Kegalauan Orang Tua Anak Usia Dini di Masa Pandemi

Menjelang tahun ajaran baru 2020/2021, ada banyak ketidakpastian apakah anak-anak harus kembali belajar di sekolah atau masih dari rumah saja. Mengingat angka infeksi Covid-19 belum juga menunjukkan penurunan saat ini, sepertinya rumah adalah tempat paling aman untuk anak dan seluruh keluarga. Akan tetapi proses belajar jarak jauh melalui internet yang dilakukan dirasakan tidak optimal.

Beberapa orang tua yang anaknya hampir 7 tahun juga jadi ragu-ragu untuk memulai mendaftarkan anak masuk SD. Untuk orangtua yang anaknya masih di jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD) merasa malah jadi repot dengan tugas-tugas sekolah yang terkadang dirasakan terlalu banyak untuk anak di bawah 6 tahun.

Beberapa sekolah sudah mengumumkan tanggal dimulainya kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah. Beberapa teman bercerita, kalau sekolah anaknya akan memulai KBM di sekolah untuk tingkat PAUD dan SD mulai akhir bulan Juli, sedangkan untuk tingkat SMP dan SMA melanjutkan belajar dari rumah. Teman yang lain bercerita kalau di sekolah anaknya malah kebalikannya. KBM di sekolah hanya untuk tingkat SMP dan SMA, sedangkan tingkat PAUD dan SD melanjutkan belajar dari rumah.

Perbedaan kebijakan sekolah ini membuat saya berpikir sendiri. Setiap sekolah ini pastilah ada pertimbangan masing-masing, maka membuat keputusan yang berbeda. Tapi saya pribadi lebih setuju kalau yang belajar di sekolah itu untuk anak yang memang sudah lebih mengerti untuk menjaga jarak.

Lanjutkan membaca “Kegalauan Orang Tua Anak Usia Dini di Masa Pandemi”

Baca Buku: Susahnya jadi Ibu

Masih ada yang belum tau ipusnas? Ipusnas itu aplikasi dari perpustakaan nasional di mana kita bisa meminjam buku digital. Saya pernah menuliskan reviewnya di sini. Sejak mengenal aplikasi ini, sudah banyak buku berbahasa Indonesia yang saya pinjam dan berhasil selesaikan termasuk buku untuk anak-anak.

Di masa di rumah saja, aplikasi seperti ipusnas (selain Kindle dan Gramedia Digital), sangat bermanfaat sekali untuk mengalihkan perhatian dari berita-berita soal pandemi. Ada banyak buku dari berbagai kategori bisa kita baca.

Kemarin, setelah sesi Rabu buku KLIP via Zoom, saya iseng mencoba mencari Buku Grace Melia di ipusnas, tapi malah nemu bukunya yang lain yang dia tulis berdua dengan temannya Annisa Steviani. Awalnya dari melihat judulnya saya pengen tahu apa sih susahnya jadi ibu, sama gak ya dengan apa yang saya pikirkan.

Cover buku Susahnya jadi Ibu (sumber: ipusnas)

Mungkin kalau saya bacanya sebelum mengalami jadi ibu dari 2 anak, saya akan berpikir: “ah masa sih gitu aja susah?”. Tapi karena saya sudah mengalami tahapan-tahapan yang diceritakan dalam buku ini, saya hanya senyum-senyum setuju waktu membacanya dan berharap buku ini dibaca oleh para calon ibu atau ibu muda untuk persiapan apa yang akan dihadapi di depan mata.

Lanjutkan membaca “Baca Buku: Susahnya jadi Ibu”

Buku: Prayer for a Child

Buku Prayer for a Child merupakan buku klasik yang pertama kali terbit tahun 1944 tapi masih menarik untuk dibacakan sampai sekarang. Ditulis oleh Rachel Field dan setiap halamannya berisi ilustrasi gambar oleh Elizabeth Orton Jones.

Kami membeli buku ini dari Amazon waktu Jonathan masih kecil. Buku ini merupakan salah satu buku terpanjang yang dihapal Jonathan sebelum dia bisa membaca dan merupakan salah satu buku rutin yang dibaca sebelum tidur. Saya ingat, waktu kami pulang ke Indonesia buku ini juga kami bawa untuk bacaan sebelum tidur. Setelah Jonathan lancar membaca, dia mulai tertarik membaca buku lain dan buku ini kami simpan untuk adiknya.

Jonathan waktu 3 tahun 7 bulan

Sejak Joshua tertarik dibacakan buku, kami juga sudah membacakan buku ini berkali-kali ke Joshua. Lagi-lagi, walaupun dia dalam buku ini cukup panjang, Joshua juga bisa menghapalkannya sejak dia belum terlalu bisa membaca.

Beberapa lama buku ini sempat ditinggalkan dan baru belakangan ini dibaca lagi. Walau sekian lama gak dibaca, Joshua masih ingat dengan isi buku ini. Joshua sekarang sudah agak bisa membaca, tapi walaupun dia selalu membalik halaman seolah membaca, saya yakin sebagian besar berupa hapalan dan bukan benar-benar bisa dibaca.

Buku ini dilengkapi dengan ilustrasi yang cukup menarik dari setiap baris doanya. Kata-kata yang digunakan tidak semua sederhana, tapi cukup berima sehingga mudah diingat. Setelah membacakan beberapa kali, baru melihat gambarnya saja saya bisa ingat kalimatnya.

Joshua 3 tahun 10 bulan

Sekarang, setiap malam Joshua membaca buku ini dan meminta saya mengikuti setiap kalimat yang dia ucapkan. Kadang-kadang dia juga sambil menirukan saya yang pernah memakai buku itu untuk bermain: apa yang kamu lihat, atau mengenali objek-objek yang ada.

Secara isi doa, walaupun doa ini ditujukan penulis untuk anak perempuannya Hannah, tapi doa ini bisa juga diucapkan anak laki-laki. Bahkan bisa untuk orang dewasa sekalipun.

Doanya dimulai dengan bersyukur untuk susu dan roti (makanan), bersyukur untuk tempat tidur yang ada, bersyukur untuk mainan yang dimiliki sampai mendoakan semua anak-anak di seluruh dunia jauh maupun dekat.

Buku ini merupakan buku yang bagus untuk mengajari anak berdoa. Kita bisa mengajari anak berdoa bukan hanya untuk diri sendiri saja, tapi juga untuk semua hal kecil dan besar, mengucap syukur untuk orangtua dan saudara. Tak lupa mendoakan sesama (anak-anak lain).

Walaupun pada saat anak-anak kami membaca buku ini kemungkinan besar mereka belum mengerti sepenuhnya dengan isi doanya, tapi kami senang menemukan buku yang mengajari anak berdoa seperti ini.

Manfaat Menghomeschool Anak

Udah lama gak cerita soal homeschoolingnya Jonathan. Beberapa minggu lalu, Jonathan dan Joshua ikutan summer camp jadi kegiatan homeschoolingnya diliburkan. Campnya itu mulainya jam 9 pagi dan selesai jam 3 sore. Waktu mereka ikut camp, setiap pagi jadi terasa lebih berat dari hari-hari sekolah di rumah.

Biasanya, kegiatan homeschool di rumah mulai jam 9 -an, tapi tidak ada waktu tempuh jadi ya seselesainya makan mandi baru mulai. Nah kalau kegiatannya bukan di rumah, otomatis pagi-pagi jadi harus lebih awal melakukan semuanya supaya tidak terlambat sampai ke tujuan.

Jadi terpikir, ternyata homeschooling itu jauh lebih santai daripada kirim anak ke sekolah. Selain masalah flexibilitas waktu, saya merasakan beberapa manfaat lain dari menghomeschool anak. Manfaat yang ingin saya tuliskan di sini bukan untuk anak, tapi untuk kami orangtuanya. Setidaknya ini yang kami rasakan.

Fleksibilitas

Kegiatan homeschooling kami biasanya hanya 4 hari seminggu, mulainya jam 9 pagi dan selesai jam 12 siang. Kalau Jonathan lagi agak bengong, ya kadang baru diselesaikan sekitar jam 1 siang (setelah dia selesai makan). Sekarang ini Joshua belum saya berikan pelajaran yang terstruktur, untuk Joshua setiap harinya intinya bermain dan bermain. Mau mainan mobil-mobilan, lego, playdough, piano, berantakin rumah, coret-coret di papan tulis, bebasss asalkan gak gangguin kakaknya.

Lanjutkan membaca “Manfaat Menghomeschool Anak”

Mr. Rogers dan Daniel Tiger’s Neighborhood

Dari sejak Jonathan kecil, kami sudah tahu tentang serial Daniel Tiger’s Neighborhood. Sekarang sejak Joshua mulai mengerti juga, kami putar ulang film Daniel Tiger yang dibikin berdasarkan tokoh Mr. Rogers.

Baru-baru ini kami menonton dokumenter mengenai Mr. Rogers dan filosofinya mengenai anak-anak. Sejak dulu sampai sekarang saya terkesan dengan cara-cara dia menghadapi anak-anak yang mana saya masih sangat perlu banyak belajar. Katanya kita harus menaruh kepercayaan pada -anak. Kalau mau tahu siapa itu Mr. Rogers, bisa dibaca di link ini. Singkatnya Mr.Rogers ini orang baik yang perhatian untuk perkembangan anak-anak dan berusaha supaya ada tayangan tv untuk anak-anak yang bermutu.

Ada banyak hal yang dibahas dalam dokumenter tersebut, hal-hal yang mungkin sebelumnya sudah terpikir tapi ga pernah saya renungkan. Tulisan ini bukan mau mengajak merenung tapi sekedar menuliskan hal-hal yang ingin saya ingat dalam mendidik dan membesarkan anak-anak kami. Dalam dokumenter tersebut ditunjukkan bagaimana dia berargumen untuk mendapatkan dana meneruskan tayangan acara TV nya (dan PBS pada umumnya). Video argumennya ada di Youtube.

Mr. Rogers sewaktu kecilnya pernah menjadi korban bully. Setelah besar, dia tidak pernah menyukai menonton TV, tapi dia terinspirasi untuk menggunakan TV dalam mendidik anak-anak. Mungkin sekarang ini banyak yang bilang: ah no screen time lah, ga bagus itu TV. Tulisan ini bukan mau debat soal screen time.

Mr. Rogers memperlakukan anak-anak semuanya spesial. Katanya kita tidak perlu melakukan sesuatu yang khusus untuk mendapatkan kasih sayang dari orang lain. I like you just the way you are. Anak-anak juga diajarkan untuk menjadi diri sendiri dan menerima orang lain di sekitarnya tanpa membuat orang lain merasa kurang sesuatu. Dalam program TV nya dia juga mengajarkan bahwa ga semua orang sama, dan perbedaan itu biasa aja. Walau berbeda tapi bisa tetap bermain bersama.

Kebanyakan program TV untuk anak-anak yang menghibur seperti Tom dan Jerry, Mickey Mouse ataupun Donald duck sebenarnya kurang mendidik, kerjanya berantem mulu dan kejar-kejaran. Apalagi Donald Duck yang kerjanya ngomel mulu hehehe. Banyak tontonan anak-anak juga menunjukkan adegan tembak-tembakan atau tokoh superhero yang jago berantem dan bisa terbang. Ada banyak kasus di mana anak-anak tidak bisa membedakan apa itu imajinasi dan kenyataan. Anak yang berpikir hanya memakai cape/jubah seseorang bisa terbang bisa jadi cedera ringan sampai parah kalau dia coba-coba lompat dari ketinggian setelah memakai kostum berjubah.

Di acaranya Mr. Rorgers Neighborhood, dia mengenalkan banyak konsep dengan dunia imajinasi. Anak-anak diajak berimajinasi tapi ya disebutkan ayo kita berandai-andai/make believe. Dia juga berusaha memberikan pengertian dengan cara sesederhana mungkin ke anak-anak. Dia selalu berusaha mendengarkan dengan perhatian penuh kalau ada anak yang bertanya atau bercerita.

Sekarang ini salah satu kalimat yang sering disebutkan Joshua adalah: let’s make believe with me. Mungkin Joshua belum ngerti sepenuhnya apa yang harus dilakukan atau apa sih make believe itu, tapi kami berusaha meresponnya untuk mengembangkan imajinasinya juga.

Serial kartun Daniel Tiger yang diproduksi berdasarkan acara Mr.Roger’s Neighborhood mengenalkan instruksi berupa lagu yang mudah diikuti. Beberapa contoh yang dulu sering kami pakai ke Jonathan: When you sick, rest is best. Biasanya kalau Jona lagi sakit, dia suka bosan disuruh tidur terus dan ga boleh lari-larian atau lompat-lompat seperti biasa, tapi kalau diingatkan kalimat itu dia jadi ingat di kartun Daniel Tiger disarankan supaya cepat sembuh ya harus istirahat.

Kalimat yang juga sering sangat berguna adalah ketika udah harus tidur tapi anak-anak masih pengen main ini dan itu. Di film diajarkan: it’s almost time to bed, so choose one more thing to do. Biasanya kalau diingatkan begitu Jonathan ga ngeyel pengen begini begitu lagi.

Sekarang ini, Joshua masih sulit diajarkan untuk ga lari sendiri kalau di mall. Kalimat yang kami pakai meniru Daniel Tiger: Stop, and listen, to stay safe. Biasanya kalau kalimat-kalimatnya diucapkan sambil dinyanyikan, Joshua akan ikuti dan cukup berhasil buat dia berhenti. Dulu dia ga mau pegang tangan saya kalau lagi di luar, tapi sekarang dia sudah lebih mau pegang tangan dan mendengarkan instruksi.

Sebagai orang tua, kami ikut menonton apa yang anak-anak tonton, dan Daniel Tiger ini banyak memberi ide bagaimana mengajarkan sesuatu ke anak-anak. Ada pelajaran potty training, pelajaran ke dokter, ke pantai, taking turn waktu di playground, ada juga soal meminta maaf dan berterimakasih.

Anak-anak juga diajak mengenal emosinya, misalnya: it’s okay to be sad sometimes, little by little you’ll feel better again. Sekarang ini kami sedang mengajarkan Joshua ikut membantu beberes mainan, dan saya sering ajak nyanyi clean up, pick up, put away. Karena nulis blog ini saya jadi googling dan menemukan daftar lengkap lagu yang ada di film Daniel Tiger Neighborhood bisa dilihat di link ini.

Garam

Di posting ini saya akan bercerita singkat mengenai garam atau dalam bahasa inggrisnya: salt, sekedar meluruskan beberapa konsepsi yang salah mengenai garam, terutama untuk bayi. Garam (NaCL) adalah mineral yang penting bagi kehidupan dalam jumlah kecil, tapi berbahaya dan bahkan mematikan dalam jumlah besar. Garam bisa didapatkan dari tambang garam atau dari penguapan air laut.

Kesalahan pertama adalah mengenai yodium (iodine): sebagian orang menyangka garam laut ataupun garam hasil tambang memiliki kadar yodium yang tinggi, sehingga tidak perlu memakai garam yang diperkaya yodium. Salah kaprah ini bahkan sudah masuk salah satu group facebook mengenai makanan bayi yang jumlah anggotanya lebih dari 10 ribu orang (fakta salah ini masuk dalam salah satu dokumen group tersebut).

Bahkan ada yang bilang bahwa garam murni dari tambak garam memiliki yodium tinggi, dan hilang setelah diproses pabrik. Ini salah besar, justru di pabrik ditambahkan yodium karena di dalam garam murni (baik dari laut maupun dari tambang) tidak banyak terkandung yodium. Tidak benar juga kalo ada yodium sintetis, yodium adalah unsur kimia dasar (zat kimia yang tidak dapat dibagi lagi menjadi zat yang lebih kecil), jadi tidak ada yang namanya yodium sintetis. Untuk definisi apa itu unsur kimia sintetis, silakan baca entry wikipedia mengenai synthetic element. Sebagai catatan: yodium ditambahkan dalam bentuk senyawa kimia (tergantung produsen, yang dipakai adalah: potassium iodate, potassium iodide, sodium iodate, atau sodium iodide).

Yodium ini penting untuk menghindari gondok dan keterbelakangan mental. Sayang sekali kalau orang-orang mendapatkan informasi yang salah ini.

“According to WHO, in 2007, nearly 2 billion individuals had insufficient iodine intake, a third being of school age. … Thus iodine deficiency, as the single greatest preventable cause of mental retardation, is an important public-health problem.”

Sebagai informasi: sumber yodium selain garam beryodium adalah makanan laut (ikan laut, rumput laut, dsb). Kekurangan yodium banyak terjadi di tempat-tempat yang jauh dari laut. Di darat, tidak ada sumber yodium yang besar.

Berikutnya adalah mengenai ketakutan memberi garam untuk bayi. Sebagian ibu sangat takut memberikan garam untuk bayi, karena takut mengganggu kerja ginjal bayi. Memang benar bahwa garam dalam kadar yang banyak akan berbahaya bagi bayi, tapi dalam jumlah sedikit tidak apa-apa. Jika tidak perlu, jangan menambahkan garam, karena sudah ada garam dalam berbagai makanan dan minuman yang dimakan/minum oleh bayi (termasuk juga dalam ASI dan susu formula).

Sebenarnya ketakutan ini sudah benar, tapi ada yang menyarankan mengganti garam dengan keju. Sebagai informasi: rasa asin dari keju itu berasal dari garam. Jadi jika tujuannya mengurangi garam, jangan mengganti garam dengan keju. Tergantung dari jenisnya, kadar garam dalam keju biasanya tinggi. Justru jika memberikan keju (karena banyak kandungan gizi yang baik dalam keju), pilih keju yang memiliki kadar garam yang rendah (low sodium). Sebagai informasi, tidak semua garam yang dipakai di keju mengandung yodium, walaupun riset menunjukkan tidak ada perbedaan rasa antara keju dengan garam beryodium ataupun tidak

Jadi memberi keju sebagai pengganti garam itu adalah hal yang aneh karena: (1) tetap kena garam (2) garam yang diberikan belum tentu beryodium. Memberi keju sendiri tidak salah, tapi jika niatnya untuk menghindari garam, itu yang aneh.