Hari ini saya mau cerita soal Sukothai Historical Park. Berdasarkan informasi yang kami dapat dari pihak hotel, akan ada acara khusus untuk menjelang malam tahun baru. Park yang biasanya tutup jam 7 sore itu akan dibuka sampai tengah malam. Awalnya kami berencana mengeksplor Sukothai Historical Park ini sejak pagi, tapi karena mendengar kabar tentang acara sampai malam, kami merubah rencana untuk berangkat sore hari saja sampai agak malam.
Jadi, ngapain aja pagi harinya sebelum berangkat ke tujuan utama? Namanya juga liburan, kami bangun siang dan sarapan di hotel. Selesai sarapan, kembali ke kamar dan mandi-mandi. Eh, tau-tau udah jam makan siang hahaha. Ini namanya liburan makan tidur.
Sebelum lupa dengan berbagai fakta selama liburan akhir tahun kemarin, ada baiknya saya memulai menceritakan perjalanan Akhir tahun 2019 kemarin. Kami berangkat hari Sabtu tanggal 28 Desember 2019 dan kembali ke Chiang Mai tanggal 31 Desember 2019. Kenapa gak sekalian malam tahun baru di Sukothai? Karena tanggal 2 Januari 2020, Joe sudah masuk kerja lagi. Lagipula, kami bukan tipe yang keluar malam tahun baru untuk melihat keramaian count down.
Di mana Sukothai itu?
Sukothai itu letaknya sekitar 300 Km dari Chiang Mai. Sukothai masih merupakan area utara dari Thailand, tapi lebih dekat ke arah tengah Thailand. Bisa dibilang Sukothai ini ada di antara Chiang Mai dan Bangkok. Biasanya, liburan akhir tahun banyak orang berlibur ke arah utara Thailand termasuk Chiang Mai karena udaranya dingin, kami sengaja melawan arah supaya menghindari tempat yang terlalu padat.
Rencana liburan ke Sukothai ini sebenarnya bisa dibilang agak mendadak. Walaupun sudah lama tinggal di Chiang Mai, kami termasuk jarang traveling dalam Thailand karena jatah libur Joe biasanya kami pakai untuk pulang ke Indonesia. Kebetulan akhir tahun 2018 dan tahun baru 2019 kami sudah pulang agak lama ke Indonesia, dan akhir taun 2019 pekerjaan di kantor Joe juga sedang super sibuk, jadi kami memang tidak ada rencana untuk pulang ke Indonesia. Tapi karena di Thailand ada libur akhir tahun sekitar 5 hari (dari hari Sabtu sampai hari Rabu), maka tidak ada salahnya ambil kesempatan liburan.
Naik apa Chiang Mai – Sukothai?
Liburan akhir tahun ini bukan cuma kami saja, kami berangkat dengan salah satu keluarga Indonesia yang juga sudah lama di Chiang Mai (dan 5 tahun yang lalu, waktu Joshua belum lahir, kami juga liburan akhir tahun bareng). Berhubung mereka sudah pernah ke Sukothai sebelumnya, urusan perencanaan diserahkan ke mereka (kali ini saya gak usah sibuk browsing cari ini itu hehehe).
Awalnya, kami berencana menyewa mobil dengan 7 tempat duduk dan gantian menyetir mobil. Perjalanan ke Sukothai kalau ditempuh dengan mobil itu sekitar 4,5 – 5 jam. Jalan lintas antar provinsinya cukup bagus, dan hanya sedikit area yang banyak belokannya. Tapi, setelah mempertimbangkan supaya semua bisa menikmati liburan tanpa ada perasaan lelah menyetir, kami putuskan naik bus saja. Naik bus dari Chiang Mai ke Sukothai biayanya cukup murah, dewasa membayar 290 baht, anak-anak 210 baht (jadi kami sekeluarga membayar 1000 baht).
Untuk perbandingan, kalau kami menyewa mobil, biasanya biaya sewa mobil 1 hari saja belum termasuk bahan bakar sekitar 2000 Baht – 2500 Baht. Kalau sewa beberapa hari, tentu saja totalnya jadi lebih mahal. Lagipula, tujuan yang ingin dikunjungi di Sukothai sudah jelas, dan bisa dilakukan dengan naik songtew ataupun tuktuk. Untuk tujuan yang agak jauh dari Sukothai, kami menyewa mobil 1 hari saja di sana.
Jangan bandingkan perjalanan menggunakan mobil pribadi dengan menggunakan Bus antar kota. Kalau soal nyamannya dan cepatnya, pastilah naik mobil pribadi akan lebih nyaman dan cepat. Tapi kalau nyetir sendiri artinya ada kemungkinan lelah kalau-kalau jalanan macet. Perjalanan dengan Bus antar kota ini banyak berhentinya karena ada beberapa penumpang yang naik dan turun di beberapa kota di antara Chiang Mai dan Sukothai sehingga waktu tempuhnya jadi lebih lama dari perkiraan sebelumnya.
Perjalanan Chiang Mai – Sukothai
Total perjalanan dari Chiang mai ke Sukothai dengan naik bus sekitar 7 jam. Bus berhenti di Lamphun, Lampang, dan Tak sebelum sampai ke Sukothai. Sukothai juga ternyata bukan titik berhenti terakhir dari Bus yang kami tumpangi. Setelah kami turun, bus masih melaju lagi menuju Phitsanulok dan berhenti terakhir di Khon Kaen. Mungkin kapan-kapan, bisa direncanakan untuk mengunjungi kota-kota lain tersebut.
Oh ya, catatan tambahan kalau mau naik bus Chiang Mai – Sukothai, sebaiknya ditanyakan apakah ada kamar mandi di dalam karena perjalanan cukup lama dan repot kalau tidak ada kamar mandi di dalam. Apakah disediakan makanan (tergantung operatornya ada yang berhenti makan siang, dan ada yang hanya memberikan snack saja. Jangan lupa untuk persiapkan bawa jaket karena AC nya lumayan dingin. Kalau membawa anak kecil, ada baiknya siapkan makanan kecil/makanan yang memang anak itu suka. Karena kalaupun ada berhenti untuk makan, ada kemungkinan makanannya tidak cocok untuk anak-anak.
Kami bersyukur sepanjang jalan, anak-anak tidak ada yang mabuk di jalan, ada sedikit perjalanan dari Lamphun menuju Lampang yang jalannya cukup banyak belokannya dan membuat agak pusing, tapi tidak ada kejadian mabuk darat hehehe.
Ada apa di Sukothai?
Ada 2 tujuan utama untuk dilihat di perjalanan kami ke Sukothai, yaitu: Sukothai Historical Park dan Si Satchanalai Historical Park. Kedua tempat ini sama-sama berisi reruntuhan temple yang dibangun dari jaman kerajaan Sukothai yang dikelola oleh pemerintah Thailand dengan bantuan UNESCO dan disahkan sebagai World Heritage Site. Sesuai dengan namanya, perjalanan kami ke Sukothai ini sebenarnya juga dalam rangka mengenalkan sejarah Thailand ke Jonathan (sambil kami juga belajar lagi hehehe).
Salah satu temple di Sukothai Historical Park
Salah satu temple di Si Satchanalai Historical Park
Ada banyak templenya, bukan cuma yang ada di foto ini saja.
Di mana menginap di Sukothai?
Kota Sukothai ada sebutan old city (kota tua) dan new city (kota baru) seperti halnya di Chiang Mai. Kota tua nya merupakan kota yang terletak dekat dengan tujuan wisata. Ada banyak penginapan di sana, tapi biasanya untuk mencari makanan agak lebih terbatas pilihannya. Kami memilih untuk menginap di new city dengan alasan kemudahan mencari makan malam dan juga mini market kalau dibutuhkan membeli ini dan itu. Selain itu, di new city ada pasar malam yang hanya ada di hari Sabtu. Pasar malam itu juga sempat kami kunjungi karena lokasinya sangat dekat dengan tempat kami menginap.
Suasana pasar malam yang hanya ada di hari Sabtu malam
Jarak antara old city dan new city tidak jauh, cuma sekitar 12 km. Untuk mengunjungi kota tua, ada banyak pilihan mulai dari songtew, tuktuk, ataupun sewa songtew. Oh ya, dari terminal bus ke penginapan, kami menyewa songtew dengan membayar 200 baht. Jarak dari terminal bus ke penginapan di new city tidak lebih dari 10 menit. Dari penginapan ke old city kami naik songtew dan membayar 300 baht 1 kali jalan. Jadi pulang pergi sekitar 600 baht. Sedangkan untuk perjalanan ke Si Satchanalai yang berjarak sekitar 60 km dari Sukothai, kami menyewa mobil dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore dengan biaya 2500 baht (termasuk supir dan bahan bakar).
Cerita lengkapnya mengenai kunjungan kami ke reruntuhan temple yang ada akan saya lanjutkan di bagian berikutnya ya.
Setelah beberapa hari tidak menulis, dan setelah liburan akhir tahun 2019 kemarin, ada banyak sekali yang ingin dituliskan di blog ini. Tapi ijinkan saya mengucapkan selamat memasuki tahun 2020 kepada teman-teman yang mampir ke blog ini.
Sedikit oleh-oleh dari liburan akhir tahun ke Sukothai dan Si Satchanalai kemarin adalah: kita tidak tau apa yang ada di depan kita, sampai kita menjalaninya. Kadang ketika melihat rintangan, ada perasaan takut dan ingin berhenti atau berbalik arah. Tapi kalau kita jalani bersama-sama, ada perasaan lebih berani untuk menjalaninya. Dan ketika kita sampai di tujuan, ada perasaan bangga dengan diri sendiri karena sudah mengalahkan ketakutan dan kekhawatiran, walaupun mungkin tempat tujuan itu belum tentu super indah seperti yang kita pikirkan sebelumnya.
Apapun hasil dari perjalanan kita, tetap bersyukur karena kita sudah mengalahkan rasa takut dan selamat sampai tujuan. Bersyukur kita tidak kalah sebelum bertarung. Perjalanannya tidak kalah penting dari tujuannya.
Bersiap-siap untuk petualangan di Si Satchanalai Historical Park dengan sepeda
Aduh jalan-jalan apa meditasi sih kemarin itu ya hahaha. Jadi begini latar belakang renungan di atas. Alkisah, kami ke salah satu tempat wisata historical park tanpa membaca buku panduan terlebih dahulu. Seperti semua orang, kami memutuskan sewa sepeda untuk keliling historical park nya.
Kami mengikuti jalur yang banyak orangnya saja. Terus eh, kok di depan ada tanjakan dan ada larangan menaiki sepeda sambil menanjak. Kalau mau naik, kita harus menuntun sepeda kita atau tinggalkan saja di bawah.
Larangan menaiki sepeda sambil menanjak
Awalnya sempat ragu-ragu untuk naik ke atas tanjakan. Kami kuatir waktu turun malah lebih susah lagi, atau takut masih jauh dan ada tanjakan berikutnya. Takut kecewa juga kalau tujuannya tak seberapa indah. Kepikiran juga apa sebaiknya sepedanya ditinggalkan saja di bawah dan jalan ke atas.
Karena sama-sama tidak tahu berapa jauh lagi lokasi tujuan setelah tanjakan itu, kami memutuskan menuntun sepeda ke atas tanjakan. Lebih baik bersiap-siap, siapa tahu masih jauh tujuannya.
Keliatan gak tanjakannya? di foto sepertinya gak seberapa ya
Ternyata, setelah menuntun sepeda dengan susah payah, masih ada tangga lagi untuk naik ke atas. Setelah berhasil membawa sepeda sambil jalan menanjak, rasaya naik tangga tidak seberapa. Tapi alamak, ternyata botol minum yang saya bawa isinya hanya setengah dan Joe tidak bawa minum sama sekali. Tapi dengan ada yang sedikit itupun masih lebih baik daripada tidak sama sekali.
Sampai di atas, Joe yang mendorong sepeda naik sambil bawa Joshua di boncengan sepeda udah mau pingsan sepertinya hahaha. Tapi ya setelah istirahat beberapa menit, akhirnya bisa menikmati pemandangan dari ketinggian. Tentunya walaupun tidak terlihat ketinnggiannya berapa, penting banget buat foto di sana haha.
Setelah beristirahat, baru deh bisa senyum pas di foto
Kalau tenaga sudah terkumpul, siapa takut untuk naik lebih tinggi lagi. Akhirnya Joe dan Joshua naik ke atas reruntuhan templenya juga. Waktu saya bilang ke Joshua: I’m so proud of you Joshua, terus Joshua jawab: I’m so proud of you too mama. Iya saya bangga Joshua mau duduk manis di sepeda walau sebelumnya gak biasa dibonceng sepeda. Nggak ngeluh walau panas-panasan matahari. Mau naik tangga dengan semangat walau sampai atas mukanya merah kepanasan. Semangat buat eksplorasi tempat baru walau belum sepenuhnya mengerti tempat apa ini.
Udah sampai atas, naik sampai atas lagi deh
Perjalanan turun tidak sesulit perjalanan naik karena kami memutuskan kembali ke arah kami datang. Kalau saja kami sudah tahu sebelumnya, mungkin kami akan memutuskan meninggalkan saja sepeda di bawah. Kalau kami sudah tahu sebelumnya, mungkin kami juga akan memutuskan untuk tidak usah naik saja karena tanpa sepedapun tanjakannya lumayan terjal.
Pesan lainnya: ketidak tahuan bisa membuat kita lebih berani dan mencoba dengan lebih gigih. Kalau sudah tahu dan tetap ingin menjalani, bisa membuat kita lebih bersiap-siap dengan membawa minuman lebih banyak atau tidak perlu bawa sepeda naik karena pasti akan turun lagi.
Tahun 2020 ini dimulai dengan berbagai berita yang tidak semuanya membahagiakan. Di Jakarta, kakak saya (dan banyak penduduk di berbagai area Jakarta) rumahnya dan mobilnya terendam banjir. Beberapa orang lagi liburan keluar kota, dan tidak tahu bagaimana nasib rumahnya.
Di Chiang Mai, polusi sudah dimulai sejak akhir tahun lalu dan entahlah akan membaik atau tidak. Di Australia, musim kering membuat banyak semak-semak terbakar dan hampir seluruh daerah dilanda asap. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi di depan kita. Tapi untuk semua hal yang akan datang, mari kita hadapi bersama dengan berani dan tidak cepat menyerah.
Tetap bersyukur untuk semua hal yang akan kita hadapi di tahun 2020 ini.