Serba Serbi Publikasi Desain Canva Sebagai Website

Hari ini saya mau berbagi cerita tentang Canva lagi. Jadi, saya baru tahu kalau di Canva, kita bisa mempublikasikan desain kita sebagai website.

Selain itu, di dalam elemen desain, kita bisa membuat link yang bisa diklik seperti dalam website.

Nah, selain diterbitkan sebagai website, desain kita juga bisa diembed ke blog Wordpres, Medium dan beberapa blog lainnya.

Canva menyediakan kode HTML juga untuk menempelkan desain kita ke website yang tidak bisa mengunakan smart link.

Ini contohnya, desain bio links untuk situs drakorclass. Isinya tentu saja link ke website dan semua media sosial drakorclass.

drakorclass.com by Risna Nugroho

Kalau desain ini saya unduh berupa image, ya hasilnya begitu saja dan tidak bisa diklik. Tapi kalau saya unduh sebagai file pdf, semua link yang ada bisa diklik dari dalam file pdf.

Lanjutkan membaca “Serba Serbi Publikasi Desain Canva Sebagai Website”

Membuat Efek 3D dan Video dalam Frame di Canva

Sejak bulan Februari, saya ikut belajar desain Canva yang dimulai dengan digital painting. Kelasnya gratis waktu itu. Lalu saya jadi kecemplung makin kenal dengan Canva setelah memutuskan ikut kelas belajar yang berbayar (dan pada waktu itu bonus canva Pro).

Setelah mengenal Canva, saya memang udah pengen banget langganan Canva Pro. Bukan, saya bukan sedang promosi Canva, ini asli cerita pengalaman pribadi. Dengan Canva Pro, pilihan gambarnya lebih banyak, dan ada fitur yang tidak tersedia di Canva gratisan.

Di grup belajar Canva, saya bertemu banyak orang-orang kreatif dan tidak pelit ilmu. Terkadang ada saja yang datang dengan ilmu baru. Ketika ditanya bagaimana membuatnya, tak lama kemudian tutorial pun sudah tersedia. Aduhai, banyaknya tutorial bikin pengen mencoba semuanya.

Efek 3 dimensi

Tapi kadang-kadang ya tetap saja tidak bisa terus-terusan mencoba semua. Ini beberapa hasil kerjaan di Canva dari hasil niruin kerjaan teman-teman lain.

Lanjutkan membaca “Membuat Efek 3D dan Video dalam Frame di Canva”

Cerita dari Ikut Kelas Gratisan di WAG

Beberapa waktu lalu, saya ikut kelas belajar bahasa Korea gratisan melalui WAG. Ini merupakan kali pertama saya belajar bahasa Korea melalui WAG.

Memang ada banyak ya kelas gratisan di masa pandemi ini, bukan cuma belajar Canva doang tapi juga belajar berbagai hal lain termasuk bahasa asing.

Alasan saya ikut kelas ini sih pengen tahu seperti apa sih rasanya belajar bahasa Korea melalui WAG. Sebelumnya, saya sudah belajar bahasa Korea melalui Coursera dan juga masih memakai aplikasi duolingo.

Belajar bahasa Korea saya lakukan cuma iseng-iseng belaka, dan tentu saja hasilnya sampai sekarang saya masih belum maju-maju juga. Saya mengerti banyak kosa kata ketika mendengarnya, tapi ketika disuruh menyusun kalimat sendiri (apalagi menuliskannya) tentu saja saya belum bisa.

Jangankan bahasa Korea ya, bahasa Thai saja yang lebih sering saya pakai di sini, masih belum ada kemajuan juga.

Belajar bahasa itu masalah kebutuhan. Jangankan bahasa asing, bahasa Indonesia saja, yang merupakan bahasa pertama saya, masih sering banyak kesalahaan terutama dalam penulisan disambung atau dipisahnya kata di.

Beberapa aturan penulisan PUEBI juga sudah berkali-kali dipelajari, tapi tetap saja masih lalai memeriksa kembali tulisan sebelum diterbitkan di blog. Berkali-kali berjanji pada diri sendiri untuk tetap berlatih, tapi berkali-kali mengabaikan janji itu lagi.

Eh iya, kembali ke topik. Jadi sebenarnya, buat saya belajar itu tidak bisa sekali baca langsung mengerti. Tidak bisa juga sekali tahu lalu ingat semua. Saya membutuhkan pengulangan dan latihan demi latihan untuk mengingatnya.

Memang benar kata peribahasa: lancar kaji karena diulang. Tau kan makna dari peribahasa ini?  Seseorang dapat terampil akan (tentang) sesuatu karena ia (mengikutinya dan) melakukannya berulang kali.

Nah, kembali lagi ke cerita pelajaran gratisan lewat WAG. Dari sekian banyak kelas lewat WAG yang saya ikuti, baru kali ini saya mendapatkan pelajaran yang berbeda.

Bedanya gimana?

Jadi sebelum kelas dimulai, selain perkenalan, gurunya meminta kami untuk menuliskan apa yang diharapkan dari belajar bahasa Korea. Kami diminta untuk menuliskan target jangka pendek dan jangka panjang.

Tentu saja saya jadi bisa melihat target-target yang lain, yang mana saya tidak tahu apakah mereka benar-benar baru belajar atau sudah lama belajar dan ingin memantapkan saja.

Lalu, masih sebelum materi utama dimulai, gurunya kembali lagi menjelaskan cara membuat target yang benar.

Bukan hal baru sebenarnya, karena lagi-lagi diingatkan untuk memecah-mecah target menjadi SMART alias Spesific, Measureable, Achievable, Relevant dan Time Limited.

Jadi misalnya kalau targetnya lancar berbahasa dalam 1 tahun, tapi tidak punya strategi jangka pendeknya, itu sih omong kosong ya. Kami juga diberikan tips memilih kamus bahasa Korea selain memilih tempat kursus bahasa.

Jadi ternyata, bahasa Korea itu juga ada sejenis TOEFL untuk bahasa Inggris juga. Nah, kalau mau benar-benar belajar bahasa Korea, carilah tempat kursus yang tujuannya sampai ke ujian yang diakui seperti itu sertifikatnya. Setiap bahasa biasanya mempunya ujian sertifikasi seperti ini (bahasa Thai juga ada sih, dan saya jadi kepikiran mau belajar bahasa Thai lagi).

Jelas saja kenapa saya sampai sekarang tidak benar-benar menguasai bahasa Korea ataupun bahasa Thai. Karena saya tidak pernah benar-benar duduk memikirkan strategi untuk mencapai target saya supaya mahir berbahasa asing.

Setelah diingatkan kembali tentang cara menyusun target belajar, dan tips-tips cara belajar bahasa (yang bisa diterapkan untuk belajar bahasa apapun). Barulah gurunya masuk ke dalam materi utama.

Namanya juga belajar kelas gratis yang cuma beberapa hari, mana mungkin bisa mencakup semua pelajaran bahasa yang banyak itu. Tips belajar bahasa nya kapan-kapan saja saya tuliskan yah.

Dari mengikuti kelas itu, saya tidak banyak mendapat materi belajar bahasa Korea, tapi saya banyak mendapat tips belajar. Gurunya menjelaskan juga kalau kita harus mengenali gaya belajar kita masing-masing.

Karena setiap orang gaya belajarnya beda. Dengan mengenali gaya belajar, kita bisa menyusun strategi untuk belajar lebih optimal.

Nah berbeda dengan kelas belajar bahasa yang tidak mungkin selesai dalam hitungan hari, kelas desain Canva atau Kinemaster masih lebih memungkinkan untuk belajar sedikit demi sedikit.

Tahun 2020 lalu, saya masih buta dengan Canva. Saya masih menganggap Canva itu terlalu sulit dan membuat saya terlalu lama memilih huruf dan warna, hehehe. Tapi ternyata, setelah ikut beberapa kelas gratis dan pakai Canva Pro, rasanya saya bisa lebih cepat mengikuti kalau ada tips atau ilmu baru.

Seperti halnya belajar apapun, belajar Canva dan Kinemaster ini butuh jam terbang alias berlatih dan berlatih terus. Makanya saya masih rajin nih ikutan kelas-kelas yang memberikan tutorial yang langsung ke tips membuat hal tertentu.

Dengan adanya teman belajar, dan guru yang lebih dulu mengeksplorasi Canva dan Kinemaster, saya bisa belajar lebih cepat juga. Melihat pekerjaan teman, saya bisa melihat apa yang ingin saya tiru.

Melihat tutorial dari pengajar, saya bisa mengikuti dan meniru membuat juga. Dengan kritik dan saran dari teman-teman dan dari pengajar, saya bisa memperbaiki hasil karya saya.

Setelah sering mengikuti berbagai kelas gratis lewat WAG, saya jadi menemukan cara belajar di WAG buat saya.

Belajar apapun via media apapun, akhirnya sih kembali ke kita lagi. Mau itu kelas bayar atau gratis, kita tetap perlu melakukannya dan terus menerus melatih diri.

Dari Canva jadi Animasi di Kinemaster

Kemarin seorang teman membagikan hasil pekerjaan edit Video di Kinemaster yang isinya menganimasikan truck dan beberapa hewan di peternakan. Saya langsung tertarik dan ingin belajar juga.

Saya langsung ingat dengan hasil tugas digital painting beberapa waktu lalu dengan tema outdoor.

Hasil Canva Digital Painting tema outdoor

Hari ini, tugas digital painting dengan tema outdoor menjadi inspirasi untuk dianimasikan.

Lanjutkan membaca “Dari Canva jadi Animasi di Kinemaster”

Cara Edit Video dalam Multi Frame di Canva

Hari ini mau berbagi tentang pelajaran baru dari mainan Canva.

Mungkin sebenarnya terlihat biasa, ketika melihat video dengan multi frame begini, yang terpikir adalah videonya diletakkan di layer bawah dari bingkai kosong.

Saya sempat juga berpikir kalau video seperti ini dibuat dengan Kinemaster. Jadi saya pikir lapisan atasnya dibuat dengan bingkai di mana ada bagian yang transparan, lalu videonya diletakan di layer bawahnya.

Tapi ternyata saya salah.

Video dalam multi frame yang berasal dari video yang sama.

Terus gimana dong membuatnya?

Lanjutkan membaca “Cara Edit Video dalam Multi Frame di Canva”

Tips Belajar Melalui Kelas WhatsApp Group (WAG)

Beberapa waktu lalu, saya menuliskan tentang banyaknya kelas online bertaburan saat ini. Sebagian berbayar, banyak yang gratis juga. Antara pilihan belajar via Zoom, IG Live dan WA Group, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Kesamaanya tentunya pengajar tidak bisa langsung melihat hasil kerja kita, ketika ada kesulitan kita harus bisa mendeskripsikan apa masalahnya lewat kata-kata, foto, screen shoot dan video. Pengajar hanya bisa membantu dari jauh.

Berbeda sekali dengan kelas tatap muka, di mana kalau ada kesulitan, pengajar bisa langsung turun tangan melihat apa masalahnya dan menunjukkan apa yang perlu dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan.

Lanjutkan membaca “Tips Belajar Melalui Kelas WhatsApp Group (WAG)”

Meneruskan Draft atau Mulai Tulisan Baru?

Beberapa hari lalu, di KLIP ada kutipan yang sangat menohok untuk beberapa orang yang punya tumpukan draft untuk diposting tapi gak jadi-jadi diposting.

Kutipannya begini: “Tulisan yang baik adalah tulisan yang selesai.” – Rella.

Lanjutkan membaca “Meneruskan Draft atau Mulai Tulisan Baru?”