Jalan-jalan itu…

Pepatah berkata: jauh berjalan banyak dlihat, lama hidup banyak dirasai. Gak berasa sudah hampir sebulan mama saya liburan di Chiang Mai dan dengan alasan ada mama saya, kami juga jadi banyak berjalan-jalan melihat ini dan itu diseputar Chiang Mai. Beberapa tempat sebenarnya sudah pernah dikunjungi oppung sebelumnya, tapi kami juga mencari alasan untuk mengunjungi beberapa tempat yang jarang kami kunjungi dan belum pernah dikunjungi oppung sebelumnya.

Jalan-jalan bawa anak-anak itu gak selalu mudah, apalagi kalau anaknya masih belum ngerti diajak foto dan lebih suka bagian jalannya doang dan seperti gak kenal capek. Dipikir-pikir untuk anak-anak, pergi ke tempat baru dan pergi ke tempat yang mereka sudah biasa datangi tidak terlalu berbeda, tapi kalau saya perhatikan, di tempat yang baru mereka lebih aktif dan lebih tak kenal capek, rasa ingin tahu masih tinggi, jadi ya mungkin pengen tahu di mana ujung jalannya hehehe.

Untuk anak berumur 8 tahun, mungkin sudah lebih mudah. Misalnya waktu diberitahu fakta soal bunga Sakura hanya berkembang 2 minggu dalam setahun dan hanya ada ketika musim dingin, fakta itu jadi diingat dan menjadi seperti pengetahuan baru untuk dia. Pengalaman melihat bunganya mungkin biasa saja, tapi kalau ditanya bunganya warna apa, pasti dia ingat. Tapi kalau diajak foto dengan latar bunga-bunga, atau ketika jalan di canopy walk dengan latar belakang dinding kaca bening, ya tetap aja susah buat mendapatkan foto yang bagus.

Sejak teknologi HP makin canggih dan kamera di HP juga makin bagus, sepertinya jalan-jalan itu merupakan kegiatan foto-foto. Masalah apakah fotonya akan dipamerkan atau cuma untuk dilihat kembali sebagai bagian dari memory itu masalah berikutnya. Rasanya memang ingatan kita ini sudah terbatas dan tentunya lebih mudah kalau mengingat suatu peristiwa itu dilengkapi dengan foto-foto.

Jadi nanti mungkin pepatahnya bisa diganti dengan jauh berjalan banyak ambil foto untuk dilihat-lihat kemudian hari jadi kenangan dan bisa mengingat kembali apa yang pernah dirasakan hehehhe.

Me Time Ngapain Aja?

Kemarin di salah satu grup ibu-ibu, saya membaca salah seorang bertanya: apakah ada kelas yang diikuti oleh para ibu, baik itu kelas untuk olahraga ataupun kelas untuk belajar sesuatu. Ini pertanyaan yang jarang sekali muncul dalam grup ibu-ibu. Biasanya pertanyaan yang muncul itu di mana tempat anak umur sekian belajar musik, gambar, sepakbola, dll. Pertanyaan lain juga seputar sekolah yang bagus dengan sekian banyak kriteria yang diinginkan oleh si ibu.

Kalau diingat-ingat, setiap kali saya cerita kalau saya menghomeschool anak-anak, pertanyaan yang paling sering muncul adalah: gimana ijazahnya nanti? dan pertanyaan yang juga lebih sering lagi muncul adalah: gimana sosialisasinya nanti? Tapi gak pernah ada yang bertanya gimana kehidupan sosial ibunya nanti?

Pernah juga baca artikel, kalau katanya jadi ibu homeschooler itu beratnya adalah gak punya lingkungan sosial. Kalau anak dikirim ke sekolah, paling tidak kita punya waktu buat berkegiatan dan di sana pasti punya komunitas sosial, paling tidak ada kumpulan orangtua murid. Nah kalau jadi ibu homeschooler, udah pasti waktunya dipakai buat ngajar anak di rumah, anter anak les yang cuma sebentar doang sehingga gak sempat berkegiatan untuk diri sendiri dan juga pastinya gak ada komunitas orangtua murid.

Saya gak pernah merasa gak punya komunitas, sampai saya baca artikel itu hahaha. Lalu saya berpikir: astaga, ternyata komunitas saya memang sangat sedikit di dunia nyata. Sebagian besar komunitas saya itu adanya online (WA Group dan FB Group). Dan komunitas di online itupun buat saya kadang kurang personal karena sebagian besar belum pernah ketemu secara langsung.

Kembali ke judul, akhirnya dari 1 pertanyaan saya jadi bertanya-tanya ke diri sendiri. Gimana caranya supaya saya bisa punya komunitas dan punya me-time? Dan jawabannya adalah…mencari komunitas homeschooler yang anak-anaknya seumuran dengan anak saya. Mencari komunitas homeschooler di Chiang Mai tidak sulit, yang sulit itu mencari yang hobi dan jadwalnya sama dengan anak-anak saya.

Belakangan ini, saya ketemu satu tempat yang menerima anak-anak homeschooler berumur 3 – 10 tahun 4 kali seminggu. Anak-anak diberikan aktivitas dan juga tentunya bermain bersama dan ada waktu untuk mengerjakan pekerjaan yang di bawa dari rumah dibantu oleh guru di sana. Tentu saja, saya sangat senang ketemu tempat seperti ini, karena artinya Jona dan Joshua bisa di bawa ke sana dan saya bisa punya waktu untuk diri saya sendiri yay. Eh tapi, saya tidak bawa mereka ke sana 4 kali seminggu, karena toh sabtu dan minggu itu waktu buat keluarga jalan-jalan bersama. Sekali dalam seminggu itu dah cukup buat saya hehehe.

Nah terus, kembali ke pertanyaan di paragraph pertama. Kegiatan apa yang bisa untuk ibu-ibu? Sebenarnya ada banyak yang ingin saya lakukan, saya bisa berenang sekali seminggu, dan saya juga dulu rajin merajut dan belajar menjahit walau akhirnya gak jago menjahit. Kalau berenang bisa sendiri, tapi main benang ini rasanya lebih seru kalau ada temannya. Rencananya saya mau gabung dengan komunitas crafter di Chiang Mai sini, tapi entahlah apakah masih bisa merajut nih, rasanya jari-jari udah kaku lama gak sentuh jarum rajutan hahaha.

Kalau ada waktu lebih, sebenarnya saya masih pingin melanjutkan kursus membaca bahasa Thai. Entah kenapa, kalau gak ikutan kelas, kemampuan baca bahasa Thai saya kayak gak maju-maju dan bahkan cenderung mengalami kemunduran karena gak pernah dipakai. Dari dulu juga sudah belajar baca bahasa Thai, dan setiap kali ikut kelas baru ada kemajuan yang berarti. Tiap ikut kelas, tiba-tiba seperti dapat pencerahan dan semakin mengerti hehehe. Mungkin harusnya cari buku untuk dikerjakan juga seperti kurikulum homeschoolnya Jonathan ya.

Nah sekarang saya mau tanya, kalau kamu punya waktu untuk diri sendiri dari jam 9 pagi sampai jam 3 siang, kira-kira kegiatan apa yang akan kamu lakukan? Jangan bilang me-timenya nonton KDrama atau ngabisin serial di Netflix ya hahahaha.

Doi Pui Hmong Tribal Village

Ini lanjutan cerita jalan-jalan hari Sabtu lalu. Karena lokasinya relatif dekat, pulang dari melihat bunga Sakura di Ban Khun Chang Khian, kami mampir ke Doi Pui untuk makan siang dan melihat taman bunga yang ada di Hmong Village di Doi Pui.

Jalan ke daerah perkampungan ini sedikit lebih baik daripada jalan ke lokasi Sakura, tapi ya, lumayan curam juga dan beberapa bagian jalan ada yang rusak tergerus air di musim hujan. Setelah jalan berbelok-belok ditengah hutan, tiba juga di perkampungan yang kalau di lihat dari atas, hanya sedikit sekali perumahan yang ada di sana.

Hmong VIllage di lihat dari view point Doi Pui

Penduduk sekitar sini sepertinya hidup dari menerima turis di desanya sambil menjual berbagai produksi hasil tenunan atau kerajinan tangan dari kain tenun dan juga dari perak, kopi dan buah-buahan yang dikeringkan. Di sana banyak sekali yang berjualan berbagai hal yang sebenarnya bisa ditemukan juga di pasar warorot Chiang Mai, dengan harga yang lebih murah. Awalnya saya juga kaget, loh kok bisa lebih murah? kan tempat wisata? biasanya kan tempat wisata lebih mahal daripada pasar? Ya jelas saja lebih murah, karena merekalah produsen dari benda-benda yang dijual di Chiang Mai.

Berbagai kain tenun sudah jadi baju, rok dan jaket

Buat beberapa orang, tujuan ke tempat ini selain untuk makan siang setelah melihat sakura atau mungkin melihat Doi Suthep, tentunya untuk membeli oleh-oleh. Berbagai kain tenun di jual dengan cukup murah dibandingkan harga di Warorot. Motifnya juga banyak yang lebih cantik. Selain berbagai produk dari kain, mereka juga menjual kacang almond, kacang macadamia, buah-buahan yang sudah dikeringkan, bermacam perhiasan dari silver, obat-obatan tradisional dan permainan tradisional dari kayu.

Eh hampir kelupaan, mereka juga menjual berbagai biji kopi. Salah satu hasil pertanian di Doi Pui ya kopi. Saya gak beli kopinya, karena stok kopi yang di bawa dari Indonesia masih banyak banget, sedangkan kalau kopi dibiarkan berlama-lama, rasanya jadi tidak enak. Jadi ya, toh gampanglah kalau mau nyari kopi Thailand kapan saja.

Silakan pilih, mau tas, kacang almond atau buah lengkeng dikeringkan
berbagai herbal/obat tradisional juga ada

Setelah melewati banyak sekali tukang jualan dengan jalanan yang naik turun, akhirnya sampai juga di pintu masuk untuk melihat taman bunga Doi Pui. Taman bunganya ini sekalian disebut sebagai Hill Tribe Village Museum. Selain bunga, mereka juga berusaha mengenalkan pakaian adat dan rumah tradisional suku Hill Tribe. Tiket masuknya cukup murah, per orang hanya 10 baht saja.

Tiket masuk ke taman, cuma 10 baht

Tepat dipintu masuk ke taman, ada yang menawaran jasa menyewa baju Hill Tribe untuk foto-foto. Tapi karena mama saya tidak mau (dan saya juga gak pernah kepengen), kami gak bikin foto dengan baju tradisional Hill Tribe. Untuk lokasi yang sangat luas, walaupun relatif banyak pengunjung, tempat ini terasa sepi. Walau demikian saya perhatikan ada beberapa yang datang ke sana emang sengaja untuk foto dengan pakaian tradisional Hill Tribe.

Kami pernah ke Doi Pui ini sekitar 11 tahun yang lalu. Tapi selain bunga-bunganya, banyak hal terasa berbeda dari ingatan. Entah kenapa rasanya sekarang ini tukang jualannya tambah banyak, dan sepertinya kita sengaja diputerin melewati tukang jualan sebelum masuk ke taman bunganya. Jadi teringat dulu di borobodur juga untuk keluar dari sana, harus melewati banyaaaak sekali tukang jualan.

Setelah jalan cukup banyak naik turun tangga, sampai di taman bunganya, tadaaaa masih banyak lagi dong tangganya, untungnya anak-anak semangat tinggi karena tempatnya luas dan bisa puas naik turun tangga dan lihat bunga-bunga. Joshua yang di jalan sudah istirahat tidur, langsung semangat 45 mengeksplorasi kebun bunganya.

Siapkan tenaga, naik turun tangga sambil lihat bunga
lupa menghitung berapa banyak anak tangga

Setelah sampai agak atas, sampailah di sebuah rumah sample yang isinya kurang lebih sama saja dengan rumah tradisional jaman dulu di Indonesia. Saya ingat, pernah ke rumah tradisional Batak, dalamnya kira-kira sama peralatan masaknya, bedanya kalau di Indonesia rumahnya berupa rumah panggung. Di sini, mungkin karena pada dasarnya mereka suku yang hidup di pegunungan, mereka ga takut banjir, jadi rumahnya ya gak bentuk rumah panggung.

contoh dalamnya rumah tradisional suku Hmong, mirip juga dengan kampung kita di Indonesia
contoh dapur dari rumah suku Hmong

Walaupun lelah naik turun tangga, tapi rasanya hati puas melihat keindahan alam ciptaan Tuhan. Mata ini rasanya refreshing banget lihat langit biru, gunung yang hijau dan bunga berwarna-warni. Aih jadi puitis deh karena seharian mata di manja dengan bunga-bunga.

Pemandangan dari atas taman bunga
seger ya lihat bunga warna warni bermekaran

Jonathan yang biasanya diajak jalan sering mengeluh capai, hari itu tidak mengeluh sama sekali. Dia cukup menikmati perjalanan dan juga ikutan mengamati bunga-bunga yang ada. Melihat orang-orang antri foto di papan nama Doi Pui, Jonathan juga gak mau kalah dan minta di fotoin. Jarang-jarang dia minta di foto dan duduk bagus. Biasanya juga diajak foto gak mau diem gerak mulu.

banyak yang ngantri buat foto di sini, jadi Jonathan ikutan minta di foto

Setelah puas melihat Doi Pui, kami pulang langsung ke Chiang Mai. Perjalanan cukup lancar walaupun masih banyak mobil dari arah Chiang Mai yang baru akan naik ke gunung dan mungkin saja mau melihat Sakura juga.

Sebenarnya, ada sedikit terpikir mampir lagi ke tempat lain (Doi Suthep atau Bu Bhing Palace, tapi melihat anak-anak udah pada teler di mobil, ya sudah kami pun memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Entah kapan lagi akan melihat Doi Pui Village, kalau ga ada yang minta dianter ke sana, kemungkinan sih gak akan ke sana. Apa sekalian jadi guide Chiang Mai untuk orang Indonesia ya, biar bisa sering-sering jalan-jalan ke sini hehehehe.

Sakura Thailand 2019

selalu senang melihat warna pink bunga Sakura dipadukan dengan biru langit yang cerah

Hari ini kami melihat bunga Sakura di Ban Khun Chang Khian lagi setelah 10 tahun tidak melihat bunga Sakura Thai sedang mekar. Kami pertama kali ke sana tahun 2009. Waktu berbunga yang hanya 2 minggu dan jalan ke sana yang cukup sulit membuat kami merasa enggan buat mengunjungi Sakura setiap tahun. Tahun ini kami ke sana lagi sekalian ajak mama saya untuk melihatnya. Walau sudah berkali-kali mama saya ke Chiang Mai, baru kali ini pas waktunya dengan sakura yang sedang mekar. Jadilah kami ke sana dengan alasan ajakin oppung jalan-jalan (padahal ya saya juga pengen lihat lagi hehehe).

Kalau dulu pergi ke sana masih belum punya anak, masih gampang buat bikin banyak foto. Kali ini dengan 2 anak yang sangat aktif dan sulit di foto, rencana bikin foto keluarga juga jadi buyar. Beginilah jadinya fotonya, kayak semi memaksa anak buat foto hihihi. Tapi ya tetep, yang penting biar anaknya ingat kalau dia pernah diajak liat bunga Sakura Thai.

Usaha bikin foto keluarga dengan latar belakang bunga Sakura

Lebih gampang buat selfi sama oppung daripada foto dengan anak-anak hehehe. Mama saya tadinya gak ngerti kenapa sih heboh banget mau liat bunga doang sampe pergi naik gunung dan jalannya jelek banget. Tapi setelah liat hamparan bunga Sakura di sekeliling hutan, akhirnya mama saya juga ikutan tak henti-henti berfoto ria hehehe. Ya sederhananya, jalan-jalan liat bunga Sakura ini emang jalan-jalan buat foto-foto. Sayang rasanya kalau cuma dilihat tanpa di foto. Foto melihat sakura 10 tahun lalu masih terasa indah sampai sekarang dan dibanding-bandingkan dengan yang dlihat tadi.

Karena lokasi bunga ini di pegunungan, suhu udaranya lebih dingin dari Chiang Mai. Oh ya, bunga ini memang bisa mekar kalau sedang dingin, makanya setiap tahun bunga ini mekarnya tidak selalu sama tanggalnya. Saya ingat, 10 tahun lalu saya melihat bunga Sakura tanggal 2 Januari, sedangkan tahun ini sudah hampir akhir Januari. Beberapa tahun lalu malah berbunganya sudah masuk bulan Februari.

Beberapa pohon rantingnya cukup rendah dah bisa dijangkau dengan tangan. Walaupun saya bisa saja memetiknya, tapi tentu saja tidak saya petik. Kasian yang datang berikutnya nanti ga kebagian bunga buat berfoto hehehe. Lagian setelah berkembang, tak lama kemudian bunga ini akan rontok kok.

Seperti 10 tahun yang lalu, kami tidak nyetir sendiri untuk melihat Sakura. Kali ini kami menyewa mobil dan supir untuk naik ke sana, cara ini lebih mudah buat kami karena dari dulu sampai sekarang jalanannya tetap sempit, terjal, berliku-liku dan sekarang juga berdebu sepertinya karena pernah longsor sebagian di musim hujan. Jalan yang kecil tapi dua arah, tiap kali papasan dengan mobil lain rasanya saya pengen tutup mata karena ngeri heheheh.

Ada juga pilihan naik ke atas dengan angkutan umum, tapi ya kalau bawa anak kecil seperti kami tentunya lebih nyaman dengan menyewa mobil. Kalau ada beberapa teman perjalanan juga tentunya lebih nyaman patungan nyewa mobil lalu bagi biayanya dibandingkan naik angkutan umum. Kalau 10 tahun lalu saya ingat mobil yang dipakai mobil kami dan supirnya cuma bantu menyetir, biayanya sekitar 1000 baht. Nah tahun ini biaya sewa mobil termasuk supir dan bensin sekitar 1800 baht. Menurut saya, kalau misalnya pergi bareng teman-teman berenam (mobil avanza), biaya 1800 baht itu tidak mahal, karena per orangnya cukup membayar 300 baht dan selain melihat Sakura bisa sekalian mengunjungi tempat wisata lain.

Tips kalau mau pergi melihat Sakura:

  • pastikan bunganya sudah mekar 100 persen (cari info dari FB lokal),
  • berangkat pagi-pagi dari Chiang Mai (tidak lebih dari jam 8 pagi, tapi ya ga perlu subuh juga)
  • Kalau mau camping, di sana juga ada camp site nya
  • kalau menyewa mobil, siapkan tujuan berikut, karena melihat Sakura ga butuh waktu seharian
Bunga Sakura Thai

Beberapa tujuan yang bisa dipilih setelah melihat Sakura di Khun Chang Khian:

  • Doi Pui Village: melihat kehidupan suku Hmong dan juga berbelanja beberapa kerajinan lokal (kain tenun, perak, batu perhiasan, kopi organik)
  • Bhubing Palace: Melihat kebun bunga dari tempat peristiraharatan kerajaan kalau sedang liburan ke Chiang Mai.
  • Doi Suthep: Melihat temple besar yang Chedinya bisa di lihat dari kota Chiang Mai. Dari atas temple ini bisa melihat pemandangan keseluruhan kota Chiang Mai. Orang sini bilang kalau belum sampai ke Doi Suthep, belum sah sampai ke Chiang Mai.
  • Huay Thung Tao : Danau buatan untuk rekreasi dan makan siang sambil santai-santai. Sekarang ini ada beberapa figur gorilla dari jerami di sana, tapi saya belum lihat sejak ada gorilla jerami nya.

Di sekitar Chiang Mai, ada beberapa tempat untuk melihat bunga Sakura. Waktu untuk melihatnya juga tidak sama tergantung dengan suhu udara di sana. Umumnya lokasinya di pegunungan yang cukup tinggi. Lokasi bunga Sakura yang kami kunjungi ini Baan Khun Chang Khian merupakan lokasi terdekat dengan Chiang Mai, Kami berangkat dari rumah pukul 8 pagi, dan sekitar jam 9.30 kami sudah sampai di lokasi untuk melihat Sakura.

Selain foto-foto, di sana banyak yang jualan produk dan makanan lokal. Jadi kalau misalnya merasa lapar dan butuh istirahat, di sana bisa membeli ubi bakar, jagung bakar, menu makanan Thai yang sederhana, kopi, dan strawberry. Harga makanan di daerah sana walaupun merupakan tempat wisata masih cukup masuk akal dan gak jauh berbeda dengan harga di kota Chiang Mai.

Sepulang dari melihat Sakura, kami melanjutkan jalan-jalan ke Doi Pui Hmong Tribal Village. Karena sekarang saya sudah lelah dan ingin istirahat, mudah-mudahan besok saya tuliskan soal jalan-jalan ke Doi Pui nya.

CentralPlaza Airport Chiang Mai Update

Hari ini main ke Airport plaza lagi, surprise juga karena ternyata tempat main yang selama ini di renovasi sudah selesai. Selain tempat main berbayar, tempat mainan gratisnya juga ada tambahan mainannya. Tadi Joshua masih tetep main di area bermain gratisannya doang, tapi saya sempatkan foto untuk area bermain berbayarnya. Karena kami berencana makan sore dan Joe mau beli iPhone, jadi ya emang ga bisa juga kalau anak-anak mau main berlama-lama.

Selain mesin arcade yang selama ini sudah ada, saya perhatikan hal terbaru dari tempat bermian itu adalah adanya karaoke box dan play area yang lebih luas. Ada sekitar 6 karaoke box. Saya bukan orang yang suka karaoke-an, tapi jadi teringat, dulu di Indonesia juga banyak kotak-kotak kecil untuk karaoke-an di mall. Kapan-kapan saya pengen cek, lagu-lagunya kira-kira bahasa Thai semua atau ada bahasa lain-lain.

karaoke box

Tempat bermain berbayar juga cukup luas dibanding sebelumnya. Biayanya saya perhatikan masih sama. Biaya bermain 2 jam 200 baht / anak atau kalau mau ninggalin anak seharian 500 baht. Eh maksudnya misalnya ortunya mau nonton bioskop, nah anaknya tinggalin aja main di situ. Kami belum pernah ninggalin anak di tempat bermain buat nonton soalnya anaknya selalu pengen ikut nonton juga hahaha. Di tempat itu, anak dapat kesempatan kegiatan masak juga. Dan tema masakannya setiap bulannya sudah ditentukan.

Karena tempatnya masih baru, semua terlihat masih kinclong. Kurang tahu juga apakah Joshua bakal enjoy main di sana, tapi sepertinya Jonathan sih bakal enjoy banget, apalagi kalau ada temannya main. Joshua sih main lego di tempat gratisan aja bisa enjoy lama. Herannya, kalau di rumah di kasih lego bukannya di mainkan, malah di lempar-lempar doang *sigh*, masak harus beli meja legonya biar anaknya mau betah main?

Jonathan juga mulai suka berkreasi mainan lego kalau di mall, kalau di rumah ada beberapa set lego di beli belum dipasang juga karena dia gak gitu suka ngikutin buku petunjuk dan lebih suka bikin sesuatu pakai imajinasinya. Kadang-kadang cuma dia yang bisa melihat bentuk yang dia maksud hehehe. Tapi ya saya biarkan saja, katanya kan perlu anak-anak mengembangkan imajinasinya.

kreasi lego Jonathan katanya boat dengan kipas yang tinggi

Selain tempat bermain selesai direnovasi, tadi saya perhatikan lift yang biasa untuk mengangkut barang juga dindingnya diganti dan jauh lebih bersih. Sepertinya mall ini memang masih terus-menerus direnovasi. Senang rasanya, ga perlu ngemall jauh-jauh ke tempat lain dan semuanya terasa baru. Mall nya juga tidak terlalu ramai, jadi gak stress liat orang banyak hehehe.

Untuk lantai bawahnya, saya belum tau ada perubahan apalagi. Tadi sekilas cuma liat ada sedikit hiasan menyambut tahun baru Cina, tapi hiasannya tidak sebanyak menyambut acara Natal.

Kolaborasi Belajar Bikin Fiksi

“Kriiing…..kriiiing….”

Suara telepon di ruang tengah berbunyi. “Ah paling buat si dedek yang baru jadian, kayaknya skarang ini ga ada harapan nerima telpon dari si dia, telepon kost diakuisisi sama si dedek sejak sore sampai pagi. andai saja HP-ku kemaren tidak kecemplung ke kolam ikan lele depan kost *sigh*.

Baru saja aku menarik selimut, tiba2 namaku dipanggil sama kak Leni: “Dewiiii, ada yang nelpon tuh, katanya abang kamu!”. “Deg, ngapain si abang nelp jam segini, ini kan jam tidurnya dia di Amerika sana”. Dengan malas-malasan aku keluar kamar karena kupikir abang kandungku yang menelpon mau curhat lagi soal cewe yang dia lagi suka.

“halo….” kata ku dengan suara terbantal yang pernah ada
“hei…. udah tidur? masih juga jam sgini… “
ternyata dari dia- abang sayang – yang sebulan ini mengusik hatiku dengan kegalauan

“hei… blm tidur kok.. cuman males2an aja… ada apa?”

“widiihh… nelpon kamu itu musti ada apanya ya… hehehe.. tapi gak apapa.. aku emang ada apa nya kok ke kamu… “

Ttiba2 baru aja mood membaik karena telpon yang ada, Merry, teman kos yang baru pulang banting pintu kamarnya. Hmm, jarang-jarang Merry pulang dengan mood jelek gitu, apa dia berantem lagi sama Toni? Sambil melanjutkan obrolan sama si “abang” aku berusaha menepis pikiran buruk soal Merry.

Argggh, tapi kok ya sulit sekali membagi pikiran begini. Akhirnya dengan berat hati, aku akhiri percakapan dengan si Abang dengan alasan besok harus bangun pagi dan ada tugas yang belum selesai kukerjakan. Tugas ini sesungguhnya bukan alasan, memang harusya aku dari tadi mengerjakan tugas ini, tapi ya biasalah, seribu alasan untuk malas selalu ada.

Dengan masih menyimpan penasaran tentang si Merry, aku pun masuk ke kamar. Dengan malas mengaktifkan laptopku. Dosen yang satu ini kalo ngasih tugas selalu gak pake perasaan. Waktunya singkat, bahannya banyak. harus nyari jurnal internasional pula!

laptop sudah terhubung dengan dunia maya.

“hmm… mampir ke Facebook ah… masih download iniii…”

dan demi apa, begitu akun Fb ku terbuka, postingan si abang berada di timeline teratas.

Baru aja mau nulis komen dan mengalihkan prioritas dari tugas ke abang, pintu kamarku diketuk dan langsung dibuka oleh Merry sebelum aku sempat bilang apa-apa. Pintu ku memang jarang terkunci, dan Merry ini sudah jadi teman dekat dari jaman putih biru, dia tau semua rahasiaku walau dia masih saja tertutup dan selektif kalau curhat ke aku. Begitu buka pintu, Merry langsung memelukku dan nangis tanpa menjelaskan apa2. argggh, kayaknya tugas dan abang emang harus menunggu.

Seperti biasa, kubiarkan Merry nangis sepuasnya, selesai dia nangis kutawarkan dia mau Indomie telur? Biasanya cerita akan menyusul setelah tangis selesai dan perut tenang.

Ketika indomie telur sudah matang dan siap di santap, Merry pun sudah lebih tenang. Untungnya Merry mau menerima tawaranku.
Wajahnya masih mendung, namun berusaha menyuapkan sesendok demi sesendok. Sambil menyantap bagianku, kutunggu Merry menceritakan kisahnya.

“tadi aku ke BIP….”tiba-tiba Merry bersuara
“tau gak aku ketemu siapa?? aku lihat si David sama si Maya….” dan wajahnya mulai mewek lagi.
aku mengunyah dalam bingung… “emang kenapa ya klo si David lagi sama si Maya… kenapa ini anak musti meratap begini….”

kusimpan kebingunganku, karena aku rasa sungguh tidak tepat timingnya kalau kutanyakan sekarang pada Merry.

Aku tunggu saja ceritanya keluar dari Merry. Semakin aku bertanya-tanya biasanya ceritanya malah akan berhenti. Ya aku mengenal Merry dan bagaimana untuk membuatnya bercerita, tapi tetap saja, kalau aku salah merespon bisa jadi malam ini tak ada yang selesai, tidak tugasku, tidak perasaan galauku baca status Facebook si abang dan tidak juga bisa menghibur Merry.

===== bersambung =====

Ceritanya, paragraph demi paragraph di atas tulis bergantian bareng temen kost saya dulu. Gara-garanya dia juga mentok mau cerita apa dalam tantangan 30 hari bercerita, dan saya juga sering kurang ide mau nulis apa seperti hari ini. Walau tanpa sadar kami menuliskan situasinya di tempat kos kami dulu, tapi cerita ini fiksi belaka. Gimana kelanjutan kisahnya? sepertinya harus ada kesepakatan dulu mau berapa banyak tokoh lagi dimunculkan dalam cerita ini, kalau nggak bisa-bisa jadi cerita seperti kdrama yang open ending yang cuma bikin penasaran.

nemu dari internet buat menambah kesan dramatis hehehhe…

Kapan lanjutannya ditulis? hmm…blum bisa dijanjikan. Ini cuma mencoba iseng, kira-kira kalau bikin fiksi bergantian bisa seperti apa. Sejauh ini saya sudah punya beberapa alternatif bagaimana mengakhiri cerita ini, tapi biar diendapkan dulu sebelum dilanjutkan ya hehehe.

Ide untuk Sarapan

Beberapa pertanyaan yang paling sering muncul tiap malam selain (mau nulis apa ya hari ini), adalah besok mau sarapan apa ya. Sebenarnya kalau mau ikutin kemalasan saya, maunya pagi itu cukup sarapan sereal aja tiap hari, tinggal stok macem-macem sereal dan tuang susu deh. Tapi karena kemalasan itu tidak baik untuk dituruti, maka perlu untuk bikin variasi sarapan demi kesehatan bersama (idealnya ya begitu).

Berikut ini beberapa menu sarapan yang pernah dan masih kami makan setiap paginya. Menunya di rotasi sesuai dengan kondisi ketersediaan bahan di rumah. Beberapa menu sempat populer sekian lama, sampai akhirnya Jonathan bosan. Kadang-kadang, kalau lagi rajin, bisa jadi tiap orang punya menu sarapan yang berbeda.

Menu Nasi

Nasi putih dan lauk telur, bisa telur mata sapi atau telur dadar. Kalau ada daging giling atau steak tuna kaleng, bisa juga telur dadarnya dicampur daging giling atau steak tuna. Pernah juga telur dadarnya diisi irisan wortel dan daun bawang. Belakangan ini tapi Jonathan tidak suka kalau melihat ada sayur di dalam telur dadarnya, jadi ya kalau lagi buru-buru paling makan nasi pake telur dadar plain saja. Waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan sarapan seperti ini tergantung ada nasi sisa hari kemarin atau tidak. Kalau ada nasi sisa, ya nasinya tinggal dipanaskan di microwave, dan berarti waktu yang dibutuhkan hanya untuk mendadar telur. Kalau nasi lagi gak ada ya masak nasi sekitar 15 menit.

Kalau lagi ada bahan, selain dadar telur, saya juga goreng bacon buat tambahan lauk. Oh ya, pernah juga ada masa di mana Jonathan suka makan nasi putih pakai telur orak-arik (scramble egg) dan bacon atau sosis. Semakin banyak bahan tersedia, semakin kenyang deh sarapan paginya (dan tentunya semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkannya). Tapi menu paling populer itu ya nasi telur dadar. Karenanya stok telur itu wajib ada di rumah setiap harinya.

telur dadar, telur mata sapi dan telur orak arik, udah kayak restoran aja pesan menu beda-beda

Kalau ada waktu cukup santai dan ada sisa nasi cukup banyak, saya bikin nasi goreng asal-asal plus telur dadar. Kenapa namanya nasi goreng asal-asal? karena ya masaknya emang cuma pakai butter, sayur kalau ada, bacon/sosis/tuna iris kecil-kecil lalu kasih kecap asin dan sedikit kecap manis. Oh ya, bumbunya cuma garam bawang putih andalan. Rasanya kayak apa tuh? walau asal-asal tapi ya rasanya dapat dari isinya dan garam bawang putih plus kecap. Seperti biasa, kalau lagi rajin pakai irisan sayur wortel dan kol, itupun kalau anak-anak lagi gak picky melihat sayur dalam nasi gorengnya.

sosis bentuk octopus

Lauk lain yang juga pernah hits adalah sosis yang di goreng seperti octopus. Ini sih niru dari temennya Joe yang share di FB dan kebetulan Jonathan lihat dan jadi kepingin juga. Sayangnya Joshua tetep belum mau makan sosis, jadi ya paling kalau makan sosis ini untuk Jonathan dan Joe saja.

Menu dengan nasi ini merupakan menu favorit Joe, karena basically dia perutnya perut nasi. Katanya kalau sarapan gak pake nasi rasanya kurang kenyang.

Menu dengan Mie

Menu favorit semua orang di rumah kami itu Indomie Kari Ayam pakai telur, tapi karena tidak baik makan mie instan setiap hari dan keterbatasan persediaan Indomie Kari Ayam, ya..harus realistis, kalaupun lagi punya stock, kami makannya 1 x seminggu saja. Kadang-kadang kalau stok Indomie Kari Ayam sudah habis, ya kami pakai mie instan lokal. Selain ditambah telur kadang-kadang kami tambahkan baso atau bacon atau sayuran hijau.

Mie Goreng Indomie juga jadi menu favorit berikutnya. Tapi saya merasa menyiapkan mie goreng Indomie ini gak segampang masak mie rebus, ada tahapan mencampur setelah merebus. Di musim dingin mie gorengnya juga cepat sekali dingin. Baru saja selesai mencampur bumbu, mie gorengnya sudah dingin.

Kalau lagi super rajin dan ada waktu lebih, pernah juga saya masak mie goreng pakai mie telur atau bihun jadi bukan mie instan. Tentunya butuh waktu ekstra untuk mengiris sayuran dan merendam mie telu atau bihunnya sebentar. Bumbunya apa? ya pakai garam bawang putih dan kecap saja. Anak-anak belum makan pedas, jadi memang kami jarang makan pakai cabe, apalagi untuk sarapan.

Menu dengan mie yang juga pernah hits di rumah kami adalah spaghetti yang ditusukkan ke sosis, lalu di rebus. Biasanya makannya di siram dengan bumbu spaghetti bolognese dari prego yang di beli botolan atau kalengan. Tapi menu begini jarang saya sediakan belakangan ini karena mulai jarang beli sosis dan Joshua lebih suka bumbu spaghetti carbonara daripada bumbu spaghetti bolognese.

spaghetti sosis

Menu Cereal

Pernah suatu masa, kami hampir setiap hari makan oatmeal muffin untuk sarapan. Walaupun dibentuk seperti muffin, tapi sebenarnya muffin ini 100 persen menggunakan bahan oatmeal yang dicampur dengan pisang, apel atau wortel dan raisin. Ceritanya waktu itu lagi diet hehehe. Sekarang, sesekali saya masak menu ini terutama kalau lagi dikasih pisang 2 sisir sama ibu tukang pijat kami yang punya kebun pisang. Anak-anak suka makan oatmeal pisang begini, tapi supaya anak-anak bisa lebih lancar makannya, saya kurangi oatmealnya dan ditambahkan tepung sedikit. Makannya tentunya disiram susu putih segar. Nyam, sekarang sih bikinnya yang isi 12, kalau isi 6 begini sudah pasti gak cukup hehehe.

Muffin oatmeal ini selain untuk sarapan juga bisa untuk snack sore anak-anak setelah mereka bangun tidur siang dan sebelum jam makan malam. Waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan sarapan ini agak lama, tapi bedanya dengan masak mie goreng atau nasi goreng adalah, saya gak harus stand by depan kompor. Saya butuh waktu sekitar 10 menit untuk mencampur semua bahan dan 25 menit memasak adonan di oven. Hal yang kurang saya suka selesai masak ini cucian piring jadi banyak hehehe.

Selain Muffin Oatmeal, menu sereal favorit tentunya beli sereal dalam kemasan. Mulai dari weetbix, koko krunch, granola, ataupun corn flake. Kadang-kadang saya campur-campur beberapa sereal dan tambahin buah. Makannya bisa pakai yoghurt atau pakai susu putih plain. Khusus Joshua, sejauh ini dia cuma suka koko krunch saja. Jonathan sudah lebih banyak variasi menu sereal yang dia mau, makanya kotak persediaan sereal bisa banyak jenis tersedia di rumah.

yoghurt buah

Pernah juga kami lagi dalam mode diet, di masa itu saya juga lagi rajin bikin yoghurt, jadilah sarapan kami cuma yoghurt dan buah saja. Dipikir-pikir kalau Joe pernah bisa sarapan begini, kenapa sekarang maunya nasi melulu dan ngeluh ga kenyang kalau sarapan sereal atau roti doang ya hehehe.

Saya juga pernah mencoba menyiapkan oatmeal yang di rendam yoghurt semalamam dan dicampur berbagai jenis buah dan chia seed. Sebenarnya enak-enak saja sih sarapan begitu, tapi kadang-kadang emang ada rasa kurang kenyang hahaha.

Menu Roti

Menu roti ini favorit saya karena praktis menyediakannya tinggal beli, oles-oles isi jadi deh. Dulu sering bikin roti di toast lalu di oles dengan jam ataupun butter lalu di taburin ceres.

Belakangan bikin French Toast yang super sederhana. Roti di celupkan ke telur, lalu di panggang di atas teflon. Hidangkan setelah di beri lapisan madu atau butter dan ceres (sesuai selera saja). Jonathan paling suka makan french toast dengan susu kental manis dan ceres. Sayangnya Joshua belum suka dengan menu ini. Untuk Joshua biasaya roti di oles butter lalu dikasih ceres atau coklat oles saja.

Waktu ikut kelas coursera mengenai makanan untuk anak-anak, dapat ide juga bikin telur mata sapi di tengah-tengah roti. Lupa namanya apa, tapi kira-kira roti tengahnya di potong, lalu di atas teflon kita bikin telur mata sapi deh di tengah-tengah roti. Jadinya telur berbingkai roti.

Pancake

Menu pancake ini juga butuh waktu untuk menyiapkannya, dan biasanya Joe yang lebih jago masaknya dibanding saya, apalagi kalau mau dibikin bentuk-bentuk seperti di video Nerdy Nummies. Joshua gak suka pancake, jadi kalau bikin pancake akhirnya saya bikin yang biasa saja dan yang makan saya dan Jonathan (karena Joe pun akhirnya makan nasi kayak Joshua).

Nerdy Nummies video membuat Rilakuma Bear pancake

Bubur Sumsum

Menu terbaru yang baru saya pelajari bikinnya itu bubur sumsum. Waktu di Depok, Jonathan sempat sakit dan gak bisa makan apa-apa selain bubur sumsum. Setelah di sini saya belajar masaknya, eh dia gak pernah mau makan bubur sumsum, jadinya saya masak bubur sumsum buat saya dan mama saya yang lagi di sini saja hehehe. Joshua dan Joe juga gak mau makan bubur sumsum, kayaknya karena ada pilihan lain sih, coba kalau ga ada pilihan lain, kemungkinan besar mereka juga akan makan bubur sumsumnya hehehe.

bubur sumsum

Udah sebanyak ini pilihan sarapan, tapi tiap malam kepikiran besok sarapan apa ya? terutama karena ada menu yang butuh waktu untuk menyiapkannya, atau ada menu yang gak bisa dibikin karena gak lengkap bahannya. Kadang-kadang juga karena ga semua makan menu tersebut, rasanya effortnya besar kalau harus menyiapkan lebih dari 1 macam menu.

Menu favorit saya untuk menyiapkannya tentunya yang paling mudah itu sereal, tapi kalau susu lagi habis, otomatisa gak bisa sedia sereal. Menu favorit berikut tentunya bikin mie instan dan telur, tapi kalau ga ada telur ya ga enak bikinnya. Akhirnya makan apapun besok pagi itu memang harus disiapkan dulu bahan-bahannya di hari sebelumnya. Kalau ada ide sarapan yang gampang dan enak (dan bukan tinggal beli), bagi-bagi ide di komen ya.