Wisata di Chiang Mai

Kadang-kadang, ada teman bertanya kalau mau ke Chiang Mai ada apa yang menarik untuk dikunjungi? Seperti biasa, begitu kita tinggal agak lama di suatu kota, kita udah nggak memikirkan lagi tempat wisata, karena semuanya itu ya bukan tempat wisata buat kita. Tapi kalau diganti pertanyaanya, misalnya suatu hari kami ga tingal di Chiang Mai lagi, kira-kira apa yang akan kami kunjungi kalau ke Chiang Mai? Tulisan ini juga buat jadi referensi kalau ada lagi yang nanya ke kami hehehe.

Jawabannya tergantung berapa lama rencana mengunjungi Chiang Mai, terus apakah kami datang tanpa anak atau dengan anak-anak. Kalau datang dengan anak-anak, tentunya yang dikunjungi tempat yang menarik untuk anak-anak juga. Tempat yang biasa mereka kunjungi sejak kecil. Beberapa yang bisa di list adalah:

  • Dalam kota Chiang Mai
  • kota sekitar Chiang Mai

Dalam kota Chiang Mai

Untuk dalam kota Chiang Mai, yang paling mudah tentunya Suan Buak Haad Park (nama di Google: Nong Buak Hard Public Park) di old city, mall, Night Safari Chiang Mai.

Nong Buak Hard Public Park

Di park bisa kasih makan ikan dan pigeon, main-main di playground atau sekedar berlari-lari mengelilingi taman sambil mencoba beberapa alat olahraga yang ada. Kalau sudah capai bermain, nongkrong di coffee shop yang ada di park minum kopi dan nyemil hehe. Kalau lapar, bisa beli ayam bakar plus nasi ketan di pintu keluar park, atau kalau mau paket hemat ya bawa makanan dari luar dan tinggal sewa tikar aja piknik dan buat dessert bisa beli eskrim/es puter versi sini. Jonathan senang makan es krim pake ketan terus ditaburin kacang. Di sini sepertinya apa saja bisa dicampur dengan ketan hehehe.

Memberi makan burung di park

Jalan-jalan di park

Central Airport Plaza Chiang Mai

Tujuan berikutnya ya tentunya mall. Dari beberapa mall yang ada di sini, Airport Plaza (CentralPlaza Chiang Mai Airport) merupakan mall yang paling sering kami kunjungi. Selain karena sekarang ini Jonathan ikut kelas Taekwondo di sana, mall ini adalah mall terdekat dari rumah (sekitar 5 menit kalau ga kena lampu merah).

Di mall biasanya kami akan makan berbagai pilihan makanan Thai di food court atau restoran makanan Jepang OISHI (ini restoran milik orang Thailand), naik kereta api gratis, Joshua bisa main di soft area gratis dan mungkin kalau anak-anak sudah cukup besar bisa diajak nonton di bioskop :-).

Mainan gratis di mall
Food court

Royal Flora Ratchapreuk dan Night Safari

Selain park di old city, kami juga sekarang ini sering mengunjungi Royal Flora Ratchapreuk dan Night Safari. Mudah-mudahan kalaupun nanti datang jadi turis, saya masih bisa dapetin harga lokal (asal ga lupa aja bahasanya).

Untuk harga turis, harga Night Safari tergolong mahal, dan rugi rasanya kalau datang cuma sebentar. Saat ini rate yang dikenakan untuk turis itu sekitar 800 baht dewasa (harus cek lagi buat tau harga anak-anak). Sementara itu kalau kami dapat harga lokal seperti orang Thai, dewasa itu harganya ga lebih dari 250 baht. Saat ini kami masih bisa mendaftar jadi member, harga member 500 baht untuk selama 6 bulan dan bebas masuk setiap hari juga boleh kalau mau.

Di night safari ada banyak kegiatan yang kalau diikuti semua butuh waktu 5 jam di sana. Kita bisa jalan keliling di walking zone sekitar 1 jam, makan, kalau ada waktu ekstra naik tram keliling 1 jam, menonton beberapa tarian dan animal shows (tiger show 30 menit dan night predator show 30 menit).

Diantara waktu tunggu show dan jadwal tram anak-anak bisa main di Playground. Karena cukup sering ke sana, kadang kami datang cuma untuk jalan keliling walking zone, main di playground dan makan saja.

Ratchapreuk
Ratchapreuk

Kami juga menjadi member untuk Royal Flora Ratchepreuk 400 baht per tahun. Kalau bukan member, sebagai orang Thai harus bayar 100 baht per datang, dan sebagai orang asing harus bayar 200 baht per orang (anak-anak biasanya harganya lebih murah).

Di taman bunga ini selain bisa main pokemon (kami masih main pokemon), ada playground juga buat anak-anak main dan bisa untuk melemaskan kaki keliling park hehe.

Hidden Village

Hidden Village

Salah satu tempat yang mungkin akan dikunjungi jika punya waktu ekstra di Chiang mai adalah Hidden Village. Tempat ini relatif baru, dan karena ga ada membership kami ga bisa terlalu sering ke sana.

Di hidden village ini tiket masuk 100 baht/orang dan 50 baht untuk anak-anak. Di dalamnya ada restoran, playground, petting zoo dan animatronik Dinosaurus. Dengan bayar ekstra 20 – 40 baht ada lagi mainan seperti bouncy house dan softplay area di dalamnya.

Zoo, Aquarium dan Poo Poo Paper Park

Selain night safari, kami juga pergi ke zoo. Chiang Mai zoo cukup besar dan butuh seharian juga mengeksplornya termasuk bagian aquarium dan menonton animal show yang ada.

Kami juga sudah dua kali ke Poo Poo Paper park, tapi sudah dituliskan di posting yang ini. Sedikit tentang Chiang Mai Zoo pernah dituliskan di sini dan nanti mengenai Chiang Mai Night Safari dan royal flora Ratchepreuk akan ditulis di posting terpisah.

Luar kota (butuh drive lebih dari 30 menit)

Karena kami gak biasa nyetir jauh-jauh, maka perjalanan lebih dari 30 menit itu tergolong luar kota buat kami hehehe. Kami jarang pergi ke luar kota, jadi ya ga bisa kasih banyak saran juga untuk keluar kota. Tapi ada beberapa tempat yang sesekali kami kunjungi kalau lagi bosan dengan yang dalam kota.

Horizon Village

Horizon Village

Dulu kami sering sekali ke Horizon Village. Tempat ini butuh drive sekitar 30 – 40 menit dari rumah. Biasanya butuh waktu seharian kalau ke sana. Di sana ada pilihan untuk makan buffet di hari Sabtu dan Minggu, bersepeda dan atau keliling taman.

Taman di sini lebih rindang dibandingkan Ratchepreuk. Di taman horizon village ini juga ada mini zoo dan bisa kasih makan ikan atau burung unta. Dulu sebelum Jonathan 3 tahun, kami bisa ke tempat ini sebulan sekali, tapi belakangan karena Jonathan banyak kegiatan di hari weekend, kami jadi makin jarang ke sana (selain tempatnya juga makin mahal haha).

Hotspring Sankamphaeng

Hot spring

Tempat wisata yang menarik juga untuk dikunjungi dan ga jauh dari Chiang Mai itu Hotspring San Kampheng. Butuh nyetir sekitar 45 menit – 1 jam dari kota. Kami baru beberapa kali ke sana, sebenarnya seru juga rendaman air panas, atau bisa juga makan telur rebus yang di rendam di air belerang. Kalau misalnya datang pas musim panas, ya kayaknya ga disarankan.

Tempat ini menyenangkan dikunjungi di musim dingin tentunya. Tak jauh dari tempat ini ada cave yang katanya sih cukup menarik untuk dikunjungi, tapi kami belum kunjungi karena ga mau ambil resiko ngejar-ngejar Joshua dalam gelap hahaha. Kalau mau menginap, di sana juga ada pondokan yang bisa di sewa atau area untuk camping, tapi kami belum coba sampai sekarang.

Doi Suthep

Doi Suthep

Gimana dengan Doi Suthep? Hmm walaupun ada yang bilang belum sah sampai ke Chiang Mai kalau belum ke Doi Suthep, tapi rasanya ga ada yang istimewa dengan Doi Suthep, setidaknya buat kami begitu.

Kami pertama kali ke sana setelah beberapa tahun di Chiang Mai. Total selama 11 tahun di kota ini , kami baru 2 kali ke sana (bahkan kami lebih sering ke Doi Inthanon daripada Doi Suthep). Kenapa Doi Inthanon? Ya di Doi Inthanon itu udaranya lebih adem, dan juga naturenya lebih indah.

Butuh waktu 1 jam nyetir menanjak ke Doi Suthep. Di sana bisa melihat ke arah kota Chiang Mai dan foto-foto doang hehehe. Kalau ke doi Suthep, biasanya akan mampir juga ke Doi Pui, di sana bisa melihat kehidupan masyarakat tradisional dan ada taman bunga nya yang juga cukup indah.

Di bulan Januari, di dekat Doi Suthep bisa melihat hutan yang penuh dengan bunga sakura. Tapi karena jalannya ke sana sempit dan bunga sakura cuma mekar dalam waktu 2 minggu saja, biasanya weekend jalanan ke sana akan macet, dan yaaa setelah pernah sekali ke sana, kami belum ke sana lagi hehehee.

Doi Inthanon

Doi Inthanon

Doi Inthanon. Titik tertinggi di Thailand

Doi Inthanon, butuh sekitar 2 jam perjalanan (1 jam perjalanan menanjak). Kami suka ke sana karna udaranya adem. Pemandangannya juga jauh lebih indah dibanding Doi Suthep.

Ada banyak pilihan di Doi Inthanon ini, untuk yang suka trekking juga ada beberapa pilihan jalur trekking di sana (tapi kami belum pernah). Selain ada temple, taman bunga, di sana juga ada air terjun. Kalau ke Doi Inthanon, butuh waktu seharian untuk bisa mengeksplore/menikmati alam di sana.

Queen Sirikit Botanical Garden

Queen Sirikit Botanic Garden

Buat pecinta tanaman dan nature, sekitar 1 jam naik mobil dari Chiang Mai juga ada taman bunga Queen Sirikit Botanic Garden. Kami baru sekali ke sana dan udah beberapa tahun lalu, jadi ga bisa kasih banyak update selain di tempat itu luas dan banyak jenis tanaman dan bunga yang indah.

Sekarang ini di sana ada canopy sky walk yang cukup panjang. Waktu kami ke sana canopy sky walk ini belum ada, mungkin ini bisa jadi alasan untuk ke sana lagi.

Golden Triangle

Kalau punya waktu ekstra, bisa juga ke Golden triangle. Tempat ini merupakan perbatasan antara Thailand, Myanmar dan Laos. Butuh perjalanan sekitar 3 jam dari Chiang mai. Di perjalanan menuju lokasi bisa berhenti di hotspring. Kami baru sekali ke sana ikutan tour sebelum ada Joshua.

Sebenarnya pengen lagi ke sana ajak Joshua, tapi dipikir-pikir temple yang menjadi tempat wisata di sana kurang cocok untuk dilihat oleh anak-anak. Untuk yang tidak bawa anak dan suka melihat arsitektur temple yang unik, tempat ini bisa jadi pilihan dan sekalian siapa tau pengen dapat cap mengunjungi negara Laos dan Myanmar sekalian.

Penutup

Ada beberapa tempat sekitar sini yang belum juga kami eksplore. Entah apakah kami akan eksplore suatu saat setelah kami ga di sini lagi atau entahlah. Kami belum pernah ke Doi Angkhan, padahal katanya tempat ini cukup dekat dari Chiang Mai dan indah, tapi sejauh ini belum tertarik untuk ke sana. Mungkin kalau sudah ga di Chiang Mai baru deh pengen ke sana dan ke mari jadi turis hehehe. Beberapa tempat yang jadi tujuan wisata juga waterfall. Tapi karena saya selau bayangkan air terjun sipiso-piso, saya ga pernah senang dengan waterfall di sini hehhe.

Jadi kembali ke pertanyaan: kalau ke Chiang Mai, sebaiknya ke mana dong? Kalau ga punya banyak waktu mending wisata memperhatikan kehidupan orang lokal. Pergi massage, wisata kuliner dengan harga lokal, pergi ke pasar tradisional biar ditanya: where are you come from, dan ketika kita jawab Indonesia mereka akan bilang ooh Filipin atau Malay sambil bilang same nunjuk ke wajah mereka yang artinya: wajah kita sama mirip orang Thai. Kalau punya waktu banyak, ya bisa deh mengunjungi semua tempat yang disebutkan di atas.

So, dari tulisan ini, kira-kira kalian bakal tertarik ga datang ke Chiang Mai jadi turis? Kalau kata saya, jangan jadi turis deh, rugi. Mending tinggal aja di sini, hidup nyaman pasti betah deh (kecuali buat yang sangat strict dengan makanan harus label halal, ini bisa jadi hidupnya berasa repot). Tapi walaupun demikian, banyak juga kok restoran halal di Chiang Mai. Buktinya beberapa teman orang Indonesia di Chiang Mai yang muslim juga bisa betah berlama-lama tinggal menetap di Chiang Mai.

Di posting lain akan dibahas mengenai event-event khusus di Chiang Mai (festival bunga, Songkran dsb), supaya tahu kalau mau datang sebaiknya bulan apa.

Memulai Homeschooling

Setelah memutuskan mau homeschooling, kami gak langsung terjun bebas. Homeschooling ini menuntut orangtua untuk belajar lagi, karena kami gak punya pengalaman mengajar anak kecil. Belajar seluk beluk dunia homeschooling terutama memutuskan mau seperti apa style homeschooling kami.

Mulai dari mana?

Kami mulai dengan banyak mencari informasi yang terkait dengan homeschooling dari berbagai sumber, diantaranya:

  • bertanya ke teman-teman yang sudah lebih dulu menghomeschool anaknya
  • cari informasi di internet
  • gabung dengan komunitas homeschooler online dan offline

Sebagai orangtua harus rajin mencari berbagai hal yang sesuai dengan kondisi keluarga dan gaya belajar anak. Orangtua juga harus memiliki komitmen untuk memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak. Setelah mendapatkan informasi yang dibutuhkan, sebagai orangtua harus menentukan/memutuskan mau seperti apa homeschoolingnya.

Saya akui saya pusing dengan berbagai istilah yang ditemukan mengenai homeschool. Ada banyak sekali metode dan pendekatan untuk melakukan homeschooling, ada yang melakukannya secara tradisional seperti memindahkan sekolah ke rumah (jam sekolah tertentu dan jadwal hari sekolah dan libur yang sudah ditentukan di awal tahun ajaran), ada yang memilih untuk membebaskan anak dari beban kurikulum dan hanya mengajarkan apa yang menjadi minat anaknya (unschooling), ada yang ikut kelas online bayar maupun gratis, ada yang mempelajari secara mendalam topik tertentu dengan unit studies. Ada yang mengikuti metode Charlotte Mason, Classical Conversation atau Montessori. Dan banyak istilah lainnya yang selanjutnya bisa di baca di wikipedia mengenai homeschooling.

Lanjutkan membaca “Memulai Homeschooling”

Kenapa kami memilih homeschooling

Sebagian orang sudah memiliki pengalaman homeschool (atau mereka sendiri adalah hasil didikan homeschool) sehingga sudah sangat yakin untuk memulai homeschool, dan bahkan tidak mencoba sama sekali sekolah konvensional. Kami bukan orang yang seperti itu. Dari dulu kami tertarik dengan homeschool tapi belum yakin. Waktu Jonathan masih sekitar 3 tahun, Risna sempat bergabung dengan group homeschool dan belajar banyak tentang homeschool. Tapi kemudian kami memasukkan Jonathan ke sekolah, dan sepertinya Jonathan suka di sekolah.

Di masa level taman kanak-kanak, sekolah cukup menyenangkan bagi Jonathan, tapi ketika mulai masuk SD, sudah terasa menjadi beban, dan semakin bertambah ketika naik kelas 2. Jonathan tidak memiliki kesulitan untuk masalah membaca, menulis dan matematika tapi masalah dengan kegiatan sekolah yang terlalu lama. Di Thailand sini, semua sekolah yang kami tahu merupakan sekolah full day, mulai dari jam 8.30 pagi (bahkan ada yang lebih pagi) sampai sore (15.00, dan beberapa sekolah bahkan lebih lagi). Lanjutkan membaca “Kenapa kami memilih homeschooling”

Screen vs No Screen

Kami nggak punya nanny/mbak yang bisa dititipi jaga anak2, jadi memang selama ini supaya “aman tentram” masak atau pas lagi ngajarin Jonathan, saya kadang kasih lagu-lagu nursery rhymes atau tontonan edukasi di TV buat Joshua. Terkadang kasih iPad atau handphone pas di luar rumah supaya ga berisik. Tapi kadang pas saya udah lowong, saya jadi malas dan biarin saja Joshua nonton TV/main gadget.

Jonathan juga kadang jadi ikutan nonton lagu buat Joshua. Kadang bangun tidur sore, saya pasang film buat Jonathan yang ikut ditonton Joshua, dan walaupun tau kebanyakan screen time ga baik buat anak-anak, tetep aja saya cari alasan pembenaran untuk kemalasan saya. Sampai pada satu titik, saya dan Joe akhirnya sepakat untuk stop gadget/screen time dan mengalahkan sejuta alasan kami mulai dari: ah mereka kan belajar dari YouTube, biar anteng, lagi cape buat ajak main yang sebenernya kami malas dan mau main gadget juga.

Memang sih Joshua banyak belajar dari tontonannya, belum 3 tahun dia sudah bisa mengenali (dan menulis) huruf A sampe Z, hitung 1 sampai 100 dan juga mengingat beberapa fakta penjumlahan dan perkalian. Tapi efek buruknya juga ada, dia jadi seperti terobsesi belajar mulu dan kurang mau diajak obrolan sehari-hari.

Sudah sebulan ini kami stop mengijinkan anak-anak main gadget/screen time. Awalnya sempat ragu-ragu dan ga yakin bakalan bisa, karena memang memberikan gadget ini membuat kami semakin malas untuk berinteraksi dengan anak dan pastinya kami sendiri semakin punya alasan buat berlama-lama di depan gadget kami.

Kami mulai menghentikan pemberian gadget termasuk tontonan YouTube walaupun isinya materi edukasi di suatu weekend. Sepert biasa kami ajak anak-anak ke park dan playground. Pulang ke rumah biasanya kami beri gadget supaya tenang, tapi mulai saat itu kami ajak main dengan mainan yang ada dan memilih membiarkan anak-anak berantakan.

Joshua membaca sight words

Minggu pertama, Jonathan berusaha menawar dan masih berusaha mencari kesempatan untuk dapat kesempatan main game. Kami tetep gak kasih karena kalau kami mulai kasih lagi, pasti akhirnya kembali lagi main game mulu. Terkadang Jonathan akan mengeluh bosan. Saya bilang kalau bosan ya tidur aja, atau baca buku, atau mewarnai, atau bikin game sendiri. Gak mudah memang berhenti main gadget, mungkin ga fair buat anak-anak, karena mereka ga boleh main gadget tapi kami tetap main hp di depan mereka. Tapi tentunya supaya anak-anak ga rebut gadget, di masa awal kami juga ga make gadget di depan mereka dan lebih banyak bermain sama mereka. Secara ga langsung kami juga berkurang sih main gadget karena harus mengajak mereka main, terutama Joshua. Kami memutuskan stop total screen time, Jonathan juga ga dikasih supaya Joshua ga ikutan minta.

Efek yang paling terasa sejak anak-anak gak main gadget adalah mereka jadi mencari buku. Dari dulu saya berusaha mencari akal gimana supaya Jonathan suka membaca dan Joshua mau duduk tenang kalau dibacain buku. Saya sudah coba bikin rutin membacakan buku untuk mereka sebelum tidur, tapi ya mereka kayak ga tertarik dan lebih tertarik melihat gadget. Kalau ga ada gadget akhirnya mereka ga punya pilihan lain dan mereka mendengarkan buku yang saya bacakan. Jonathan bahkan mulai mencari buku sendiri untuk dibaca, dan mereka gak pernah berusaha rebut handphone kami setelah seminggu berhenti main gadget dan nonton TV. Joshua sekarang malah berusaha mengeja semua kata yang dia kenali dan berusaha baca. Kalau di luar rumah, dia suka main membentuk huruf dan angka dari pensil, tusuk gigi ataupun sumpit.

Jonathan kami suruh membaca chapter book yang ada di rumah. Awalnya dia bilang suka dengan jalan ceritanya satu buku, tapi belakangan saya lihat dia baca juga buku lain yang tadinya dia bilang gak suka. Setelah Jona selesai baca 2 chapter book yang berupa kumpulan cerita singkat, Joe coba kasih Jonathan baca buku serial micro adventure di Kindle. Eh ternyata Jonathan sangat tertarik dan semangat sekali membacanya dan menyelesaikan baca dalam waktu sehari. Dia juga bersemangat untuk mencoba mengetik listing program BASIC yang menjadi bagian dari cerita. Buku ke -2 kami print karena saya pikir supaya ga kembali ke kebiasaan pegang gadget karena kindle itu serasa tablet. Buku ke-2 dibaca Jona dalam waktu beberapa jam saja. Akhirnya kami ijinkan baca buku ke 3 di Kindle lagi karena lumayan banyak juga kalau harus di print, dan dia bisa selesai juga dalam waktu singkat.

Melihat semangat Jonathan membaca buku, saya jadi pengen ikutan baca buku yang dia baca. Ternyata, membaca buku di handphone dengan aplikasi Kindle itu terlalu banyak yang bikin terpecah konsentrasi. Sebentar – sebentar ada pop-up notifikasi yang akhirnya jadi godaan buat baca pesan di WhatsApp ataupun buka Facebook. Saya perlu membaca di kindle tablet atau sekalian buku fisiknya.

Akhir pekan kemarin, kami berburu buku ke toko buku bekas di Chiang Mai, sayangnya ga banyak buku cerita yang cocok untuk umur Jonathan di toko buku yang ada. Tapi dari 2 buku yang kami beli, Jonathan menyelesaikannya dalam hitungan jam, dia sekarang juga membaca ulang buku yang sudah dia selesaikan itu karena kami belum beli buku lagi. Saya juga jadi ikutan coba baca buku yang Jonathan baca, dan disitu saya menyadari memang baca buku fisik jauh lebih bisa fokus dan dinikmati daripada baca e-book.

Kalau sudah begini, rasanya harus mulai mencari membership perpustakaan yang ada koleksi bahasa Inggrisnya di kota ini. Biasanya membeli buku berbahasa Inggris ya dari group jual beli saja. Dulu sempat ada toko buku bekas yang koleksinya banyak banget, sayangnya sudah beberapa bulan ini toko bukunya tutup karena pemiliknya sedang ke Amerika dan belum tahu kapan kembali.

Saya bukan tergolong orang yang suka membaca buku, saya lebih sering berlama-lama di depan handphone membaca timeline media sosial ataupun artikel-artikel yang seliweran di timeline saya. Tapi melihat Jonathan sedang semangat membaca, saya jadi pingin punya semangat yang sama dan berharap dia bisa tetap memelihara semangat bacanya. Mungkin sudah waktunya saya juga dilarang pake gadget ya hahaha. Tapi kalau saya dilarang pake handphone, saya makin ga punya waktu dong buat nulis blog begini. Alasan selalu ada ya supaya ga lepas dari gadget hahaha.

Sekarang ini Jonathan kami ijinkan main komputer untuk belajar mrogram atau mengetik dan menonton YouTube bersama Joe sebagai sarana belajar di saat Joshua tidur/Joshua main dengan saya. Kami masih berpendapat screen time ga selalu jelek, yang jelek itu kalau orangtua jadi malas dan ga mengarahkan dengan benar.

Untuk bisa membatasi screen time pada anak, perlu kesepakatan orangtua dan kesediaan orangtua untuk mengalahkan rasa capek dan mau bermain dengan anak. Efek dari less screen time ini sejauh ini lebih banyak postitifnya, bahkan untuk kami sendiri rasanya kami cukup senang melihat anak-anak tertawa ceria dan gak melulu cari gadget. Kalau dulu Joshua akan insist nyalain TV minta dikasih tontonan, sekarang ini dia gak pernah lagi nyalain TV ataupun nangis merengek minta diambilkan gadget. Setidaknya sampai Joshua mau berkomunikasi yang ga melulu angka dan huruf, Joshua masih di stop screen timenya. Mungkin kalau dia emang pengen bisa baca, kami akan ajarin baca aja hehhee.

11 Tahun Menikah

Hari ini 11 tahun yang lalu, kami menikah setelah mengenal satu sama lain sekitar 3 tahun. Dan selama 14 tahun kami masih selalu menjadi pengguna aplikasi messenger. Mulai dari Yahoo Messenger, Agile messenger di handphone dengan OS Symbian, Google Talk /Google Hangout, BBM, dan sekarang pake Telegram. Dari jaman internet masih mahal dengan paket GPRS, sampai sekarang jaman 4G dengan harga relatif lebih murah.

Joshua belajar mengetik, berikutnya belajar pake app messenger

Kami gak pernah long distance relationship, waktu pacaran kami tinggal 1 kota (bahkan 1 kantor dan kuliah bareng), tapi kami sering chat sampe sekarang. Beberapa temen saya sampe terheran – heran ngapain sih masih chat, kenapa ga telpon saja langsung atau ya kan nanti bisa ngobrol di rumah. Alasannya sih karena ga semua yang kami bicarakan itu penting banget sampe perlu di telpon. Ya saya bersyukur punya pasangan yang mau mendengar semua cerita saya bahkan yang ga penting sekalipun. Kadang-kadang, jadi perempuan itu cuma pengen didengar, jadi misalnya saya baca berita yang aneh, reflek pertama bukan share di FB tapi share ke Joe. Lanjutkan membaca “11 Tahun Menikah”

Bulan Penuh Diskon

Bulan November merupakan bulan penuh diskon, karena ada 11/11 (singles day) dan ada banyak diskon dari berbagai situs di China, lalu diikuti dengan Black Friday dan Cyber Monday yang penuh dengan diskon global.

Dibandingkan tahun lalu, tidak terlalu banyak diskon yang diberikan oleh AliExpress, benda mahal yang saya beli  hanya Proxmark3 versi paling sederhana (tidak memiliki konektor batere) dengan harga 66 USD (termasuk ongkos kirim). Proxmark3 ini adalah tool untuk eksplorasi RFID/NFC.

Sebenarnya dalam banyak kasus berbagai penstest dan hacking NFC bisa dilakukan dengan reader sederhana yang harganya kurang dari 5 USD, tapi proxmark ini diperlukan untuk sniffing dan juga untuk mengakses berbagai kartu yang tidak standar.

Texas Instruments baru saja meluncurkan board MSP43  baru (Launchpad dengan FRAM), dengan harganya 9.9 USD belum termasuk ongkos kirim, tapi saat ini  diskon menjadi 4.30 USD (sudah termasuk ongkos kirim). Diskonnya masih ada sampai Desember 2017. Development board dari TI ini bisa dipakai juga memprogram chip MSP430 lain. Lanjutkan membaca “Bulan Penuh Diskon”

Kesibukan dan Oprekan Januari 2017

Bulan ini kesibukan saya lebih banyak jalan-jalan bersama keluarga dibanding ngoprek. Selain kunjungan ke PooPoopaper park yang sudah diposting sebelumnya, beberapa weekend ini dipenuhi kegiatan keluarga keluar. Selain berbagai acara yang disebutkan di sini ada juga pernikahan teman kantor (7 Januari), dan house warming party (30 Januari) yang tidak ditampilkan untuk privasi yang punya acara.

Hari Anak Nasional

Di Thailand hari anak nasional jatuh di Sabtu kedua bulan Januari (15 Januari tahun ini). Hari anak dirayakan dengan besar. Berbagai mall mengadakan acara, berbagai institusi (militer, rumah sakit, bank, dsb) juga membuat acara untuk anak-anak. Berbagai tiket tempat wisata digratiskan untuk anak-anak (orang tua tetap membayar tiket).

Tahun ini kami memilih pergi ke Air Force, karena kebetulan ada teman Jonathan (tetangga kami) yang mau pergi ke sana juga. Acaranya meriah, banyak penjual makanan dan mainan. Kami bisa berfoto dengan pesawat tempur, dan sebenarnya ada pertunjukannya juga tapi kami terlambat dan tidak menunggu yang berikutnya.

Obervatorium Doi Inthanon

Tanggal 21-22 Januari kami pergi ke Doi Inthanon karena ada open house Thai National Observatory. Teman kami yang bekerja di sana memberi tahu tentang open house ini dan kami pergi bareng-bareng teman-teman Indonesia. Sebelum ke sini kami mampir Small Farm.

Lanjutkan membaca “Kesibukan dan Oprekan Januari 2017”