terpakai untuk mengembangkan program Alkitab.
  3. Berguna untuk mengerjakan proyek tertentu. Minimal uangnya terganti dari proyek yang saya kerjakan.
  4. Berguna untuk menambah ilmu.

Untuk hal yang terakhir ini, ukuran apa yang saya pakai bahwa ilmu saya sudah bertambah?

  1. Sudah membuat kode program untuk benda itu. Misalnya saya membuat OTP untuk jam EZ430, atau ROM update tool untuk Acer E130.
  2. Sudah membuat tulisan mengenai benda tersebut.
  3. Sudah mengoprek benda tersebut, misalnya sekedar menginstall Linux pada Dingoo, atau menjailbreak Kindle.
  4. Untuk komponen elektronik, minimal saya sudah mencoba komponen tersebut di breadboard.

Setidaknya kalau dari ukuran saya, lebih dari 75% barang-barang yang saya beli adalah barang-barang yang berguna, bukan hanya sekedar beli, lalu tidak terpakai.

Aplikasi Mobile (untuk developer)

Ada beberapa yang baru mulai akan belajar mobile development, dan bertanya ke saya: saya harus belajar teknologi yang mana? Sayangnya pertanyaan ini sulit dijawab, karena menurut saya jawabannya adalah “tergantung”. Tergantung waktu Anda, dana Anda, dan risiko yang ingin Anda ambil. Saya akan coba enumerasi satu persatu teknologi yang ada. Saat ini ada teknologi yang “common” bagi semua, yaitu HTML, ini akan saya bahas terakhir.

Pertama Anda bisa belajar Objective C untuk memprogram iOS (iPod Touch, iPhone, iPad). Ini adalah OS mobile yang paling menjanjikan (dalam hal keuntungan materi). Ratusan orang sudah mendapatkan jutaan dollar, ribuan developer mendapatkan ratusan ribu dollar. Tapi perlu dicatat juga: puluhan ribu developer lain tidak mendapat apa-apa, atau mendapat uang yang sedikit sekali. Anda perlu investasi hardware yang cukup mahal, dan jika ingin aplikasinya selalu teruji di hardware terbaru, Anda perlu membeli hardware baru setiap kali ada versi iPhone/iPad yang muncul. Pemrograman harus dilakukan di OS X. Artinya harus berinvestasi uang untuk membeli MacBook atau iMac (atau investasi waktu mengoprek Hackintosh sampai berjalan dengan baik).

Jika Anda menguasai objective C, ilmunya (sebagian) bisa dipakai untuk mengembangkan aplikasi desktop di OS X juga, tapi secara umum, pasar untuk aplikasi desktop Apple jauh dibawah aplikasi mobile Apple. Sebenarnya selain Objective C, ada yang namanya MonoTouch, Anda bisa memprogram iOS menggunakan .NET (aplikasi ini berbayar, jadi investasi ekstra lagi).
Lanjutkan membaca “Aplikasi Mobile (untuk developer)”

Aplikasi Mobile

Saya bukan expert dalam hal aplikasi mobile, walaupun sudah membuat beberapa aplikasi untuk J2ME, Symbian, BlackBerry, dan Android. Karena banyak teman-teman yang bertanya mengenai dunia mobile, saya akan mencoba menceritakan situasi dunia mobile saat ini. Biasanya pertanyaannya adalah “HP yang mana yang harus saya beli” (ini biasanya end user), dan “teknologi mana yang harus saya pelajari” (ini developer).

Saya tidak akan bercerita panjang lebar mengenai sejarah mobile, langsung lompat ke saat ini. Posting ini juga hanya berisi informasi untuk end-user, rencananya saya akan membuat posting lagi untuk developer (bahasa apa yang dipakai, bagimana marketnya, dsb).

Lanjutkan membaca “Aplikasi Mobile”

Standard Ganda

Setelah menjadi orangtua saya banyak belajar. Salah satu hal yang paling nyata adalah kita sering menetapkan standard ganda dalam hidup ini mulai dari hal-hal yang sederhana sampai hal-hal yang ideal.

Contoh nyata yang terjadi pada saya yang masih harus saya ubahkan:

  • saya berharap Jonathan punya rutin yang teratur setiap harinya terutama jam tidur siang dan tidur malam padahal saya sendiri bukan orang yang bisa konsisten dengan rutin yang sama setiap harinya sebelum punya anak. Tapi sekarang saya belajar kalau saya mau Jonathan punya rutin yg teratur saya juga harus mendisiplinkan diri untuk hidup lebih teratur
  • Jonathan sering menuntut nonton video sambil makan (awalnya karena Jonathan susah makan saya putarkan video youtube), saya berharap Jonathan bisa duduk manis dan makan ga sambil menonton, padahal saya sendiri kadang menyuapi Jonthan sambil melakukan sesuatu (sambil makan, sambil melihat laptop dan sambil2 lainnya).
  • Saya berharap Jonathan bisa sabar kalau meminta sesuatu, padahal saya sendiri bukan orang yang sabar :(. Saya harus belajar lebih sabar untuk mengajarkan kesabaran pada Jonathan.

Ada banyak contoh-contoh lain yang saya temui dalam komunitas ibu-ibu yang saya ikuti, mereka sering tidak sadar kalau mereka menetapkan standar ganda untuk hal-hal berikut:

  • berharap anak tidak suka makanan instan/fast food padahal orangtuanya sendiri sehari-hari makananya ya instan dan fastfood
  • berharap anak tidak suka jajan padahal orangtuanya suka jajan
  • berharap anaknya tidak pilih-pilih makanan padahal orangtuanya sendiri sering pilih-pilih makan
  • berharap anaknya rajin membaca padahal orangtuanya lebih rajin nonton tv

Kita ga bisa pake standard ganda karena anak akan meniru kita (apalagi bayi yang setiap harinya berinteraksi dengan orangtuanya). Apa yang kita lakukan itu yang akan ditiru anak. Jadi dari sekarang saya dan Joe harus hati-hati kalau mau Jonathan jadi anak yang suka membaca misalnya kami juga harus mencontohkan sering membaca dari sekarang dan bukannya malah lebih sering menonton TV misalnya.

Untuk banyak hal kami ga terlalu strict, mungkin kami akan mengijinkan sesekali makan makanan instan, sesekali jajan , dan sesekali nonton TV asalkan ga selalu begitu (karena kami sendiri begitu). Yang sering saya perhatikan banyak orangtua berharap anaknya melakukan hal yang dia sendiri ga bisa ga melakukannya (misalnya melarang merokok padahal ortunya merokok). Banyak juga yang berharap anaknya menjadi anak yang berbudi bahasa baik padahal dirumah (atau di facebook misalnya) suka berkata-kata kasar.

Intinya menurut pengalaman saya yang belum banyak ini, dalam membesarkan anak kita ga bisa punya standar ganda, mungkin kita bisa berharap anak sekolahnya lebih tinggi dari kita atau nantinya lebih berhasil dalam kehidupan dibanding kita, tapi untuk banyak hal dasar anak itu seperti salinan dari kita orangtuanya yang nanti akan dibentuk lagi di lingkungan setelah dia besar dan punya kedewasaan dalam berpikir. Jadi penting buat kita menjadi contoh dalam segala aspek kehidupan bahkan hal terkecil sekalipun.

Kita harus menjadi contoh nyata buat anak kita, supaya dia ga bisa bilang: “ah mama dan papa aja ga begitu” *lap peluh*