Perayaan Natal 2019 di Chiang Mai

Dibandingkan di Indonesia dulu, perayaan Natal yang diikuti selama di Chiang Mai ini tidak banyak. Kalau di Indonesia, dari sejak awal Desember sudah ada banyak perayaan Natal. Semakin banyak organisasi/komunitas yang diikuti, semakin banyak pula perayaan Natal yang perlu dihadiri. Saya ingat waktu masih di Medan, ada perayaan di gereja, ada di sekolah, ada Natal gabungan, belum lagi kadang-kadang ngikut perayaan Natal kantor orangtua saya (ini sih gak selalu ikutan hehehe).

Untung udaranya tidak sedingin minggu lalu

Di Thailand, hari Natal 25 Desember itu bukan hari libur. Biasanya, setiap tahunnya, acara yang kami usahakan datang itu adalah kebaktian malam Natal (24 Desember jam 11 malam), dan Joe ijin dari kantor untuk bisa mengikuti Kebaktian Natal 25 Desember di pagi harinya. Setelah Jonathan lahir, acara perayaan Natal yang kami ikuti bertambah 1: Carols by Candlelight.

Christmas Pageant 2019

Acara Carols by Candlelight ini biasanya jatuh sekitar hari Jumat, minggu Advent ke-2. Acaranya di mulai sore hari jam 7 malam. Udara dingin di kota Chiang Mai tidak menghalangi banyak orang untuk menghadiri acara ini. Format acaranya sangat berbeda dengan acara di Indonesia. Setiap tahun akan ada drama Natal yang sudah disesuaikan dengan jaman, pemerannya juga sebagian masih sambil baca karena biasanya cuma ada 1 kali latihan akhir.

Banyak anak-anak yang jadi malaikat, gembala dan domba

Acaranya outdoor di lapangan golf. Sangat jauh dari kekhusukan ibadah Natal tapi ya tetap berkesan. Anak-anak banyak yang berlari-larian dan mereka bisa ambil peran jadi malaikat, gembala ataupun jadi domba. Karena format acara musical, jadi seperti menonton drama musical di mana percakapannya berupa lagu.

Holy Family 2019

Ciri khas dari drama Natal ini adalah: mereka menggunakan bayi beneran diletakkan di palungan sebagai bayi Yesus. Waktu Jonathan masih bayi, dia juga pernah merasakan jadi bayi Yesus ditidurkan di palungan di malam yang dingin hehehe. Kami orangtuanya otomatis jadi Yosef dan Maria. Setiap tahun, selalu ada bayi yang lahir berdekatan dengan perayaan Natal ini. Tentunya bayinya bukan bayi yang baru lahir banget juga ya, Jonathan waktu itu berumur kira-kira sebulan dan masih agak banyak tidur.

Tahun-tahun sebelumnya Jonathan pernah ikutan jadi malaikat dan Joshua masih terlalu kecil untuk ikutan. Tahun ini karena kami terlambat datang, semua kostum sudah dipakai oleh anak-anak yang datang terlebih dahulu jadi mereka gak ikutan dalam dramanya.

Orang majus dan Unta

Satu hal yang juga selalu ada setiap tahunnya adalah: unta yang di bawa orang majus. Nah unta ini diperankan oleh orang juga tentunya. Terlihat lucu dari jauh. Joshua melihat unta langsung komentar :”look, there’s a camel!”. Tapi waktu acara hampir berakhir dan unta mendekati, si Joshua malahan agak malu-malu gitu. Mungkin dia heran, kenapa kaki unta pakai sepatu? Hehehe…

Untanya pakai sepatu? hahaha…

Selain acara Carols by Candlelight, masih akan ada beberapa rangkaian acara kegiatan Natal tahun ini di gereja yang kami ikuti. Tanggal 22 Desember 2019 akan ada acara Christmas Tea dan Christmas Service. Biasanya kita diminta untuk membawa sedikit kue-kue untuk saling berbagi. Acara kebaktian gereja juga dimulai lebih awal dari biasanya. Lalu tanggal 24 Desember, ada kebaktian malam Natal yang di mulai jam 11 malam. Biasanya akan selesai sekitar jam 12 untuk menyambut hari Natal nya. Lalu tanggal 25 Desember jam 10 pagi ada kebaktian Hari Natal.

Siapa tahu ada orang Indonesia yang sedang berencana untuk berlibur Natal di Chiang Mai dan butuh informasi soal kebaktian Natal, semoga informasi ini bisa berguna. Kalau kebetulan baca tulisan ini untuk tahun-tahun berikutnya, bisa coba cari informasinya di situs gerejanya langsung untuk mengetahui kegiatan Natal yang diadakan setiap tahunnya.

Ulang tahun Jonathan ke-9

Hari ini Jonathan masuk usia 9 tahun. Seperti tahun lalu, ulang tahunnya tidak dirayakan, tapi cukup dikasih hadiah dan makan bersama. Setelah lama berhomeschool dan jarang melihat perayaan ulang tahun anak lain, Jonathan tidak berharap perayaan ulang tahun.

Tahun ini hadiah yang saya berikan adalah buku Pokemon dan Minecraft. Buku Pokemon nya cukup tebal tapi sudah selesai dibaca dalam beberapa jam saja. Buku Minecraft nya baru satu box yang dibuka. Sebenarnya Jonathan juga meminta sebuah game untuk Nintendo Switch, tapi karena baru akan dirilis Minggu depan, jadi kami belum bisa belikan sekarang.

Meskipun tidak ada kegiatan homeschool hari ini, tapi tetap ada kegiatan kumon. Untungnya hari ini dia bisa cepat sekali menyelesaikannya. Setelah selesai, dia langsung menelpon saya dengan Video Call Facebook Kids dengan WIFI dari tempat kumon.

Lanjutkan membaca “Ulang tahun Jonathan ke-9”

Jonathan Belajar Membaca Bahasa Indonesia

Jonathan sudah hampir 9 tahun. Sampai sekarang belum pernah saya kasih pelajaran khusus untuk membaca bahasa Indonesia. Harapannya memang dia bisa belajar sendiri hehehe. Hari ini bangun tidur siang saya menemukan buku pelajaran membaca bahasa Indonesia yang kami beli beberapa tahun lalu. Ternyata, anak kalau sudah bisa bahasa Indonesia lebih mudah membaca bahasa Indonesia tanpa diajari. Tapi tentunya beberapa kata yang jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari akan lebih sulit dibacanya.

Bukunya untuk umur 4 – 6 tahun

Menurut tulisan di sampulnya, buku ini untuk umur 4 – 6 tahun. Tapi untuk anak yang selama ini hanya bisa baca bahasa Inggris dan bahasa Indonesianya cuma dengan kami orantuanya, tidak ada salahnya dicoba suruh baca untuk mengetahui juga pemahamannya terhadap kata-kata dalam bahasa Indonesia.

Lanjutkan membaca “Jonathan Belajar Membaca Bahasa Indonesia”

Ganti AC Mobil

Tulisan hari ini buat catatan pengingat saja kalau hari ini AC mobil diganti baru keseluruhan sistemnya.

Awalnya sejak 3 minggu lalu merasa kok AC mobilnya gak dingin walau udah diatur suhu paling dingin. Memang Chiang Mai walau sedang musim hujan, tiap sore jam 3-an itu panasnya luar biasa. Jadi saya pikir karena di luar sangat panas aja maka AC nya lama dinginnya.

Pagi hari masih gak masalah dan masih berasa agak dingin AC nya, tapi tiap sore yang terasa cuma angin saja. Kasian Joshua kadang pipinya sampai merah kepanasan. Akhirnya saya bawa ke bengkel untuk di cek apa yang jadi masalahnya. Baru sekitar 3 bulan sebelumnya kami bawa servis AC mobil untuk di bersihkan dan di isi freonnya, jadi saya pikir harusnya bukan masalah kehabisan freon.

Karena bengkel resmi lebih dekat dari bengkel yang biasa kami datangi, saya bawa mobil ke bengkel resmi untuk di cek apa masalahnya. Pengecekan tidak lama, cuma butuh kurang dari 1 jam. Tapi hasilnya ternyata semua sistem AC nya harus diganti karena ada kebocoran yang parah katanya. Selain itu mobilnya harus diinapkan karena butuh 2 hari kerja untuk mengerjakan bongkar pasang sistem AC. Karena waktu itu masih butuh tiap hari pakai mobil, saya tidak bisa langsung meminta mereka mengerjakan ganti AC, jadi saya bilang saya akan datang lagi kalau sudah ada waktu untuk menginapkan mobil di bengkel.

Estimasi harga ganti AC yang diberikan lumayan mahal, saya pikir apakah bengkel resmi ini mahal karena mereka bengkel resmi? Kalimat yang aneh ya, tapi maksudnya begini: saya pernah dengar komentar kalau bengkel resmi ini sering sengaja cari-cari kesalahan kecil sebuah mobil biar mereka dapat kerjaan, padahal kalau di bawa ke bengkel lain bisa jadi dikerjakan dengan harga setengahnya atau bahkan belum perlu diganti. Tapi ya saya pikir ga ada salahnya mengecek ke bengkel yang terakhir membersihkan sistem AC nya, siapa tau mereka bisa kasih estimasi harga lebih murah.

Setelah di cek di bengkel bukan resmi, ternyata hasil pengecekan kesimpulannya sama: semua sistem AC nya harus diganti. Mereka bisa mengerjakannya 1 hari kerja, tapi biayanya lebih mahal sekitar 25 persen dari estimasi bengkel resmi. Terus katanya sparepartnya gak bisa pake yang asli sesuai merk karena sparepart merk mobilnya jarang tersedia.

Saya sempat agak dilema. Kalau ngikutin hitungan ekonomi tentunya langsung milih masukin bengkel resmi saja. Tapi dilemanya karena harus diinapkan 2 hari kerja (yang mana di sini karena ga ada angkot kalau ga ada mobil itu repot mau kemana-mana). Setelah ditimbang-timbang dan ternyata bisa dapat pinjaman mobil dari bos baik hati, kami masukin mobil ke bengkel resmi.

Hari Rabu besok itu hari libur di Thailand, bengkel juga libur, jadi saya bikin janji untuk masukin mobil Senin pagi supaya bisa selesai Selasa sore (kan itungannya udah 2 hari kerja toh). Untungnya mereka menyanggupi, kalau mereka ga menyanggupi karena alasan banyak kerjaan, bisa-bisa kami masih harus berpanas-panasan sepanjang minggu ini setiap makai mobil.

Sesuai janji, hari ini mobilnya sudah selesai dipasang AC baru. Saya tanya ada garansi gak? Ternyata ada, garansi AC mobilnya 1 tahun atau 20000 km (yang mana duluan sampai). Sebenarnya ada tulisannya di receiptnya, tapi kan tulisannya semua bahasa Thai, kalau ga nanya mungkin saya ga akan tahu. Yang bikin saya senang sparepartnya ya dikasih yang asli sesuai merknya.

Jadi ternyata asumsi bengkel resmi suka mencari-cari alasan biar dapat kerjaan itu gak benar. Tapi salah satu alasan selama ini malas ke bengkel resmi itu karena biasanya mereka bahasa Inggrisnya payah, dan level bahasa Thai saya untuk pembicaraan teknis mobil suka gagap sendiri. Tapi dari pengalaman kali ini, ternyata saya bisa berkomunikasi dengan mereka. Level bahasa Inggris mereka cukup bisa dimengerti dan level bahasa Thai saya juga bisa mereka mengerti hehehe. Saya gak ingat tadi itu saya banyak ngomongnya pake bahasa apa, kadang-kadang milih bahasa itu dah jadi reflek tergantung siapa yang diajak bicara hehehe.

Jadi lain kali sepertinya kalau ada masalah dengan mobil, memang lebih baik ke bengkel resmi ya. Apalagi kalau bengkelnya lebih dekat dari rumah.

Oh ya catatan lain, katanya AC mobil itu rusak karena beberapa alasan, bisa jadi karena udah umurnya (padahal umur mobil kami masih kurang dari 10 tahun), atau katanya bisa jadi “sial” kemasukan sesuatu seperti kerikil ke dalam sistemnya yang merusak AC nya. Saya gak tau juga apakah AC mobil itu seperti ban mobil yang harus diganti setelah sekian km, tapi yang penting sekarang udah ga kepanasan lagi nyetir siang-siang.

Mengajari Anak Menunggu 1 Minggu

Ceritanya minggu lalu Joe pergi 1 minggu ke Abu Dhabi. Perginya Senin dan pulangnya Minggu. Nah, biasanya kami kalau pergi selalu bareng, dan Joe pergi sendiri itu bisa dihitung jari 1 tangan belum abis. Sebenarnya sejak Joshua lahir, pergi kali ini udah yang ke-2 kali, tapi yang pertama gak sampe seminggu dan Joshua belum terlalu mengerti.

Awalnya saya pikir, Joshua akan biasa aja, karena seharian juga biasanya sama saya (kalau Jonathan sudah mengerti arti 1 minggu jadi ya cuma merasa sepi tapi ga terlalu sulit menjelaskannya). Tapi ternyata, saya salah. Udah beberapa waktu belakangan ini memang Joshua manja banget sama Joe, kalau ada Joe, mamanya ga laku deh. Semua hal maunya sama papanya. Saya sih seneng aja, jadi bisa ngerjain yang lain waktu Joshua nempel sama papanya.

Waktu anter Joe pergi ke airport, kami gak turun karena Joshua juga lagi ikutan kegiatan liburan dari Senin sampai Jumat jam 9 pagi sampai 3 sore di Mind Brain and Body (MBB). Pesawat Joe berangkatnya juga pagi, jadi ya sekalian deh anter ke airport, terus anter Joshua. Walau gak banyak dikasih tau, Joshua kayak ngerti, dia ga mau lepasin tangan papanya waktu papanya turun dari mobil dan nangis dikit. Terus dikasih tau kalau Joshua harus ke MBB, nanti Joshua jemput papa setelah 5 kali MBB, masih agak lama juga bujukin biar ga nangis tapi akhirnya dia diam saja.

nangis waktu papanya pergi

Sore harinya, waktu saya jemput dari kegiatan liburannya dia langsung bilang: ayo jemput papa ke airport. Saya harus jelasin lagi kalau Joshua masih harus ke MBB lagi beberapa kali baru jemput papa. Tapi ya seperti biasa walau dia udah ngerti dikit, dia masih nanya lagi: papa di mana? ayo jemput papa. Baru nanya di jawab, beberapa menit kemudian nanya lagi.

Waktu mau tidur, dia juga nyari lagi, mana papa. Di hari Selasa juga begitu lagi, bahkan dia nangis waktu liat pintu rumah udah ditutup dan papanya belum ada di rumah. Akhirnya saya kepikiran bikin tabel yang bisa dia isi supaya dia mengerti titik mana papanya pulang.

Tabelnya sederhana saja, isinya pagi hari dia ke MBB, malam hari tidur. Sekalian ngajarin nama-nama hari. Karena intinya saya mau jelasin dia berapa kali harus MBB dan tidur, saya bikin lah tabel dadakan dan gak rapih yang ternyata cukup berhasil membuat dia gak terlalu nyariin lagi setelah liat tabelnya. Tiap pagi dia kasih tanda sleep, dan pulang dari MBB dia tandain MBB. Jadi dia saya suruh kasih tanda setelah suatu kegiatan dilakukan.

Hari Sabtu, Joshua ada kelas art 1 jam, jadi lebih gampang lagi bikin tabelnya. Tiap dia nanya di mana papa, saya akan kasih tunjuk tabelnya dan bilang, ini kan belum selesai semua. Masih sekian kali MBB dan sekian kali tidur baru kita jemput papa.

Ternyata cara itu membuat dia ga nanya lagi dan gak disuruh juga dia kasih tanda tabelnya. Cara ini juga berhasil menghilangkan kegelisahan lihat pintu rumah ditutup padahal papanya belum pulang. Waktu awalnya Joe video call, Joshua kayak marah dan gak mau ngobrol, tapi setelah ada tabel dia jadi mau ngobrol dikit walau sambil lanjutin main (mulai ga kecarian hahaha).

Yay, Akhirnya papanya pulang.

Hari Minggu, hari yang ditunggu-tunggu Joshua. Waktu saya bilang ayo siap-siap jemput papa, dia langsung ambil sepatu dan ke mobil. Waktu saya manasin mobil, dia gak sabar dan bilang: ayo mama drive, kita jemput papa. Airport di sini itu deket banget dari rumah, saya sengaja jemputnya nunggu Joe udah dapat bagasi dulu biar ga harus turun parkir. Jadi waktu udah tau Joe turun dari pesawat dan nunggu bagasi, saya baru bergerak dari rumah, itupun sengaja melambat-lambatkan diri hehehehe.

Jam jemput papanya itu jam 1.30, jam abis makan siang dan jam nya Joshua tidur siang. Segitu dia gak sabar nunggu mobil jalan, eh waktu mobil jalan dia malah tidur hahahaha. Jadi waktu Joe naik ke mobil, Joshua udah tidur dan gak lihat malahan papanya dijemput. Ketika kembali lagi ke rumah, Joshua menolak waktu papanya mau gendong dia turun dari mobil. Mungkin itu ekspresi ngambeknya kenapa pergi lama banget hehehe. Tapi Joshua ngambek gak pernah lama, sebentar kemudian dia udah biasa lagi dan waktu nerima oleh-oleh juga tambah kesenangan.

Setelah papanya di rumah dan buka oleh-oleh, dia baru ingat belum kasih tanda di tabel penantiannya. Dia warnai deh bintangnya dan di bawah kasih tanda centang (mungkin niruin saya kasih tanda centang kalau semua udah selesai).

Sebenarnya, cara membuat tabel ini bisa untuk berbagai hal, termasuk untuk mengajari anak rutin harian. Anak-anak lebih mudah mengerti kalau melihat (visualisasi) apa yang dilakukan berikutnya. Bisa juga selain dikasih tanda hati, kita nempelin stiker. Tapi saya ga ingat nyimpan stiker di mana, dan tabel asal-asal saya ternyata udah cukup buat Joshua, jadi saya gak nyari deh itu stiker ada di mana hehehe.

Joshua dan Global Art

Kalau dulu pernah cerita soal Jonathan belajar di Global Art. Sekarang Joshua sudah kami ikutkan juga. Awalnya masih agak ragu-ragu mendaftarkannya karena di rumah saja kalau diajakin mewarnai masih sulit dan ujung-ujungnya malah nulis ABC lagi.

Jadi sejak 3 minggu lalu, dicobalah bawa Joshua ke Global Art. Untuk anak umur Joshua (4 tahun) program yang diberikan ada 2 pilihan: 1 kali seminggu atau 2 kali seminggu dengan durasi setiap pertemuan maksimum 1 jam. Sebelum masuk juga diberikan sejenis assesment dulu untuk melihat apakah anaknya sudah bisa ikutan kelas atau tidak.

Awalnya, tentu saja karena Joshua belum kenal gurunya, agak sulit mengarahkan dia untuk mengerjakan tugasnya. Tapi tanpa disuruh, Joshua kadang-kadang langsung mengerjakan lembar assesment lalu beralih ke lembar lain untuk menulis ABC hehehe. Tapi akhirnya kembali lagi dan menyelesaikan assesmentnya.

Lanjutkan membaca “Joshua dan Global Art”

Gempa Di Chiang Mai

Hari ini hampir bolos nulis karena ga ada ide, eh tau-tau ada gempa. Sebenarnya saya ga merasakan, tapi banyak yang bertanya apakah merasakan. Waktu saya cek di internet, ternyata memang ada gempa dengan kekuatan 4.1 SR di Chiang Mai setelah beberapa menit sebelumnnya gempa di Myanmar dan kemarin di Pai yang mana masih daerah yang berdekatan dengan Chiang Mai.

sumber: http://www.earthquake.tmd.go.th/en/local.html

Gempa hari ini bukan yang pertama kalinya yang terasa di Chiang Mai selama kami di sini. Saya ingat awal kami tinggal di Chiang Mai sempat ada beberapa kali gempa kecil, tapi pusatnya dari negara tetangga. Gempanya cukup besar jadi terasa sampai ke Chiang Mai dan kejadiannya siang-siang dan kami ada di kantor. Pas ada goyangan gempa, awalnya mikir apa pusing karena kebanyakan liat layar, terus waktu yakin itu gempa sebelum panik eh gempanya sudah berhenti.

Terus pernah juga tanggal 24 Maret 2011 gempanya malam-malam dan rumah kami waktu itu masih di apartemen lantai 18 dan udah ada Jonathan tapi masih bayi. Gempanya lumayan besar 6.9 SR pusatnya di Myanmar dan agak lama, tanpa mikir panjang Joe gendong Jonathan dan saya menyusul di belakang turun lewat tangga 18 lantai. Sampai bawah, ketemu banyak orang yang juga wajah panik gitu. Tapi untungnya waktu itu gempanya gak lama berhenti. Setelah menenangkan diri dengan sesama penghuni yang panik, akhirnya balik ke unit masing-masing. Kembali ke unit perasaan masih tetap waspada. Oh ya, kenapa bisa ingat tanggalnya? karena waktu itu ditulis di blog Jonathan hehhehe.

Setelah kejadian itu, ada juga beberapa kali merasakan gempa selama tinggal di apartemen, tapi entah kenapa kami sering tidak merasakannya. Terus pernah sekali merasakan sedikit, terus cuma berdoa aja gempanya gak lama dan tetep diam aja di dalam rumah (sambil siap-siap lari kalau gak berhenti juga sih). Untungnya biasanya gempanya berhenti sebelum kami panik hehe.

Nah pernah juga saya ingat pengalaman gempa setelah pindah ke rumah biasa dan bukan di apartemen lagi. Waktu itu Joe di kantor dan saya cuma berdua sama Jonathan (Joshua belum ada). Waktu merasakan gempa, entah kenapa malah panik dan buru-buru gendong Jonathan keluar rumah. Jonathannya malah heran, lagi main kok digendong keluar rumah. Tapi ya abis dikasih tau ada gempa, pertanyaanya tambah panjang apa itu gempa dan malah pengen rasain lagi haahha.

Hari ini, barusan ini saya bersyukur sih gak merasakan gempanya. Soalnya tadi itu udah siap-siap tidur (kamar tidur di lantai 2). Kalau pas merasakan gempanya, kemungkinan besar saya akan panik dan harus turun dan keluar rumah. Joshua udah berat banget, gak mungkin juga digendong turun kan hehehe.

Sekarang ini ada perasaan sedikit kuatir apakah masih akan ada gempa susulan (dan berdoa tidak ada gempa susulan di sekitar sini). Tapi ya namanya alam tidak bisa kita yang mengatur. Jadi daripada cemas kuatir dan jadi gak bisa tidur, mending berdoa sebelum tidur supaya apapun yang terjadi tetap dalam lindunganNya.

Kalau dipikir-pikir, saya lebih suka tidak merasakan gempa ketika gempa terjadi. Perasaan kuatir dibandingkan perasaan panik itu lebih bisa dikendalikan perasaan kuatir. Namanya panik, kadang-kadang bikin kuatirnya lebih berkepanjangan dan berhalusinasi sendiri berasa-rasa goyang padahal gak ada apa-apa. Kalau cuma dikasih tau: eh ada gempa tadi, berasa gak? bisa jawab enteng: nggak berasa (dalam hati berdoa semoga ga ada susulan). Tapi ya bisa lebih tenang.

Kalau pembaca gimana? lebih suka merasakan gempa atau tidak merasakan?