Awal Merajut

Banyak orang yang terheran-heran kenapa saya tiba-tiba rajin merajut dan menjahit. Mereka yang pada umumnya mengenal saya sebagai orang yang tidak pernah peduli dengan hal-hal lain selain buku pelajaran. Ada lagi yang mengenal saya sebagai seorang lulusan s1 dan s2 itb. Rasanya sejak kecil saya lebih berprestasi dalam bidang akademis daripada menunjukkan bakat dalam bidang keterampilan.

Oh ya sebenarnya saya tidak terlalu suka menuliskan terlalu detail dengan kehidupan saya di Internet. Saya lebih suka kalau orang melihat hal-hal yang menyenangkan yang terjadi pada saya daripada saya berbagi hal menyedihkan. Buat saya, setiap orang punya masalah masing-masing, saya tak ingin menambah masalah orang lain. Ya memang sih bercerita tentang masalah bisa membuat lega, tapi untuk bercerita tentang masalah saya pilih bicara kepada sahabat-sahabat saya dari hati ke hati. Lanjutkan membaca “Awal Merajut”

Mereka yang suka protes

Inti posting ini sebenarnya ingin “mencela” orang-orang yang suka “mencela”. Konteks utamanya adalah dalam hal orang yang suka mempertanyakan: kenapa si Risna belajar crochet, menjahit, dsb? Kebanyakan waktu luang ya? Ngapain jauh-jauh di luar negeri kalo cuma belajar menjahit? Jadi ilmu kuliahmu S1 dan S2 ITB gak kau pake? Lalu berikutnya: kenapa belajar menjahit yang ini? kenapa gak belajar jahitan/model baju thai? kenapa gak belajar keahlian yg lain aja?

Waktu saya berkenalan dengan Risna, sampai dengan menikah, Risna belum bisa menjahit, bisa sedikit crochet, tidak bisa masak, tidak bisa nyetir mobil ataupun motor, belum bisa berbahasa Thai, dan kemampuan bahasa Inggrisnya terbatas. Tiga bulan setelah menikah, kami pindah ke Thailand, karena pekerjaan saya. Sekarang kami sudah lebih dari 2 tahun di sini. Saya bekerja full time, sedangkan Risna bekerja 4 hari seminggu (tiap harinya full time). Satu hari dia gunakan untuk aneka kegiatan di luar pekerjaan.

Jadi selama 4 hari, Risna menggunakan ilmu yang dipelajarinya bertahun-tahun di bangku S1 dan S2 ITB. Karena lebih sering pamer soal hobbynya, sebagian orang menyangka Risna tidak bekerja. Kalau Risna tidak pernah ‘ngember’ dengan status facebook mengenai pekerjaan, rapat, dsb, itu karena kami pikir hal-hal pekerjaan tidak pantas untuk ditaruh di media pertemanan (kecuali mungkin ada hal-hal khusus yang tidak menyangkut pekerjaan, misalnya tentang H1N1 di sekitar gedung kantor). Berapa banyak sih orang di sekitar Anda yang pekerjaannya sesuai dengan jenjang kuliah yang diambilnya? Alasan lain Risna suka memamerkan pekerjaannya adalah karena dia sendiri bangga, dan merasa “wah ternyata aku bisa bikin ini ya”.

Ketika sampai di Thailand, Risna tidak langsung mulai bekerja. Dia belajar bahasa Thai, dan karena dia harus pergi sendiri, dia belajar menyetir. Sekarang Saya dan Risna sudah memiliki SIM Thailand. Ketika les Thai, Risna berkenalan dengan beberapa orang, termasuk yang mengajarinya untuk knitting. Dari awal knitting itu, Risna bisa mengembangkan diri, karyanya sudah banyak (silakan lihat di risna.info). Apakah bahasa Thai dan belajar merajut tidak berguna? Risna mempraktikkan bahasa Thai ke siapa saja, termasuk ke tukang pijat. Dia bahkan belajar rajutan khas Thailand dari tukang pijat di depan apartemen, yang akhirnya diajarkan ke banyak orang asing di mailing list (lihat ini, sudah pernahkan Anda bisa mengupload suatu keahlian yang belum pernah dicantumkan di Internet?).

Berada di negeri orang artinya jauh dari masakan yang biasa kita makan. Sekarang Risna sudah bisa memasak aneka macam masakan kesukaan saya (bahkan bisa membuat Tempe dari kedelai, membuat empek-empek dari tepung, membuat tape ketan, martabak, dsb). Ini semua dilakukan tanpa pembantu lho. Dia sudah mengembangkan aneka macam cara untuk meminimasi waktu yang diperlukan supaya bisa memasak sepulang kerja. Misalnya: memotong sayuran di weekend, dan memasukkan ke freezer, serta menggunakan food processor dengan optimal.

Awal tahun ini dia belajar menjahit, dan sekarang dia sudah bisa menjahit beberapa baju, celana, dsb. Perlu dicatat bahwa pelajaran diberikan dalam bahasa Thai, bukan dalam bahasa Inggris. Dari kemampuannya menjahit, ketika membeli pakaian, sekarang dia mampu menilai apakah suatu pakaian bagus atau tidak (baik dari segi bahan, jahitan, dsb). Sekarang ini yang dijahit Risna masih merupakan baju yang umum, tapi mungkin suatu saat Risna juga akan mempelajari baju khas yang ada di sini.

Apakah Risna terlalu banyak waktu luang? jawabannya: tidak. Risna bekerja serius setiap hari, melakukan testing program untuk sebuah perusahaan di Eropa, dan melakukan dokumentasi sistem (dalam bahasa Inggris). Apakah berarti Risna tidak pernah santai? jawabannya juga tidak. Dia merajut sambil menonton TV. Dia sempat menyelesaikan seluruh episode Ally McBeal sambil merajut beberapa karya. Kami masih mengikuti lebih dari 7 serial televisi. Kami masih pergi ke bioskop setiap kali ada film bagus.

Buat Anda yang suka memprotes orang: ngapain sih belajar menjahit/merajut/dsb? kebanyakan waktu luang ya? dsb. Cobalah tanya ke diri Anda sendiri: Anda ngapain aja? apakah Anda yang tidak terlalu banyak nonton sinetron atau bergosip? (padalah itu bisa sambil merajut). Saya menanyakan ini, karena kebanyakan orang yang bisa mengatur waktunya (dan punya hoby sama/sejenis dengan Risna), tidak pernah memprotes dan mempertanyakan hobby orang lain. Karena orang-orang ini tahu bahwa hobby akan membuat hidup semakin menyenangkan, menambah pengetahuan, dan bisa dilakukan asalkan kita bisa mengatur waktu kita.

Tambahan: Risna tidak langsung bekerja ketika sampai Thailand, dan andaikan nanti Risna tidak bekerja lagi pun, saya tetap mendukungnya. Segala ilmu yang telah dipelajari di bangku kuliah selama bertahun-tahun sudah pernah digunakan dalam berbagai pekerjaan yang pernah dia lakukan (jadi engineer, dosen, dsb), dan akan tetap bisa diamalkan secara tidak formal dalam aneka bidang kehidupan. Dalam keluarga Kristen, beban bekerja adalah kewajiban seorang suami, kepala keluarga. Jika Risna ingin bekerja, itu pilihannya.

Pertanyaan aneh lain

Ini saya mau menyambung tulisan saya tentang Hacking dan Reverse Engineering. Posting tersebut membahas beberapa jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya agak advanced. Tapi saya masih dapet banyak pertanyaan dari pemula. Misalnya: “gimana sih caranya membongkar email yahoo/gmail/dsb?” atau “gimana caranya mendapatkan account/password YM/Gtalk/facebook/dsb punya orang lain?”, atau
gimana caranya dapetin IP orang lain, atau melacak lokasinya?”.

Sebelum menanyakan pertanyaan-pertanyaan semacam itu, cobalah berpikir logis: kalau Yahoo/Google/Microsoft atau perusahaan lain membiarkan ada lubang keamanan yang sangat besar sehingga siapapun bisa membajak account semua orang, apakah mereka tidak akan dituntut dan apakah orang-orang tetap mau menggunakan layanan mereka?.

Lanjutkan membaca “Pertanyaan aneh lain”

Aplikasi Toko Online dengan Google AppEngine

Ceritanya Risna dan temennya mau buka toko online (needleyarn.com). Risna dah mencoba-coba aneka shopping cart, baik yang populer ataupun yang nggak. Selama beberapa minggu Risna mencoba memakai dan mengkustomisasi Joomla + Virtuemart. Fiturnya memang sip, tapi ada beberapa kelemahannya. Kelemahan pertama loadingnya berat (ketika loading, total ukuran halaman utama saja sudah 1.5 mb), kelemahan berikutnya adalah proses pembelian tidak seperti yang diharapkan (harus ada registrasi dsb). Proses managemennya juga sulit dan kadang membingungkan (misalnya untuk insert video youtube saja harus menginstall modul tertentu).

needleyarn

Sebenarnya banyak sekali orang Indonesia yang membuat situs belanja (online shop) kecil di multiply dan blogspot, dan cara belanja yang sederhana itu cukup diminati banyak orang. Biasanya toko di multiply/blogspot itu hanya sekedar etalase. Setelah melihat gambar dan deskripsinya, orang bisa memesan via email dengan menyebutkan produknya. Karena tokonya kecil, maka belum tentu produk tersedia, dan ongkos kirim juga belum bisa dihitung. Untuk produk handmade, pemilik toko belum tentu sempat membuatkan pesanan. Pemilik toko akan mengkonfirmasi mengenai ketersediaan dan harga. Jika sudah, maka transfer melalui rekening bank akan dilakukan (mengingat banyak yang belum punya paypal dan kartu kredit, serta banyak yang tidak yakin memakai kartu kredit di Internet). Tidak ada proses registrasi, jadi sifat tokonya semi manual.
Lanjutkan membaca “Aplikasi Toko Online dengan Google AppEngine”

Kalau Ragu Tanya Google

Banyak orang salah menggunakan “worthed” ketika yang dia maksud adalah “worth it”, memakai “dateline” (baris tanggal) padahal dia ingin menuliskan “deadline” (tenggat/batas waktu). Hal sederhana tersebut sebenarnya bisa dicek dengan mudah di Google. Cara pertama adalah dengan mencari definisinya, tapi biasanya orang akan bingung membaca definisi yang rumit. Cara kedua lebih mudah: bandingkan jumlah hasil pencariannya, yang lebih banyak biasanya benar.

Misalnya, mencari kata “worthed” akan menunjukkan ada 136.000 hasil, sedangkan “worth it” menghasilkan 83.500.000 hasil. Anda lalu bisa mengecek beberapa hasil pertama, apakah kata yang ingin Anda pakai itu memang yang Anda cari. Kata “worthed” merupakan kata dalam bahasa Inggris kuno yang sudah tidak dipakai lagi (artinya “To befall; betide” atau “terjadi”). Perhatikan bahwa jika kita ingin mencari frasa, harus dilingkupi kutip “seperti ini” (jika tidak ada kutipnya maka hasilnya adalah halaman yang ada kata “seperti” dan kata “ini”).

worthed

worth_it

Lanjutkan membaca “Kalau Ragu Tanya Google”

Tutorial membuat interpreter/compiler

Rasanya banyak sekali orang yang ingin bisa membuat interpreter dan/atau compiler. Sejak setahun yang lalu saya sudah berniat menuliskan artikelnya, tapi selalu terdistract hal yang lain. Nah kemarin saya sempat membereskan tulisan yang belum selesai itu, sudah ada 5 bagian. Ternyata agak sulit menuliskan penulisan compiler dalam format tutorial, karena saya harus berusaha menjelaskan isi program bagian demi bagian.

Tutorial ini semoga bisa berguna untuk Anda yang ingin membuat bahasa pemrograman baru, baik yang general purpose, maupun yang domain specific.

Untuk Anda yang berminat membaca, silahkan kunjungi http://yohan.es/compiler/. Kritik, saran, dan komentarnya ditunggu.

Nusa jadi Nusaptel

Sudah lama saya tidak mendengar kabar bahasa pemrograman Nusa. Ternyata sekarang namanya berubah (lagi) menjadi Nusaptel. Dulu di awal namanya adalah batak, lalu berubah menjadi nusa, dan sekarang menjadi nusaptel.Saya juga tidak tahu kenapa namanya berubah, atau apa arti akhiran ptel itu. Satu hal yang jelas: bahasa ini katanya mulai diajarkan di training/tutorial di berbagai universitas (kalau tidak salah di antaranya adalah ITS, UKSW, dan Amikom). Training diberikan ke dosen, dan bukan ke mahasiswa. Saya pun tidak tahu versi compiler mana yang diberikan di training tersebut, karena menurut rekan yang ikut milis nusa, belum ada compiler baru yang dirilis.

Kegiatan ini rupanya didukung oleh Depkominfo. Bahkan ternyata ada lelang pengadaan library untuk nusaptel senilai 280 juta rupiah. Kalau dilihat dari jadwal di situs Sistem e-Pengadaan Pemerintah, proyek ini seharusnya sudah berjalan.

Saya sendiri masih agak heran dengan dukungan Depkominfo ini. Apakah boleh seseorang membuat produk (dalam hal ini compiler Nusaptel), lalu minta bantuan pemerintah untuk mempromosikan dan bahkan mendanai untuk membuat librarynya? perlu dicatat Nusaptel ini tidak open source, bahkan tidak tersedia gratis secara umum, perancang bahasanya pun terang-terangan menyatakan bahwa bahasa ini nantinya akan komersial. Untuk mendownload compiler nusa saja, kita harus mendaftar jadi anggota milis (perlu mendapat persetujuan moderator dan bisa ditendang keluar jika membuat kritik, seperti yang terjadi pada saya). Sampai saat ini pun belum ada sama sekali paper baik nasional maupun internasional yang ditulis mengenai bahasa Nusa, jadi produk ini merupakan produk proprietary.

Dalam salah satu komunikasi dinyatakan bahwa lambatnya perkembangan bahasa nusa adalah karena tidak tersedianya dana. Jika itu benar, semoga dana yang diterima untuk pengembangan nusa tersebut bisa dimanfaatkan. Seharusnya 280 juta (yg sekarang setara dengan 27 ribu USD) itu cukup, sesuai dengan kutipan dari situs ini:

“Ridho bercerita pernah mencoba menyerahkan pembuatan translator ke pihak peneliti di AS. “Tapi biayanya mahal sekali berkisar US$10.000 – US$ 30.000 tergantung tipe translator yang diinginkan, apakah mau yang sederhana atau sampai yang mendukung GUI (Graphical User Interface-red). Saya tidak punya uang sebanyak itu,” paparnya.”

Kita tunggu saja bagaimana kelanjutan bahasa ini, apakah benar bisa menjadi bahasa yang besar dengan adanya dukungan pemerintah. Atau justru hal ini akan membuktikan bahwa bahasa tersebut belum layak untuk dikembangkan.