Mr. Rogers dan Daniel Tiger’s Neighborhood

Dari sejak Jonathan kecil, kami sudah tahu tentang serial Daniel Tiger’s Neighborhood. Sekarang sejak Joshua mulai mengerti juga, kami putar ulang film Daniel Tiger yang dibikin berdasarkan tokoh Mr. Rogers.

Baru-baru ini kami menonton dokumenter mengenai Mr. Rogers dan filosofinya mengenai anak-anak. Sejak dulu sampai sekarang saya terkesan dengan cara-cara dia menghadapi anak-anak yang mana saya masih sangat perlu banyak belajar. Katanya kita harus menaruh kepercayaan pada -anak. Kalau mau tahu siapa itu Mr. Rogers, bisa dibaca di link ini. Singkatnya Mr.Rogers ini orang baik yang perhatian untuk perkembangan anak-anak dan berusaha supaya ada tayangan tv untuk anak-anak yang bermutu.

Ada banyak hal yang dibahas dalam dokumenter tersebut, hal-hal yang mungkin sebelumnya sudah terpikir tapi ga pernah saya renungkan. Tulisan ini bukan mau mengajak merenung tapi sekedar menuliskan hal-hal yang ingin saya ingat dalam mendidik dan membesarkan anak-anak kami. Dalam dokumenter tersebut ditunjukkan bagaimana dia berargumen untuk mendapatkan dana meneruskan tayangan acara TV nya (dan PBS pada umumnya). Video argumennya ada di Youtube.

Mr. Rogers sewaktu kecilnya pernah menjadi korban bully. Setelah besar, dia tidak pernah menyukai menonton TV, tapi dia terinspirasi untuk menggunakan TV dalam mendidik anak-anak. Mungkin sekarang ini banyak yang bilang: ah no screen time lah, ga bagus itu TV. Tulisan ini bukan mau debat soal screen time.

Mr. Rogers memperlakukan anak-anak semuanya spesial. Katanya kita tidak perlu melakukan sesuatu yang khusus untuk mendapatkan kasih sayang dari orang lain. I like you just the way you are. Anak-anak juga diajarkan untuk menjadi diri sendiri dan menerima orang lain di sekitarnya tanpa membuat orang lain merasa kurang sesuatu. Dalam program TV nya dia juga mengajarkan bahwa ga semua orang sama, dan perbedaan itu biasa aja. Walau berbeda tapi bisa tetap bermain bersama.

Kebanyakan program TV untuk anak-anak yang menghibur seperti Tom dan Jerry, Mickey Mouse ataupun Donald duck sebenarnya kurang mendidik, kerjanya berantem mulu dan kejar-kejaran. Apalagi Donald Duck yang kerjanya ngomel mulu hehehe. Banyak tontonan anak-anak juga menunjukkan adegan tembak-tembakan atau tokoh superhero yang jago berantem dan bisa terbang. Ada banyak kasus di mana anak-anak tidak bisa membedakan apa itu imajinasi dan kenyataan. Anak yang berpikir hanya memakai cape/jubah seseorang bisa terbang bisa jadi cedera ringan sampai parah kalau dia coba-coba lompat dari ketinggian setelah memakai kostum berjubah.

Di acaranya Mr. Rorgers Neighborhood, dia mengenalkan banyak konsep dengan dunia imajinasi. Anak-anak diajak berimajinasi tapi ya disebutkan ayo kita berandai-andai/make believe. Dia juga berusaha memberikan pengertian dengan cara sesederhana mungkin ke anak-anak. Dia selalu berusaha mendengarkan dengan perhatian penuh kalau ada anak yang bertanya atau bercerita.

Sekarang ini salah satu kalimat yang sering disebutkan Joshua adalah: let’s make believe with me. Mungkin Joshua belum ngerti sepenuhnya apa yang harus dilakukan atau apa sih make believe itu, tapi kami berusaha meresponnya untuk mengembangkan imajinasinya juga.

Serial kartun Daniel Tiger yang diproduksi berdasarkan acara Mr.Roger’s Neighborhood mengenalkan instruksi berupa lagu yang mudah diikuti. Beberapa contoh yang dulu sering kami pakai ke Jonathan: When you sick, rest is best. Biasanya kalau Jona lagi sakit, dia suka bosan disuruh tidur terus dan ga boleh lari-larian atau lompat-lompat seperti biasa, tapi kalau diingatkan kalimat itu dia jadi ingat di kartun Daniel Tiger disarankan supaya cepat sembuh ya harus istirahat.

Kalimat yang juga sering sangat berguna adalah ketika udah harus tidur tapi anak-anak masih pengen main ini dan itu. Di film diajarkan: it’s almost time to bed, so choose one more thing to do. Biasanya kalau diingatkan begitu Jonathan ga ngeyel pengen begini begitu lagi.

Sekarang ini, Joshua masih sulit diajarkan untuk ga lari sendiri kalau di mall. Kalimat yang kami pakai meniru Daniel Tiger: Stop, and listen, to stay safe. Biasanya kalau kalimat-kalimatnya diucapkan sambil dinyanyikan, Joshua akan ikuti dan cukup berhasil buat dia berhenti. Dulu dia ga mau pegang tangan saya kalau lagi di luar, tapi sekarang dia sudah lebih mau pegang tangan dan mendengarkan instruksi.

Sebagai orang tua, kami ikut menonton apa yang anak-anak tonton, dan Daniel Tiger ini banyak memberi ide bagaimana mengajarkan sesuatu ke anak-anak. Ada pelajaran potty training, pelajaran ke dokter, ke pantai, taking turn waktu di playground, ada juga soal meminta maaf dan berterimakasih.

Anak-anak juga diajak mengenal emosinya, misalnya: it’s okay to be sad sometimes, little by little you’ll feel better again. Sekarang ini kami sedang mengajarkan Joshua ikut membantu beberes mainan, dan saya sering ajak nyanyi clean up, pick up, put away. Karena nulis blog ini saya jadi googling dan menemukan daftar lengkap lagu yang ada di film Daniel Tiger Neighborhood bisa dilihat di link ini.

Hong Kong Trip: Kowloon Park, dan The Peak

Tulisan ini merupakan bagian dari cerita jalan-jalan kami ke HongKong sejak 18 September – 23 September 2018.

Hari Sabtu, 22 September 2018 merupakan hari terakhir dimana kami bisa jalan-jalan melihat HongKong. Ada banyak pilihan sebenarnya yang bisa dikunjungi, tapi kami putuskan untuk ke The Peak saja. Tapi sebelum ke The Peak, kami pengen ajak anak-anak ke playground di Kowloon Park. Lokasi Parknya juga ga jauh dari hotel.

Traveling dengan anak-anak ga bisa bikin itinerary yang banyak, kami juga sengaja ga menargetkan harus berangkat pagi-pagi. Pengennya ya jalan-jalan santai saja. Sekitar jam 10 lewat kami baru keluar dari hotel, tujuan pertama ke Kowloon Park mengikuti google map, jalan kaki sekitar 8 menit.

Seperti kebanyakan tempat di HongKong, dari luar ga keliatan kalau tempat itu adalah park yang sangat besar. Kowloon Park ini ada kolam renangnya segala, sekitarnya tertutup tembok tinggi. Masuk ke dalam, kami mencari playground. Jalan masuk ke dalam yang kami temukan, kami harus menaiki tangga, mungkin ada pintu masuk lain yang stroller friendly karena di dalam kami melihat banyak juga yang bawa anak di stroller.

Playgroundnya ada banyak slide dan cukup luas. Area playgroundnya dicover dengan lapisan soft tile. Matahari sudah agak terik dan beberapa slide terasa panas, tapi anak-anak masih bisa enjoy main di sana dan ada banyak juga yang datang bermain ke taman. Sementara anak-anak main, saya main pokemon di bangku pinggiran playground yang disediakan untuk yang nungguin anak main hehe.

Di park itu ada banyak pokestop. Hari itu sedang ada pokemon community day, dan kalau diliat sekilas hampir semua pokestop dipasang lure module, hal seperti ini ga pernah saya lihat di Chiang Mai. Sepertinya orang-orang di HongKong lebih rajin main Pokemon Go.

Setelah anak-anak puas bermain sekitar 1 jam, kami memutuskan untuk ke tujuan selanjutnya, tapi karena udah jam 12 lewat dan kami melewati Mc Donald, kami memutusan makan dulu supaya ga kelaparan nantinya. Antrian di Mc Donald agak panjang, hari itu hari Sabtu dan banyak yang baru selesai berenang memutuskan makan juga di Mc Donald. Setelah memesan makanan, saya baru menyadari ternyata makan di Mc Donald HongKong harganya cukup murah dibandingkan makan di restoran-restoran yang sebelumnya kami datangi, pantesan aja ramai ya. Menu Mc Donald di HongKong ga ada nasi, jadi Joshua ga mau makan. Joshua juga ga mau makan kentang. Jadi selesai dari Mc Donald, kami pindah ke restoran lain yang jual spaghetti carbonara. Selama di Hong Kong, Joshua agak sulit makan, menu yang dia makan cuma nasi telur atau spaghetti carbonara.

Selesai makan, kami memutuskan untuk ke stasiun Tram The Peak. Dengan bantuan google map kami menemukan stasiun MRT. Waktu sebelumnya kami berencana membeli octopus card untuk keperluan naik MRT dan bayar berbagai hal di HongKong, tapi karena hari-hari sebelumnya saya dan anak-anak cuma eksplore seputar hotel, jadi kami baru berkesempatan naik MRT di hari terakhir ini.  Kami membeli tiket single pass dari stasiun Tsim Tsa Tsui ke arah Central (cuma 2 stop).

Dari Central kami mengikuti petunjuk arah ke Tram The Peak. Petunjuk arah di HongKong cukup banyak dan cukup jelas. Kadang-kadang kalau terpaku dengan google map malah bisa nyasar. Jadi kami mengikuti petunjuk arah yang ada di jalan saja. Dari Central ke Tram The Peak menurut google map sekitar 1km lebih. Jalan sambil ngejar-ngejar Joshua ga berasa sampai juga ke Tramnya.

Awalnya kami pikir akan sampai di The Peak seblom terlalu sore dan bisa pulang awal, tapi ternyata kami salah. Hari sebelumnya saya sudah baca mengenai perlunya boooking online tiket Tram supaya tidak harus mengantri panjang, tapi karena kami ga yakin jam berapa kami bisa datang maka kami nekat aja datang tanpa beli tiket online. Dan keputusan ini agak disesali karena ngantrinya emang super lama dan melelahkan. Ada 2 antrian super panjang di sana.

Kami hampir salah mengantri. Antrian pertama itu antrian untuk Bus City Tour, di seberang jalan di bawah jembatan ada antrian untuk membeli tiket Tram The Peak. Mengantri buat membeli tiketnya saja kayaknya ada hampir 2 jam, lalu setelah beli tiketnya habis itu antri lagi untuk masuk ke Tram nya. Kalau kita beli online, ada jalur khusus untuk langsung naik ke Tramnya. Jadi saran saya, kalau memang mau ke sana bawa anak-anak ataupun sendiri, lebih baik rencanakan dengan matang dan pastikan bisa datang pada waktu yang direncanakan. Jauh lebih baik daripada ngantri berjam-jam. Tapi seandainya kami beli tiket online, kemungkinan ga bisa ke park dulu paginya.

Setelah antrian yang berjam-jam, akhirnya kami naik ke Tramnya. Dan naik tramnya cuma 7 menit! hahaha. Tramnya cukup unik sih, udah berumur 150 tahun terbuat dari kayu dan mengingatkan saya dengan lift untuk naik ke Doi Suthep. Bedanya, Tram ini naiknya lebih tinggi dibanding 300 tangga Doi Suthep. Pemandangan di sebelah kanan Tram bisa melihat kota HongKong juga. Kagum mereka bisa membangun rel dengan elevasi yang cukup miring dan bertahan lama. Waktu turunnya penumpang duduknya seperti jalan mundur.

Sampai di The Peak, kami masih harus naik escalator lagi melewati mall beberapa lantai (lupa 5 atau 6 lantai) dan akhirnya sampailah di sky terrace untuk melihat pemandangan seputar kota Hong Kong. Di Sky Terrace tidak tersedia banyak kursi, ada teropong untuk melihat kota yang menggunakan koin seperti di Monas, tapi sayangnya yang bisa melihat dengan enak hanya orang yang tinggi badannya, kalau di Monas saya ingat tersedia tangga untuk anak-anak bisa melihat menggunakan teropongnya, tapi di sana tidak ada sama sekali.

The Peak Hong Kong ini juga menyediakan kartu berbentuk hati untuk kita bisa menuliskan pesan-pesan yang digantung di sana. Kalau dari iklannya, tempat ini juga bisa dibooking kalau misalnya mau melamar kekasih hati. Di bagian bawah sky terrace ini berupa mall dan restoran. Waktu kami sampai ke sana, matahari belum terbenam, tapi sedang silau-silaunya. Karena kami ga punya kamera yang cukup bagus, agak sulit membuat foto yang bagus. Di sana disediakan juga jasa foto profesional, tapi karena antrinya banyak, kami memutuskan foto seadanya aja. Sebenarnya katanya sih orang-orang banyak yang datang buat melihat sunset di The Peak itu, dan pemandangan kota malam hari lebih indah karena banyak lampu dari gedung-gedung di kota keliatan jelas, tapi dengan pertimbangan besok kami masih harus perjalanan pulang ke Chiang Mai, kami tidak menunggu sunset supaya tidak terjebak antrian berjam-jam lagi untuk pulang.

Antrian pulang itu sebenarnya cuma antri untuk naik ke tram, tapi karena kapasitas tram terbatas dibanding banyaknya penumpang, kami antri sekitar 30 menit untuk naik ke Tram.  Samai di bawah, awalnya kami berencana untuk naik taksi saja pulang langsung ke hotel, tapi nunggu taksinya lama, ya udah deh jalan lagi ke stasiun MRT. Perjalanan pulang ga terasa lebih cepat, mungkin karena udah lebih tau arah tujuan jalannya dibanding waktu pergi. Sampai hotel rasanya kaki mau copot, apalagi Joe yang jalan sambil beberapa kali gendong Joshua.

Makan malam kami take away, makan di kamar. Packing-packing dan tidur deh. Untungnya pesawat dari HongKong ke Chiang Mai ga terlalu pagi seperti dari Chiang Mai ke Hong Kong, jadi kami bisa tidur cukup tenang dan ga ketakutan ketinggalan pesawat. Jam 7 pagi kami cekout dan langsung dapat taksi ke airport, perjalanan ke Airport sekitar 30 menit dan karena masih pagi kami ga kena macet. Sampai airport banyak tempat masih tutup. Di airport akhirnya nemu kopi yang lumayan rasanya dibandingkan sebelum-sebelumnya. Dan jam 12 siang kami sudah tiba lagi di Chiang Mai.

HongKong Trip: Disneyland Day 2

Tulisan ini merupakan bagian dari cerita jalan-jalan kami ke HongKong sejak 18 September – 23 September 2018.

Hari berikutnya Rabu 19 September 2018. Anak-anak bangun sebelum jam 7 karena tidur awal malam sebelumnya. Matahari di luar sudah cerah banget. Karena hari sebelumnya kami makan malam masih agak sore, pagi-pagi kami udah lapar. Bersyukur juga udah pesan sarapan di hotel, jadi bisa langsung turun buat sarapan. 

Awalnya saya bingung mau milih makanan apa buat Joshua, akhirnya kami menemukan susu dan sereal di restoran untuk sarapan Joshua. Highlight dari sarapan di hotel adalah berfoto dengan Chef Mickey. Tapi berhubung chefnya cuma menyediakan sesi foto 30 menit, jadi kami harus antri foto juga sebelum Chefnya pergi. Anak-anak yang yang gitu kenal tokoh Mickey ya biasa aja deh hehehe.

Makanan sarapannya ada banyak jenis. Rasanya menurut saya biasa aja, ada pancake dibentuk kepala Mickey, ada buah-buahan, yoghurt, mie, nasi dan macem-macem deh. Tapi kalau kata Joe masih lebih berkesan dengan restoran di Jogja yang pernah kami kunjungi beberapa tahun lalu karena makanannya ada makanan khas Jogja (gudeg) dan ada jamu segala. Makanan di restoran Disneyland menurut saya agak standard, bahkan ga ada omellete yang diisi macam-macam yang biasanya jadi menu yang banyak ditunggu orang sampai ngantri.

Hari ke-2 sebelum ke Disneyland, selesai sarapan kami memutuskan jalan-jalan seputar hotel. Kami ga buru- buru ke Disneyland karena toh jam bukanya jam 10.30 pagi. Kami menemukan playground yang sangat sepi karena sepertinya anak-anak yang lain lebih suka berenang. Kami ga berenang karena saya ga siapin baju berenang, dan keputusan itu tepat karena kolam renangnya terbuka dan jam 8 pagi saja panasnya sudah terasa menyengat. Setelah puas bermain di playground yang menghadap ke laut, kami jalan sedikit mengitari halaman hotel sambil nangkap pokemon dan battle pokegym dan kembali ke kamar.

Karena jam check out hotel sekitar jam 11 dan kami masih mau bermain lagi di Disneyland (kami punya tiket untuk 2 hari), kami putuskan untuk langsung membawa koper ke area Disney supaya ga perlu balik lagi ke hotel. Di hotel juga ada penitipan koper, tapi daripada harus naik turun shuttle lagi sebelum naik taksi, lebih baik kami bawa koper sekalian. Sebenarnya di dalam resort Disneyland, dekat dengan tempat penitipan koper ada stasiun MRT juga, ada sedikit niat untuk naik MRT ke arah hotel berikutnya di kota. Saya bilang sedikit niat, karena kemungkinan besar kami sudah akan sangat lelah sehabis bermain di Disney dan naik MRT sambil membawa koper besar plus anak yang kemungkinan juga minta di gendong itu pastinya akan sangat merepotkan. Tapi ya pada akhirnya kami naik taksi langsung dari tempat bermain Disneylandnya sih karena jalur MRT untuk menuju hotel berikutnya itu memerlukan ganti jalur kereta dan kemungkinan besar jalannya lumayan jauh.

Biaya penitipan koper dihitung per potong, jadi kami bayar untuk 2 koper (1 besar dan 1 kecil). Hari ke-2 di Disneyland kami sudah lebih tau apa yang akan jadi tujuan kami. Saya sudah membaca-baca deskripsi permainan yang kira-kira juga akan cocok untuk Joshua. Kami memutuskan untuk tidak menyewa stroller, karena kami pikir, nantinya Joshua bisalah tidur pas kami istirahat makan siang. 

Tujuan pertama di hari ke-2 ke Fantasy Land. Pertama naik Flying Dumbo, untungnya di hari ke-2 ini walau matahari cukup menyengat, tapi beberapa waktu ada awan yang cukup membuat udara ga terlalu panas.

Selesai naik Flying Dumbo kami bertujuan ke It’s a small world. Tempat tujuan berikut ini isinya seperti istana boneka di TMII, tapi lagunya Joshua sudah kenal karena ada dalam playlist yang sering diputar di mobil. Tapi sebelum sampai ke it’s a small world, kami naik teacup yang muter-muter dulu karena kebetulan lewat dan antriannya kosong, jadi ya sekalian aja. Lagipula tempatnya juga ada atapnya, jadi cukup teduh.

Joshua cukup senang naik gajah terbang maupun teacup yang muter-muter. Pas masuk ke it’s a small world udaranya paling adem, Joshua langsung semangat banget menuju ke boatnya. Di Disney, semua wahana menyediakan tempat antrian yang cukup panjang, kalau lagi ga ada antrian jadinya jalannya jauh hehehe. Keluar dari It’s A Small World, berasa deh panas lagi.

Selesai dari istana boneka, kami memutuskan untuk ke Toy Story Land dulu sebelum makan, kalau sudah makan kuatir malah mual kalau mainannya agak mutar-mutar.  Mampir sebentar di Tomorrow Land karena Jonathan mau naik roller coaster ala star wars.

Karena Joshua ga bisa ikut naik (ada batasan tinggi 120 cm), saya dan Joshua menunggu di luar. Daripada bengong, saya beli eskrim bentuk kepala Mickey (40 HKD). Saya pikir, anggap aja pengganti beli susu. Selesai Jona dan papanya naik roller coaster ala star wars (yang katanya Jona lebih menyeramkan karena gelap), kami naik flying saucer (ini sebenarnya sama saja dengan flying dumbo).

Sebelum sampai di Toy Story Land, kami lewati Adventure Land lagi dan sedang ada pertunjukan orang Moana. Pertunjukannya pake bahasa Cina dan Inggris, Jona dan Joshua ga gitu tertarik. Ada banyak orang dan tempat duduknya juga sudah penuh. Jadi kami berhenti sebentar doang untuk istirahat sekalian berteduh. Pas lewat lagi, ada beberapa orang foto dengan tokoh Moana versi English. Komentar Joe: sepertinya yang foto dengan Moana bapak-bapak semua, anak-anaknya ga ada malahan hahahaha. Kalau komentar saya: aduh itu rambut Moana ketauan banget rambut palsu, masih bagusan rambut aku hahahahha.

Setelah mampir sana sini, sampai juga di Toy Story Land, Joshua gembira banget liat tulisan ABC sampai Z yang super besar. Jadi agak gak enak sama orang-orang yang berusaha foto di situ, karena ya Joshua lalu lalang sambil bernyanyi-nyanyi gembira walaupun di bawah terik matahari. Setelah di distract, akhirnya sampai ke tujuan Toy Story Land, naik roller coaster yang bisa untuk semua umur dan tidak terlalu ekstrim (Slinky Dog Spin). Tapi ternyata, namanya roller coaster ya sama aja ya, tetep keliatan Joshua kurang suka naik roller coaster. Jonathan yang sudah naik yang lebih ekstrim tentunya cuma ketawa-tawa bahagia aja.

Selesai naik roller coaster, Jonathan pingin naik wahana yang ada Parachute drop. Di wahana ini sebenarnya Joshua bisa saja karena minimal 80 cm, tapi karena kami kuatir Joshua ga enjoy dan antriannya banyak, saya dan Joshua ga ikutan dan menunggu sambil Joshua puas-puasin liat ABC raksasa. Awalnya saya pikir kalau mereka jual versi mainannya, saya akan beli buat Joshua, tapi ternyata gak ada.

Setelah capek liat-liat ABC, akhirnya saya ajak Joshua jalan menunggu di area parachute drop. Saya dudukkan dia di kursi tempat latihan buat orang yang duduk di kursi roda. Eh ternyata dia ngantuk dan tertidur deh disitu. Karena Joe dan Jonathan masih lama diantrian, ya saya biarkan saja Joshua tidur disitu, sambil berharap ga ada orang yang perlu memakai itu (untungnya ga diusir juga sama petugas haha).

Sementara menunggu Joshua tidur, sebagai pemain Pokemon Go, kami mengambil alih satu Gym di area Parachute Drop.

Joshua masih kami biarkan tidur dikursi itu sekitar 25 menit, lalu kami gendong jalan sambil cari restoran.

Untungnya ga jauh berjalan dari situ kami menemukan restoran yang cukup adem dan ada menu nasi goreng segala di Explorer’s Club Restaurant di Mystic Point. Beberapa menu di restoran ini juga ada label Halalnya. Sambil menunggu saya order makanan, Joshua masih tidur sekitar 15 menit lagi.

Kami memutuskan  menutup perjalanan mengunjungi istana boneka lagi. Tapi setelah keluar dari Small World, Joshua mau naik Tea Cup lagi. Di sini HP Joe jatuh ke bawah Tea cupnya dan walaupun udah gorilla glass plus screen guard, HP Joe retak layarnya plus lensa kamera belakangnya juga retak. Masih nyala bisa dipakai, tapi layarnya ada bagian yang agak tajam dan berbahaya buat tangan, plus kamera depan belakang jadi blur.

Tadinya sudah cukup mau pulang, tapi karena wahana Winnie The Pooh lagi kosong dibanding hari sebelumnya, kami memutuskan masuk dulu ke Winnie The Pooh Storytime. 

Gak berasa, hari ke-2 kami bisa lebih banyak menikmati berbagai wahana. Tau-tau udah sore dan kami memutuskan untuk pulang supaya ga terlalu gelap sampai di hotel daerah Tsim Tsa Tsui. Kami naik taksi merah ke arah Tsim Tsa Tsui. Jonathan sangat terkesan dengan kode warna taksi di Hong Kong. Waktu dari Airport ke Disneyland, kami naik taksi berwarna biru, dari Disneyland ke Tsim Tsa Tsui kami naik taksi berwarna merah. Ada 1 jenis taksi lagi warna hijau tapi kami ga naik.

Sampai hotel Butterfly on Prat, sekitar jam 7-an, masukkin koper dan kami memutuskan makan di restoran Thailand sebelah hotel. Pelayan restorannya sebagian kurang bisa bahasa Inggris tapi bisa bahasa Thai, jadi mesennya malah pake bahasa Thai. Jauh-jauh ke Hong Kong pesen makanan Thai pake bahasa Thai hehehe.

Udah terlalu capek untuk menjelajah Hong Kong di waktu malam. Mampir di Cirlce K dan 7 Eleven akhirnya nemu susu coklat buat Joshua. Dan di sini lah saya mengalami kaget masalah sedotan, plastik bag dan merasa mini marketnya benar-benar mini dan barangnya ga sebanyak di Chiang Mai hehehe.

Hotelnya edkat McDonald’s, Circle K dan 7-Eleven

Kesimpulan hari ke-2: Kalau anak masih kecil, rasanya kurang optimal ke Disneyland. Sebaiknya menunggu anak tingginya 140 cm supaya bisa naik semua wahana dan harapannya kalau udah cukup besar, cukup kuat juga buat berjalan-jalan seharian menjelajahi Disneyland. Datang ke sana di hari biasa dan bukan musim liburan sekolah sangat membantu untuk tidak mengalami antrian panjang, tapi ya keputusan untuk langsung ke Disneyland di hari yang sama setiba di Hong Kong juga jadi ga efektif  di Disneylandnya.

Kalau mau lebih hemat, bisa juga menginap di area kota (bukan di Disneyland Resort), ke Disneyland hari berikutnya setelah sampai di Hong Kong, misalnya selesai sarapan naik MRT ke Disneyland, puas-puasin deh seharian dari jam 11.30 sampe jam 8 malam di Disneyland. Jadi bisa menghemat ga perlu titip koper segala, ataupun sewa stroller dan anak-anak juga udah segar tenaganya setelah tidur malam yang cukup. Bawa perbekalan makanan dan minuman dari Circle K atau 7 Eleven di kota, karena harga minuman di luar Disneyland berkisar 7 – 15 HKD saja.

Tapi ya, kami memang bukan traveler sejati. Udah tau ada aplikasi Disneyland sejak sebelum berangkat tapi tetap saja akhirnya di baca setelah sampai di sana hahahha. Jangan ditiru ya, kalau mau lebih fun lagi, sebaiknya baca informasi yang sudah banyak tersedia di internet, jadi gak kayak kami yang akhirnya banyakan jalannya daripada naik wahananya di hari pertama hehehhee. 

Hong Kong Trip: Disneyland Day 1

Tulisan ini merupakan bagian dari cerita jalan-jalan kami ke Hong Kong sejak 18 September – 23 September 2018.

Penerbangan Air Asia dari Chiang Mai ke Hong Kong hanya ada 1 kali sehari. Kami berangkat hari Selasa, 18 September jam 6 pagi dan tiba sekitar 9.30 waktu setempat (ada perbedaan waktu 1 jam antara Chiang Mai dan Hong Kong). Setelah urusan imigrasi yang antriannya sangat panjang dan ambil bagasi, kami naik taksi ke Disneyland Resort. Kami memesan Hotel Holywood Disneyland untuk 1 malam dan 2 hari Fun Day tiket plus sarapan untuk hari berikutnya secara online. Karena kami melakukan pemesanan hotel secara online dari situs resmi Disneyland Hong Kong dan melakukan checkin online kami mendapat upgrade kamar dari kelas Standard ke kelas Deluxe tanpa biaya tambahan.

Tips dalam memilih hotel dan paket tambahan di Disneyland hotel, ada berbagai promosi yang kalau ga diperhatikan dengan seksama malah jatuhnya jadi lebih mahal. Promosi juga berbeda-beda, ada promosi pembelian sebelum 21 hari, pembelian sebelum 7 hari dan pembelian sebelum 45 hari, pembelian untuk menginap 3 malam, dan lain-lain. Kami memakai promosi pembelian sebelum 21 hari. Paket sarapan atau makan malam juga merupakan pilihan terpisah yang bisa ditambahkan. Kami memilih paket sarapan, dengan pertimbangan hotelnya jauh dari minimarket dan atau restoran luar. Sekalian juga supaya memaksimalkan pengalaman tinggal di Disneyland Resort. Total pengeluaran kami  HKD 4,642.50 (sekitar 8.9 juta rupiah dengan kurs saat ini) untuk hotel semalam plus sarapan berempat, dan tiket Disneyland 2 hari.

Catatan buat kami ingat, hari Senin sore Jonathan makannya seperti tidak selera, kami sudah ingatkan supaya dia makan dan tetap sehat karena hari Jumat sebelumnya dia muntah-muntah tengah malam. Kami sempat kuatir ga bisa jadi berangkat kalau dia sakitnya tambah parah, apalagi dapat kabar soal topan Mangkut hari Sabtu di Hong Kong bikin hati makin kecut dan sempat kepikiran jangan-jangan kami harus batal berangkat nih. Hari Sabtu sampai Senin Jonathan sudah normal lagi dan baca berita Hong Kong mulai normal sejak hari Senin, jadi optimis bisa berangkat.

Pulang dari co-op senin sore saya sudah packing semuanya dan setelah makan malam kami berencana tidur awal karena harus berangkat dari rumah jam 4 pagi. Tengah malam, tau-tau saya dibangunkan Jonathan karena dia mengeluh sakit perut. Kali ini dia ga muntah-muntah tapi….diare! *sigh* setelah beberapa kali terbangun untuk ke toilet karena dia ga bisa tidur juga, akhirnya Jonathan pindah tidur ke ruang tamu sama papanya supaya ga bikin Joshua terbangun juga, sedangkan saya kebagian bebersih dan menemani Joshua. Setelah dioles minyak kayu putih dan diberi norit, Jonathan masih ke toilet beberapa kali lagi dan akhirnya dia bisa tidur beberapa jam sampai jam berangkat.

Karena sudah sempat ketiduran sejam lebih, saya malah ga bisa tidur lagi. Saya berusaha tidur, tutup mata dan rebahan, tapi ya kuatir kebablasan tidur walau udah set alarm, jadilah saya ga bisa tidur. Waktu saya mulai hampir tertidur, jam 2.30 Joshua mulai gelisah tidurnya, Joshua masih ngantuk dan berusaha tidur lagi, tapi mungkin dia juga merasakan kegelisahan saya yang ga bisa tidur lagi. Akhirnya saya ga tidur sama sekali sampai tiba di Hong Kong karena di pesawat Jonathan dan Joshua gantian tidurnya, jadi otomatis saya ga kebagian jatah tidur deh.

Di pesawat, karena sekarang kami berempat, kami ga bisa lagi duduk dalam 1 group yang sama. Waktu Joshua masih kecil dan bisa dipangku biasanya kami duduk bareng tapi sekarang Joshua sudah harus duduk sendiri. Joshua duduk di dekat jendela, saya di tengah supaya bisa bantu Joshua dan Jonathan, Jonathan di pinggir gang (supaya gampang kalau perlu ke toilet) dan Joe di belakangnya Joshua (dekat jendela juga). Waktu check-in online awalnya kami berniat ga beli kursi, tapi ternyata sistem AirAsia tidak mempertimbangkan anak kecil harus bersama-sama dengan orangtuanya. Anehnya malahan saya yang terpisah dari anak-anak. Kami beli kursi yang standard seat saja, tapi itupun ada beberapa kali hampir gagal beli kursi yang kami pilih. Karena kami udah sering mengalami gagal pilih kursi, Joe udah tau cara untuk memaksa sistem menerima pilihan kami.

Pemilihan kursi Joe di belakang Joshua ini cukup bagus, karena Joshua jadi senang main peek-a-boo sama papanya. Waktu saya harus bantu Jonathan ke toilet, Joshua juga bisa tenang main sama Joe. Untungnya karena Jonathan sudah bisa tidur beberapa jam, perutnya sudah tidak terlalu bergejolak dan hanya 2 kali ke toilet sebelum naik pesawat, dan di pesawat dia ke toilet cuma untuk pipis. Tapi dari pengalaman terbang kali ini, semakin yakin punya anak cukup 2 saja, soalnya kalau nambah 1 lagi bakal tambah repot pengaturan kursinya hehe.

Waktu resmi untuk check in hotel sebenernya dimulai jam 3 siang, tapi kami cukup beruntung karena kami bisa early check in. Jam 12 siang waktu Hongkong kami sudah bisa masuk kamar. Walaupun belum jam makan siang kalau ikutin perut Chiang Mai, kami memutuskan untuk snacking dulu sebelum ke Disneyland. Jonathan belum bisa makan banyak, tapi sudah lumayan selera dan ga ada perasaan mual. Joshua minta kokocrunch dan saya dan Joe ngabisin makanan yang udah dipesan di pesawat tapi ga jadi dimakan karena Joshua lebih memilih nasi ketan mangga daripada pasta yang kami pesan.

Setelah istirahat sekitar sejam lebih di kamar, kami memutuskan untuk mengunjungi Disneyland hari pertama. Dari Hotel ke tempat bermain disediakan shuttle. Ada 3 hotel yang bisa dipilih di Disneyland Resort, perbedaannya lebih lengkapnya dijelaskan di websitenya. Hotel yang kami pilih merupakan hotel yang termurah dan terdekat dari jalur Shuttle ke Disneyland. Naik shuttle cuma sebentar, kami liat ada tempat untuk titip koper sebelum masuk ke Disneylandnya. Di gerbang masuk mereka memeriksa tas sebelum cek tiket dan memasukkan finger print untuk orangtua. Disneyland menerapkan aturan larangan piknik di dalam lokasi Disney, tapi beberapa makanan minuman ringan yang kami bawa tetap diijinkan untuk dibawa masuk tanpa masalah. Mungkin yang ga boleh kalau kami bawa keranjang piknik besar ya hehehehe.

Waktu memesan tiket kami tidak tau kalau Disneyland sudah bersiap-siap dengan tema Haloween. Untungnya mereka haloweennya lebih ke pesta kostum dan sekedar hiasan pumpkin. Kami ga pernah ikut-ikutan acara haloween, jadi bisa dibilang anak-anak biasa aja sih dengan haloween ini. Setiba kami di dalam tempat bermain sedang ada parade. Tokoh-tokoh Disney menari-nari dan bernyanyi. Ada yang berlompat-lompatan. Anak-anak cukup terhibur melihatnya dan lagunya karena diulang-ulang, anak-anak jadi cepat bisa mengikutinya. Rasa kepanasan berjalan dari turun shuttle ke dalam terbayar sedikit. Dalam hati saya agak bertanya-tanya, mereka ga kepanasan ya pakai kostum tebal begitu. Trus kadang-kadang terpikir, kira-kira buat yang kerja di Disneyland ini ada rasa bosan ga ya, karena mereka harus tetap tersenyum walau capek keringatan menghibur tamu yang berkunjung.

Sewa stroller

Karena kami ga membawa stroller dari Chiang Mai, kami menyewa stroller di dalam Disneyland, selain supaya ga berat gendong juga supaya Joshua bisa tidur siang. Tapi ternyata strollernya agak kekecilan buat Joshua walau katanya bisa untuk anak sampai 25 kg (Joshua sekarang sekitar 21-22 kg). Awalnya Joshua gak mau duduk di stroller, tapi akhirnya dia mau juga, dan sesuai harapan dia bisa tidur di stroller. 

Disneyland HongKong menyediakan aplikasi yang bisa diinstal di HP android untuk mengetahui waktu tunggu setiap wahana permainan dan status apakah wahananya buka/tutup. Aplikasinya membutuhkan koneksi internet tentunya. Di banyak tempat di Hong Kong tersedia hotspot gratis termasuk di dalam Disneyland. Beberapa titik hotspotnya menghilang dan butuh untuk klik persetujuan lagi untuk terkoneksi ke WIFI nya. Koneksi wi-fi yang sering menghilang ini kadang agak menjengkelkan, terutama jadi ga bisa hatching telur Pokemon walau jalan sampai 14 ribu langkah.

Selesai melihat parade, kami mulai hunting ke wahana permainan. Jalanan yang pertama ditemui (Main Street, tempat parade) banyak toko-toko jualan. Saya sempat kepikir wah ini Disneyland atau pasar sih, isinya jualan semua dan mahal pula. Akhirnya kami memutuskan ke Adventure Land terlebih dahulu (ada beberapa theme di dalam Disneyland). Jalannya lumayan jauh rasanya, apalagi karena belum tau arah tujuan. Jonathan udah mengeluh karena matahari sangat terik juga. Jonathan bilang mau balik aja deh ke hotel. Karena Joshua ketiduran di stroller, saya suruh Joe dan Jonathan saja yang mencoba wahana pertama. Mereka mencoba permainan sejenis roller coaster (Big Grizzly Mountain Runaway Mine Cars) . Awalnya saya pikir Jonathan akan ketakutan, ternyata dia malah semangat cerita ke saya dan menyuruh saya mencoba juga. Jadilah gantian menjagain Joshua tidur giliran saya mencoba roller coasternya sendiri.

Setelah merasakan roller coaster, Jonathan berubah pikiran soal Disneyland, dia mulai bilang Disney is fun. Walau begitu, dia tetep komplain kalau jalannya jauh dan panas haha. Setelah naik wahana roller coaster grizzly bear, berikutnya kami naik carousel. Kali ini Joshua sudah bangun, jadi kami ber-4 naik ke carousel. 

Karena hari sangat panas, kami mencari permainan yang teduh. Selesai naik carousel kami mencoba masuk ke studio theater 4D. Awalnya anak-anak cukup bisa menikmati, Joshua malah berusaha memegang tokoh yang seolah-olah keluar dari layar. Tapi di akhir cerita ada bagian yang terlalu realistis seperti ada barang dilempar-lempar ke arah penonton dan Joshua sukses nangis hahaha. Udah bagus sih sebenernya, mengingat ada anak lain yang baru 2 menit film di mulai udah nangis dan sampai harus dibawa keluar oleh orangtuanya.

Selesai nonton theater 4D kami berputar sebentar di Fairy Tale Forest. Setelah itu kami lihat ada parade haloween di Main Street, kami nonton parade sekitar 30 menit dan tau-tau udah jam 5 sore aja. Karena merasa belum makan siang yang bener, kami memutuskan untuk makan siang dan malam di rangkap.

Starliner Diner

Di dalam Disneyland ada beberapa restoran, kami memilih makan di restoran dengan tema luar angkasa di Tomorrow Land. Selesai makan, udah sore aja dan karena udah capek kami memutuskan untuk pulang. Sebelum pulang, kami kembalikan stroller dan ambil uang lagi di ATM. Waktu tiba di Bandara, kami ga lihat ada atm, dan cuma liat money changer. Di money changer nilai tukar baht lebih jelek dibandingkan tarik tunai uang rupiah di ATM.

Kami membawa beberapa kotak susu buat Joshua, tadinya kata Joe bisa beli aja kalau kurang, eh ternyata di Disneyland kami ga menemukan sama sekali yang jual susu. Minuman botol juga cukup mahal, rata-rata 28 – 40 HKD (harga sama di semua tempat, termasuk juga di vending machine). Dari paketnya kami  dapet 4 kupon popcorn (yang cuma kami tukarkan 2 soalnya udara panas kurang enak makan popcorn, tambah haus).

Sampai hotel, ga nemu minimart yang jual susu atau minuman, adanya toko jualan cenderamata yang bergambar tokoh Disney. Tadinya mau beli untuk persediaan saja karena yang di bawa sudah mulai habis, tapi ya jadinya ga beli deh. Agak heran sebenarnya kenapa ga ada yang jual susu di Disneyland, tapi ga tahu juga mau nanya ke siapa hehehe.

Sampai hotel, kami mandi dan ganti baju tidur. Jonathan dan Joshua ga pake disuruh lama langsung tidur deh setelah main-main di bath tub. Di Disneyland hotel kita bisa pesan pembatas tempat tidur, jadi saya ga kuatir Joshua jatuh dari tempat tidur (di Chiang Mai kami gelar kasur di lantai sejak Joshua bayi.)

Berhubung ceritanya sudah panjang, sepertinya cerita Disneyland hari ke-2 harus dipost terpisah. Kesimpulan hari pertama: kalau ke Disneyland Hong Kong, siapkan perlengkapan topi, kacamata hitam dan sepatu/sendal yang nyaman untuk digunakan berjalan, karena kebanyakan tempat terbuka dan akan banyak berjalan. Kalau mau bawa payung juga bisa, tapi lebih repot dibandingkan topi dan kacamata hitam. Kalau anak masih minum susu, sebaiknya bawa daripada repot nyarinya. Oh ya, pakai lotion yang mengandung spf juga supaya kulit tidak gosong. Banyak minum/bawa botol minuman, di Hongkong Disneyland ada banyak tempat untuk minum air yang lokasinya biasanya berada dekat kamar mandi. Tapi entah kenapa di hari pertama, kami hanya ketemu 1 tempat untuk mengisi botol minum.

Hong Kong Trip

Bulan April lalu, Joe iseng–iseng ikutan lomba CTF berhadiah conference gratis di Hong Kong. Kebetulan waktu itu sedang liburan Songkran di Thailand. Ternyata iseng-isengnya Joe berhasil mendapatkan hadiah pertama berupa tiket pesawat, penginapan gratis ke Hong Kong, dan biaya training + conference, plus uang saku yang cukup untuk jalan-jalan sekeluarga di Disneyland (Joe bakal udah posting lebih lengkap soal conferencenya). Karena kami tahun ini ga pulang ke Indonesia, tau-tau terpikir, gimana kalau saya dan anak-anak ikutan juga. Cek harga tiket Air Asia, ternyata ada penerbangan langsung dari Chiang Mai ke Hong Kong (sekitar 2,5 jam) dan tiketnya jauh lebih murah daripada pulang ke Indonesia.

Awalnya agak ragu mau ikutan ke Hong Kong, tapi karena ternyata orang Indonesia ga butuh visa buat masuk ke Hong Kong, jadi semakin tergoda untuk jalan-jalan ke sana. Walau sudah tau beberapa bulan sebelumnya, tapi karena terlalu banyak informasi di internet, saya ga serius baca mengenai tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi. Satu hal yang terpikir adalah adanya Disneyland di Hong Kong, walaupun anak-anak ga terlalu kenal tokoh Disney kami pikir ya anggap aja kami yang mau jalan-jalan ke Disneynya hehehe.

Point normal ke Hong Kong dari Chiang Mai

Bulan lalu, setelah menimbang-nimbang akhirnya kami memutuskan jadi ke Hong Kong termasuk ke Disneyland. Beli tiket kebetulan bisa redeem big point air asia yang selama ini sudah dikumpulkan, biasanya putuh belasan ribu point untuk ke Hong Kong, tapi waktu itu ada promosi khusus, jadi untuk saya dan anak-anak tiketnya semakin murah lagi dari anggaran awal.

Harga Point Diskon

Untuk memaksimalkan pengalaman di Disney, kami memutuskan untuk menginap 1 malam di Disney dan 4 malam di pusat kota yang dekat dengan conference. Ada banyak sekali pilihan yang harus diperhatikan sebelum membeli tiket Disneyland. Setelah membaca berbagai review, kami memilih menginap di Disney’s Hollywood Hotel dan membeli tiket 2 fun day. Harga tiket 2 fun day ini beda sedikit banget dibanding 1 hari, jadi ya sekalian biar puas deh di Disneyland. Nanti cerita soal Disneyland Experience akan saya tuliskan terpisah, karena kalau semua dituliskan di sini akan menjadi tulisan yang sangat panjang.

Training dan conference yang akan dihadiri Joe diadakan hari Kamis dan Jumat (20 dan 21 September 2018), awalnya kami berencana datang dari hari Sabtu sebelumnya, supaya lebih lama di Hong Kong. Rencana berubah karena sejak awal September setiap Senin kami ada kegiatan co-op Homeschool dan saya merasa ga baik kalau demi jalan-jalan kami harus bolos co-op (di co-op saya mengajar kelas juga, kalau bolos berarti saya harus meminta orang lain menggantikan saya mengajar). Ternyata, keputusan kami ini sudah sangat tepat, karena hari Minggu sebelum kami berangkat, Hong Kong dilewati oleh topan Mangkut. Kami berangkat hari Selasa, di mana merupakan hari pertama Disneyland kembali beroperasi setelah tutup dilanda topan badai.

Jonathan sudah menghitung mundur dan tak sabar menanti-nantikan berangkat ke Hong Kong. Dia sempat bertanya-tanya juga soal topan Mangkut waktu kami ceritakan kalau hari Minggu terjadi topan di Hong Kong dan semoga hari Selasa semua sudah buka kembali. Kesempatan juga menjelaskan mengenai kenapa terjadi topan dan bagaimana kerusakan yang bisa terjadi akibat topan. Saya sendiri sempat agak kuatir, tapi ya baca-baca berita semua sudah mulai normal di hari Senin. Jadi kami cukup yakin hari Selasa akan semakin baik-baik saja.

Waktu kami tiba di sana, masih terlihat sisa-sisa pohon tumbang akibat badai. Pegawai hotel masih dengan giat membersihkan dahan pohon yang patah. Dari berita, ada juga beberapa gedung yang mengalami kerusakan, tapi sejauh yang kami lewati semua gedung terlihat baik-baik saja dan tidak ada kerusakan berarti.

Setelah menginap 1 malam di Disneyland, kami pindah hotel ke daerah Tsim Tsa Tsui. Daerah ini merupakan pusat kota dan dekat ke banyak tempat yang menarik untuk dikunjungi dengan anak-anak. Kami bahkan ga perlu naik kendaraan untuk mengunjungi beberapa museum dan juga terutama untuk Joe ke lokasi conferencenya. Museum yang kami kunjungi diantaranya Space Museum dan Science Museum. Kami juga berkesempatan melihat Symphony of Light dari Central Cultural Hong Kong. Tulisan mengenai wisata seputar Tsim Tsa Tsui juga akan saya tuliskan di posting terpisah.

Hari Sabtu, hari terakhir sebelum pulang ke Chiang Mai, Joe sudah tidak ada acara. Kami bisa bareng-bareng mengunjungi Sky Terrace The Peak yang katanya merupakan titik tertinggi untuk melihat kota Hong Kong. Karena lokasi The Peak ini agak jauh, kami berkesempatan naik MRT dan Peak Tram, kereta tua yang udah beroperasi 130 tahun. Cerita ini juga akan saya tuliskan terpisah.

Kesan soal Hong Kong secara umum kota ini lebih sibuk dan lebih mahal dari Singapore. Positifnya museum untuk pendidikan mengenakan tarif cukup murah bahkan gratis untuk anak-anak di hari tertentu. Kamar mandi di Airport juga serba otomatis (dilengkapi sensor). Hotel tempat kami menginap meminjamkan mobile wifi dengan unlimited data dan cukup cepat. Kecepatan internet di Hong Kong cukup memuaskan dan banyak tersedia titik hotspot gratis. Ada banyak pokestop dan pokemon (haha jauh-jauh ke HongKong tetep aja main pokemon ya).

Saya sempat agak culture shock juga di Hong Kong. Terbiasa dengan kota Chiang Mai yang serba santai, saya berasa ga enak kalau lagi bayar di minimarket ada orang memotong saya karena dia cuma beli 1 item, lalu membayar pakai e-money dan pergi, sementara saya masih menghitung-hitung uang saya (karena belum biasa lembaran mana nominal berapa). Di Hong Kong orang juga harus bayar kalau butuh plastik untuk belanja. Harga 1 kantong plastiknya 50 sen (sekitar 1000 rupiah). Rata-rata sedotan tidak disediakan, di Disneyland sedotan yang digunakan juga dari kertas keras (yang walaupun ramah lingkungan tapi rasanya jadi gak enak kalau terendam air terlalu lama).

Beberapa hal yang bikin Hong Kong menjadi tidak menarik untuk saya pribadi terutama ada banyak sekali orang merokok. Udara Hong Kong terutama di pusat kotanya terasa menyesakkan buat saya. Udara panas dicampur dengan bau asap rokok benar-benar tidak nyaman rasanya. Banyak tempat di Hong Kong sangat memanfaatkan setiap meter persegi tanah untuk menjadi tempat jualan. Restoran di basement itu hal biasa. Pengalaman makan di beberapa restoran di Hong Kong, saya ga menemukan makanan yang enak. Beli makanan di restoran Thai karena berharap makanan yang familiar buat kami, tapi entah kenapa terasa sangat berminyak. Beli noodle ala Hong Kong, rasanya yang terasa hanya asin atau hambar.

Ukuran menu di Hong Kong juga sangat besar. Kami beli 2 menu saja rasanya ga sanggup untuk menghabiskannya. Pernah juga waktu saya pergi bareng anak-anak tanpa Joe, saya pesan 1 menu saja untuk kami bertiga dan semua kenyang. Kagum dengan ukuran porsi orang Hong Kong di depan saya yang menghabiskan 1 porsi sendiri (padahal badannya kecil banget hehehe). Karena kangen kopi, saya juga coba pesan kopi di HongKong, hasilnya mengecewakan haha. Masih lebih enak kopi instan dari sachet daripada kopi seharga 44 HKD.

Anyway, bersyukur karena sekarang sudah kembali lagi ke Chiang Mai. Perjalanan ke Hong Kong bikin makin betah di Chiang Mai. Di sana kami sering disangka orang lokal juga. Tiap ketemu kasir pasti diajak ngomong pake bahasa mandarin, untungnya mereka bisa berbahasa Inggris juga selain mandarin (walaupun beberapa kasir saya gak ngerti dia ngomong apa sampai dia ganti kalimatnya baru saya ngerti).

Kalau ditanya apakah saya masih pengen jalan-jalan ke Hong Kong lagi? jawabannya sudah jelas tidak. Saya ga tahan dengan asap rokok. Kalau ada kesempatan jalan-jalan, saya lebih memilih mencoba melihat negeri lain atau mungkin ke kota-kota di Indonesia yang belum saya kunjungi (dari dulu pengen ke Bromo belum jadi-jadi).

Cerita lengkap perjalanan per hari bisa di lihat di berbagai posting dalam blog ini di kategori hong kong.

Menjelang Homeschool Tahun ke-2

Sejak awal bulan Juni, Jonathan sudah selesai mengerjakan semua materi kelas 2 yang kami pakai. Kami memakai kurikulum Christian Light Education. Ada 10 buku masing-masing untuk pelajaran Math, Reading dan Language Art (Grammar, Phonics, Penmanship dan creative writing). Ada 5 buku masing-masing untuk Science, Bible dan Social Studies. Untuk tahun pertama menjalani homeschool, bisa dibilang kami menyelesaikan semuanya cukup cepat, mengingat kami mulai tanggal 30 October 2017 dan selesai 5 Juni 2018.

Tahun pertama kami jalani tanpa perencanaan yang banyak. Saya ga merencanakan jadual secara detail. Untungnya kurikulum yang kami pakai sudah dibagi 1 unit pelajaran per hari, semua instruksi juga jelas dan karena 1 unit hanyak beberapa halaman, Jonathan ga butuh waktu lama untuk mengerjakannya. Biasanya saya akan membuat jadwal per minggu. Setiap akhir pekan saya membaca cepat bahan untuk minggu depan, apakah kira-kira ada topik baru yang sulit dan butuh saya jelaskan.

Kurikulum yang kami pakai berupa workbook. Untuk tiap unit, dikenalkan sebuah topik baru, diberikan contoh soal dan jawabannya, lalu review beberapa topik sebelumnya. Setiap topik akan direview beberapa kali. Untuk pelajaran social studies dan Bible diberikan dalam bentuk cerita. Pelajaran yang butuh waktu agak lama buat Jonathan selesaikan Language Art, terutama untuk bagian creative writing dan penmanship. Untuk pelajaran lain, 1 pelajaran biasanya dia selesaikan rata-rata 30 menit, kecuali kalau dia lagi ga fokus dan mikirin mainan lain.

Beli beberapa buku waktu ada diskon di asiabooks.com

Sejak menghomeschool Jonathan, saya mengikuti beberapa group homeschooling, terutama yang memakai kurikulum yang sama. Saya jadi tahu, kalau di negara tertentu mereka harus melaporkan jumlah hari sekolah dalam setahun dan juga scope materi pelajaran yang mereka pelajari tahun tersebut. Untuk level high school (SMA) nantinya mereka harus menghitung kredit mata pelajaran. Bagian yang ini saya belum baca banyak karena saya mau fokus untuk kebutuhan saat ini saja. Lanjutkan membaca “Menjelang Homeschool Tahun ke-2”

Kenapa Masih Main Pokemon Go

Sejak ada Pokemon Go (pertengahan tahun 2016), Joe semangat sekali main dan semangatnya ketularan ke Jonathan. Awalnya saya malas main, karena saya ga ngerti apa sih pokemon itu, lagipula saya pikir pokemon itu kan singkatan dari pocket monster, ngapain saya ngajarin anak soal monster. Bisa dibilang saya membuat kesimpulan tanpa tahu apa itu game pokemon. Salah satu alasan saya ga mau main pokemon juga karena saya takut ketagihan. Dulu saya pernah main The Sims dan kalau sudah mulai, saya ga bisa berhenti dan bisa bergadang berhari-hari. Sejak itu saya memilih tidak memulai main game baik itu game minesweeper apalagi candy crush.

Bulbasaur, Charmander dan Squirtle merupakan pilihan starter Pokemon

Lama-lama, dengan setengah hati, karena saya sering ga mengerti obrolan Jonathan dan Joe, akhirnya saya join juga main Pokemon Go. Di awal-awal saya main seingatnya saja, dan merasa ga gitu seru juga karena mainnya ga bisa di rumah doang, tapi harus jalan-jalan keluar mencari pokestop, battle di gym, nangkepin pokemon dan itu semua ga mungkin jadi addiction kalau cuma di rumah saja (di dekat rumah nggak ada pokestop/poke gym). Lanjutkan membaca “Kenapa Masih Main Pokemon Go”