Untuk sementara saya berhenti dulu dengan tulisan bahasa Thai, karena sekarang ini kami sedang liburan ke Phuket.
Setelah 12 tahun tinggal di utara Thailand, akhirnya kami sampai juga di kota Phuket yang lokasinya di bagian selatan Thailand ini. Yaaa seperti halnya ke Bali saja kami baru sekali, walaupun Phuket ini sama-sama di Thailand, kesempatan mengunjunginya baru datang sekarang.
Sebelum berangkat, saya baru menyadari kalau saya sama sekali belum pernah mencari tahu soal Phuket hehehe.
Setelah beli tiket, baru deh bingung mau di bagian mana Phuket nih tinggalnya. Ternyata ada banyak pilihan pantai untuk dikunjungi di Phuket. Phuket juga lebih besar dari Chiang Mai, bentuk wisatanya juga berbeda, kalau di Chiang Mai lebih banyak pegunungan, kalau di sini ya umumnya pantai dan olahraga air.
Tulisan ini buat catatan kalau jalan-jalan di Chiang Mai, belanja oleh-olehnya di mana dan apa saja?
Ada beberapa tempat untuk belanja oleh-oleh, tergantung apa yang dicari. Di sini tidak ada pasar serba ada seperti pasar Chatuchak di Bangkok, tapi ya seperti di banyak tempat, selain pasar tradisional, ada yang namanya pasar malam dan atau pasar dadakan.
Masing-masing tempat punya produk unggulan sendiri dan kisaran harga yang berbeda. Jadi akhirnya kembali lagi mau beli apa? Biasanya pasar yang sifatnya dadakan harganya lebih murah, karena mereka tidak harus membayar sewa tempat. Tapi karena pasar dadakan ini umumnya banyak turis, bisa juga kita salah membeli dan dapat harga turis alias jadi mahal.
Berikut ini tempat saya mencari oleh-oleh kalau mau pulang ke Indonesia atau kalau ada yang minta dianterin beli oleh-oleh. Sekian lama tinggal di Thailand, saya kadang takjub banyak benda yang biasa aja di sini ternyata dijadikan oleh-oleh di bawa ke Indonesia hehehe.
Warorot dan Hmong Market
Pasar warorot ini merupakan 3 pasar jadi 1, disana ada jual bunga, buah dan berbagai pakaian yang harganya tentu lebih murah daripada beli di mall. Di lokasi yang sama dengan pasar warorot, ada lokasi khusus yang menjual pernak pernik tradisional dari hill tribe/hmong market.
Kalau mencari oleh-oleh berupa kain-kain tradisional atau dompet dan tas dengan motif tradisional, bisa dicoba ke hmong market ini. Harganya jelas lebih murah daripada di tempat lain. Kalau kita beli dengan jumlah yang banyak, biasanya bisa tawar harga dan dapat lebih murah dari harga satuan.
Untuk yang mencari pashmina, atau silk Thailand, kebaya ala Thailand atau sepatu/sendal, pasar warorot ini juga bisa jadi tempat mencari benda-benda tersebut.
Selain kain dan sepatu, di pasar buah juga tersedia banyak buah lengkeng dan buah manisan lain yang sudah dikeringkan, daun stevia kering, berbagai bunga kering termasuk bunga chrysantemum kering.
Manisan, bunga kering, mainan kayu ini biasanya ada juga di tempat lain, tapi harganya jauh lebih murah di warorot. Mungkin karena biasanya yang belanja ke pasar ini orang lokal dan bukan turis, jadi mereka memberikan harga lokal.
Oh ya, hampir lupa dengan durian kering dan aneka teh herbal, balsem wangi, semua ini ada di pasar warorot.
Pasar warorot ini buka dari pagi sekitar jam 8 sampai sore sekitar jam 5. Jadi memang kalau cuma punya beberapa hari di Chiang Mai, siang hari itu waktunya jalan-jalan, mungkin akhirnya gak punya kesempatan belanja ke sini ya.
Night Bazaar
Sesuai namanya, Night Bazaar ini bukanya malam hari. Tepatnya mulai sekitar jam 4 sore, sampai tengah malam. Tempat ini menjual segala jenis oleh-oleh dan yang paling populer tentunya kaos bertuliskan Chiang Mai selain kain-kain khas Thailand.
Tempat ini memang sengaja diperuntukkan untuk turis, jadi kadang harganya mereka tawarkan cukup mahal. Kita bisa tawar menawar di sana, tapi ya kadang-kadang tergantung mood tukang jualannya juga.
Selain belanja oleh-oleh, di sana ada banyak restoran dan juga pertunjukkan tari-tarian atau live music. Ya benar-benar pasar malam untuk hiburan turis yang mencari oleh-oleh atau sekedar cari makan setelah siang harinya jalan-jalan ke tempat wisata di sekitar Chiang Mai.
Walaupun tempat ini relatif lebih mahal daripada pasar warorot, kadang-kadang desain kaos nya yang unik bikin kami mau gak mau ya belanjanya ke sini.
Di sini karena tokonya sudah fix, saya sampai punya langganan toko yang tanpa sengaja jadi tempat saya beli kaos. Awalnya saya ga ngeh kalau itu toko yang sama, tapi penjualnya yang sangat ramah bisa ingat kalau saya pernah ke situ dan dia bisa detail ingat saya datang beli apa aja. Ya lumayan kalau kayak gitu bisa dapat diskon deh belanjanya hehehe.
Saturday Market
Saturday Market ini sesuai namanya hanya ada di hari Sabtu. Pasar ini merupakan pasar kaget di sepanjang salah satu ruas jalan di dekat kota tua Chiang Mai. Karena sifatnya yang pasar kaget, banyak produk kerajinan tangan yang di bawa oleh produsen dari perkampungan sekitar dijual dengan harga murah di sana.
Biasanya pilihanya gak lebih banyak daripada warorot ataupun night bazaar. Tapi kalau beruntung bisa menemukan benda-benda unik dengan harga murah. Satu waktu saya beli tas kulit dengan harga 100 baht saja (sekitar 45 ribu rupiah). Tas kulitnya ya bukan kulit buaya, tapi asli kulit loh, bukan kulit plastik hehehe.
Sunday walking street
Seperti halnya Saturday market, Sunday Walking Street ini juga bukanya hanya malam hari dan merupakan pasar dadakan. Dan sesuai namanya pasar ini hanya ada di hari Minggu. Bedanya apa dengan pasar yang hari Sabtu? lokasinya beda. Ruas jalan yang digunakan lebih panjang untuk Sunday walking street.
Produknya gimana? ya produknya mirip-mirip dengan Saturday Market, dan harganya juga bisa lebih murah. Tapi kalau mencari kaos dengan desain Chiang Mai, harganya bisa lebih mahal daripada Night Bazaar.
Di Sunday walking street ini selain belanja oleh-oleh ada banyak juga makanan dan pertunjukan alias orang ngamen. Selain itu ada beberapa tempat pijat juga untuk yang sudah cape jalan kaki beli oleh-oleh.
Tesco Lotus dan Big C
Nah ini sebenarnya supermarket biasa. Saya baru tahu kalau sabun beras, bedak ponds, beberapa model sendal juga merupakan oleh-oleh yang sering dicari. Selain benda tersebut, tentunya tak lupa Teh Thai Instan, Lemon tea ala thai instan atau berbagai kopi instan yang rasanya beda dengan yang ada di Indonesia.
Benda-benda seperti sabun beras, bedak ponds,atau masker wajah ada juga di minimarket 7 eleven.
Mall
Kadang-kadang mungkin kita gak pengen ke pasar yang di luar dan panas. Mall di sini juga ada yang menjual berbagai oleh-oleh khas Thailand termasuk sabun dari buah, Pashmina, silver ataupun batu giok. Biasanya kalau ada rombongan turis, mereka akan bawa ke Northern Village di Central Airport Plaza. Untuk harganya tentu saja lebih mahal daripada di pasar warorot.
Selain barang khas Thailand, mungkin ada juga yang mencari baju/sepatu merk tertentu yang kalau di Indonesia jadi mahal karena jasa impornya. Mall di sini sering ada sale untuk barang bermerk Anello, Crocs, atau sekedar beli baju-baju di Uniqlo. Kalau mencari elektronik juga ya biasanya di mall ini. Ada beberapa mall di Chiang Mai, tapi isinya ya hampir sama-sama saja.
Toko barang bekas dari Jepang
Selain oleh-oleh khas Thailand, belakangan ini di Chiang Mai ada banyak toko barang bekas dari Jepang. Kami dulu sempat sering ke sana untuk mencari mainan anak-anak atau game sega jaman dulu.
Selain mainan, kalau beruntung bisa menemukan tas bermerk yang masih cukup bagus dengan harga murah. Atau yang juga sangat banyak adalah piring dan mangkok keramik yang lucu-lucu dan tentunya dijual dengan harga jauh lebih murah daripada beli baru di toko.
Untuk list toko barang bekas dari Jepang ini mungkin akan saya posting terpisah, karena sudah agak lama gak jalan-jalan ke sana hehhee.
Selamat belanja oleh-oleh, hati-hati over bagasi hehehe.
Sebenarnya sudah banyak menulis mengenai Chiang Mai, tapi ini saya mau mencoba menuiskan hal-hal mengenai Chiang Mai siapa tahu ada yang lagi bingung mau ke mana dan kepikiran mengunjungi Chiang Mai.
Chiang Mai itu di Mana?
Chiang Mai ini kota di utara Thailand, letaknya di kelilingi oleh perbukitan, dan jauh dari pantai. Jadi kalau mau liburan ke pantai, pastinya jangan cari di Chiang Mai hehehe. Kota ini merupakan kota terbesar di Utara Thailand, tapi sangat berbeda di bandingkan Bangkok.
Chiang Mai masih sekitar 3 jam perjalanan lagi untuk ke daerah perbatasan Thailand dengan negara Laos dan Myanmar. Selain bahasa Thailand, penduduk di sini kebanyakan berbahasa daerah juga (ya samalah kalau ke Bandung banyak yang bahasa Sunda bukan bahasa Indonesia doang). Tapi karena banyaknya orang asing tinggal di kota ini, gak usah kuatir kalau gak bisa bahasa Thailand, modal bahasa Inggris juga cukup kok untuk ke sini, kalau beruntung bisa ketemu orang asing yang sudah bisa berbahasa Thai, jadi bisa gampang nanya-nanya nya hehe.
Dari Indonesia sekarang ini belum ada direct flight langsung ke Chiang Mai, tapi ada banyak cara ke sini. Setelah sampai ke Bangkok, bisa naik pesawat sekitar 1 jam lagi atau naik bis malam (10 – 12 jam) atau kereta api (12 – 15jam). Alternatif lain, selain dari Bangkok, bisa juga dari Kuala Lumpur atau Singapur (ada pesawat yang transit di hari yang sama dan langsung ke Chiang Mai).
Kapan Waktu Terbaik ke Chiang Mai
Sepanjang tahun ada macam-macam festival yang menarik untuk dilihat dan menjadi alasan mengunjungi Chiang Mai, tapi tentunya tergantung juga dapat jatah liburnya kapan dan mau berapa lama di Chiang Mai. Chiang Mai memiliki musim panas (Maret – Agustus), musim hujan (September – November) dan musim dingin (Desember – Februari). Selama 12 tahun ini, musimnya kadang agak bergeser sedikit, November kadang sudah dingin kadang belum, Desember kadang masih hujan, dan Maret pagi-pagi masih dingin. tapi yang pasti April pasti panas banget dan Januari udaranya dingin. Musim dingin di sini itu gak ada salju dan ga ada hujan, jadi ya cuacanya menyenangkan buat jalan-jalan tanpa gangguan.
Biasanya turis paling banyak datang ke Chiang Mai itu di bulan Desember atau Januari awal. Tidak disarankan datang sekitar Februari sampai awal April karena di masa itu tingkat polusi udara sedang tinggi dari pembakaran ladang sisa panen di daerah utara Thailand dan juga dari negara tetangga. Biasanya polusi ini akan berakhir menjelang festival air Songkran / Tahun baru Thailand sekitar tanggal 14 dan 15 April. Tapi ya kalau datang bukan untuk festival air, lebih baik datang di awal Januari, saat udara sedang adem.
Apa yang bisa di lihat di bulan Januari? kalau beruntung bisa lihat bunga sakura sedang mekar. Kalau datangnya di minggu ke – 2 Januari bisa melihat perayaan hari anak di Thailand, di mana hari itu banyak tempat memberi gratisan untuk anak-anak. Bisa jalan-jalan ke kuil-kuil sekitar Chiang Mai sambil menikmati udara sejuk. Dan kalau datangnya minggu pertama Februari, bisa melihat festival bunga yang diadakan akhir pekan pertama di bulan Februari setiap tahunnya.
Kalau datang Maret gimana?gak ada apa-apa kecuali polusi udara hehehe, tapi pernah juga sih sepupu kami datang ke sini akhir Maret, dan beruntung ada hujan sebelum mereka tiba, jadi polusi udaranya minggir dan mereka bisa jalan-jalan melihat Chiang Mai. Tapi ya jangan ambil resikolah, kecuali udah beli tiket hahaha.
April seperti saya sebutkan sebelumnya ada festival air Songkran. Biasanya hari siram-siraman ini berlangsung beberapa hari, puncaknya biasanya sekitar tanggal 14 dan 15 April. Kalau mau main-main air ya jadwalkan datangnya sekitar hari Songkran.
Antara Mei sampai Oktober, biasanya sepi turis. Tidak disarankan juga ke Chiang Mai karena sering ada hujan dadakan. Gak seru kalau jalan-jalan terus kehujanan tiba-tiba, dan kemudian tiba-tiba panas terik lagi. Udaranya juga masih cukup panas walaupun hujan. Kami tiba pertama kali di Chiang mai sekitar bulan Mei, waktu itu masih banyak sekolah libur dan kami pikir kota ini sepi sekali, ternyata tak lama kemudian kotanya ramai lagi. Libur akhir tahun ajaran untuk sekolah di sini untuk sekolah Thai antara Maret sampai pertengahan Mei, sedangkan untuk sekolah Internasional liburan itu awal Juni sampai akhir Juli, jadi memang antara Mei sampai Agustus banyak yang liburan dan mengurangi isi kota Chiang Mai. September dan Oktober banyak hujan, jadi tetap gak seru deh liburan ke Chiang Mai di bulan-bulan itu.
Di bulan November ada festival Loy Kratong dan Yi Peng. Nah ini juga menarik untuk di lihat. Tiap tahun tanggalnya bisa berubah, tergantung kapan bulan purnamanya. Kalau berenacana ke Chiang mai untuk melihat festival ini, bisa cek dulu kapan festival ini akan diadakan tepatnya. Kadang-kadang bulan November udaranya udah cukup dingin, kadang-kadang masih agak panas, tapi karena festival Loy Kratong dan Yi Peng ini biasanya dirayakan malam hari, lebih baik bawa baju hangat yang tidak terlalu tebal untuk persiapan.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
Penduduk Thailand mayoritasnya beragama Budha. Makanan Halal agak sulit ditemukan, tapi ada beberapa restoran Halal di Chiang Mai, jadi gak usah kuatir juga. Ada banyak pilihan makanan vegetarian juga dan seafood dan semua bisa dibeli dengan harga yang terjangkau. Makanan di Chiang Mai ini cukup standar harganya baik di food court mall maupun di luar mall.
Di Chiang Mai belum banyak angkutan umum, untungnya sekarang sudah ada taksi Grab. Untuk rute tertentu sudah ada bis trayek tapi karena saya belum pernah naik jadi belum bisa cerita banyak. Kalau rencana mengunjungi Chiang Mai sekitar seminggu, bisa mempertimbangkan menyewa motor atau mobil. Surat Ijin Mengemudi kita dari Indonesia bisa dipakai kok di Thailand sini, tapi jangan lupa untuk selalu pakai helm kalau naik motor dan taati rambu yang ada biar gak berurusan sama polisi.
Mata uang rupiah biasanya tidak laku untuk ditukarkan di money changer di Thailand. Sebaiknya bawa dollar, atau tarik tunai dari mesin ATM sini juga bisa. Dari hasil mencoba beberapa bank, nilai tukar yang paling baik kalau menarik dana dari ATM Bangkok Bank. Setiap penarikan dari atm akan dikenakan biaya sekitar 220 baht, dan jumlah lembaran maksimal yang bisa ditarik itu tergantung limit harian dan isi rekening kamu hehehe.
Udah segitu dulu, besok-besok kalau ada yang ketinggalan akan ditambahkan lagi.
Festival Bunga di Chiang Mai di adakan setiap akhir pekan pertama di bulan Februari. Untuk tahun ini, festival bunga diadakan sejak hari Jumat tanggal 1 Feb sampai dengan hari Minggu 3 Feb 2019. Setelah beberapa tahun tidak mengunjungi festival bunga dengan berbagai alasan: terlalu ramai, banyak orang, males sampai gak tau parkir di mana supaya jalan tidak jauh, akhirnya tahun lalu kami menemukan tempat parkir yang ideal dan waktu yang tepat untuk mengikuti acara ini.
Mumpung mama saya juga masih di sini, ya sekalian mengajak mama saya jalan-jalan lagi. Mama saya sudah beberapa kali ke Chiang Mai, tapi baru kali ini waktunya pas dengan acara festival bunga ini.
Hari ini ajakin oppung jalan-jalan ke Hot Springs lagi, sekalian Jonathan main dengan teman barunya. Tempat ini gak jauh dari Chiang Mai, cuma sekitar 45 menit nyetir, jalannya juga bagus dan mulus sampai-sampai jalannya dibatasi maksimum 80 km/jam biar orang-orang gak ngebut. Lokasinya di kaki bukit, jadi tidak ada jalanan menanjak.
Walaupun tempat ini tidak terlalu jauh, kami terakhir ke sini ya beberapa tahun lalu pas oppung ke Chiang Mai juga. Entah kenapa pas eyang datang, kami lupa dengan tempat ini, padahal tempat ini sangat cocok untuk bersantai-santai dan tidak banyak berjalan naik turun seperti Doi Pui. Walaupun sudah pernah ke sana sebelumnya, baru hari ini mengetahui ada banyak hal yang bisa dilakukan selain rendam kaki dan rebus telur.
Beberapa tahun lalu, kami datang agak kesorean. Tukang berjualan makanan sudah mau pada tutup (tukang jualan tutup jam 4.30), waktu itu kami cuma sempat rebus telur (bisa beli di sana, telur puyuh 10 biji 40 baht dan telur ayam 3 biji 20 baht). Tiket masuknya masih sama dengan beberapa tahun lalu. Kami masih dapat harga Thai, walaupun di sana ada tulisan kalau harga Thai itu untuk pemegang ID Thai saja. Harga Thai Dewasa 40 baht, anak-anak 20 baht, mobil kalau mau masuk ke dalam juga bayar 40 baht. Harga orang asing dewasa 100 Baht, anak-anak 50 Baht.
Selain telur rebus, biasanya di sana kita bisa membeli makanan khas Thai seperti Somtam dengan nasi ketan, ayam goreng, mie instan, nasi ketan dalam bambu dan tentu saja ada kopi selain minuman bersoda lainnya. Kalau mau piknik di sana juga bisa saja kita bawa makanan sendiri. Saya perhatikan ada banyak yang bawa tikar dan keluarin makanan sendiri. Seperti umumnya di tempat wisata di Chiang Mai, harga makanan di dalam tempat wisata gak berbeda dengan di luar lokasi. Tapi memang makanannya buat makanan kualitas istimewa, tapi lebih ke makanan selera lokal.
Untuk merebus telur, kita bisa merebusnya langsung di dalam air panas belerang yang panasnya sekitar 105 derajat Celcius. Waktu yang dibutuhkan untuk merebusnya tergantung selera kita apakah mau setengah matang atau matang banget. Semakin lama direbus di air panas, ya tentunya semakin matang. Paling lama sekitar 10 menit, kita sudah mendapatkan telur yang cukup matang. Selama menunggu, kita tidak perlu kuatir keranjang telur kita akan diambil orang, karena di sana orang-orangnya cukup tertib mengambil yang memang punyanya saja. Jadi selama menunggu, kita bisa saja rendam kaki. Air untuk merendam kakinya suhunya berkisar 45 – 55 derajat celcius, harus hati-hati sebelum memutuskan merendam kaki, karena sepertinya ketika suhu di atas 50 derajat, airnya lumayan panas banget.
Selain makan, untuk anak-anak tersedia juga playground. Beberapa mainan kadang-kadang mulai rusak, tapi secara keseluruhan masih cukup fun buat bermain apalagi kalau ada temannya, pasti bisa bermain lebih lama. Kalau bosan main di playground, anak-anak bisa eksplorasi sekitar tempat itu. Lokasinya sangat luas, di sana tersedia juga tempat untuk camping, pijat, kolam renang, privat room untuk rendam badan, ataupun kalau mau menginap tersedia juga kamar penginapan untuk di sewa. Kami belum pernah menginap di sana, tapi sepertinya kalau mau outing bareng teman-teman beberapa keluarga, tempat ini cukup menarik untuk dikunjungi bersama-sama dan menginap 1 malam.
Kami berangkat dari rumah sekitar jam 12.15 dan kembali lagi ke rumah sekitar jam 6.30 malam. Awalnya, kami sudah rencana pulang sektiar jam 4.30 sore, tapi karena saya baru tahu ada kolam renang dan Jonathan tadi pagi gak jadi berenang dengan oppung, jadilah kami memutuskan Jonathan dan oppung berenang dulu. Kolam renangnya air belerang juga, tapi suhunya dijaga sekitar 40 – 41 derajat celcius.
Untuk berenang dikenakan biaya tambahan, harganya seperti harga masuk juga, orang lokal Dewasa 50 Baht, anak-anak 20 Baht, orang asing Dewasa 100 Baht dan anak-anak 50 Baht. Kolam renangnya tidak ramai, kamar mandi untuk membersihkan badan sehabis berenang juga cukup bersih, malahan di kamar mandi perempuan tersedia hair dryer segala.
Secara keseluruhan, tempat ini cukup bersih. Banyak tempat duduk untuk bersantai dan menikmati makanan. Banyak pohon dan tempat rindang sehingga tidak terganggu dengan terik matahari. Banyak tempat sampah yang bahkan dikategorikan untuk sampah bekas makanan, plastik dan keranjang bekas telur. Banyak tempat penampungan botol atau kaleng yang siap untuk didaurulang. Banyak tempat pijet dan tersedia banyak petunjuk arah dan peta lokasi di mana kita berada, sehingga tidak akan tersesat dan petunjuknya juga ada dalam bahasa Inggris.
Pemandangannya yang indah kombinasi pepohonan, bunga dan langit biru sungguh membuat kami merasa betah berlama-lama di sana. Lain kali semoga bisa mencari informasti mengenai biaya menginap atau camping di sana, supaya bisa bermain lebih puas lagi.
Ini lanjutan cerita jalan-jalan hari Sabtu lalu. Karena lokasinya relatif dekat, pulang dari melihat bunga Sakura di Ban Khun Chang Khian, kami mampir ke Doi Pui untuk makan siang dan melihat taman bunga yang ada di Hmong Village di Doi Pui.
Jalan ke daerah perkampungan ini sedikit lebih baik daripada jalan ke lokasi Sakura, tapi ya, lumayan curam juga dan beberapa bagian jalan ada yang rusak tergerus air di musim hujan. Setelah jalan berbelok-belok ditengah hutan, tiba juga di perkampungan yang kalau di lihat dari atas, hanya sedikit sekali perumahan yang ada di sana.
Penduduk sekitar sini sepertinya hidup dari menerima turis di desanya sambil menjual berbagai produksi hasil tenunan atau kerajinan tangan dari kain tenun dan juga dari perak, kopi dan buah-buahan yang dikeringkan. Di sana banyak sekali yang berjualan berbagai hal yang sebenarnya bisa ditemukan juga di pasar warorot Chiang Mai, dengan harga yang lebih murah. Awalnya saya juga kaget, loh kok bisa lebih murah? kan tempat wisata? biasanya kan tempat wisata lebih mahal daripada pasar? Ya jelas saja lebih murah, karena merekalah produsen dari benda-benda yang dijual di Chiang Mai.
Buat beberapa orang, tujuan ke tempat ini selain untuk makan siang setelah melihat sakura atau mungkin melihat Doi Suthep, tentunya untuk membeli oleh-oleh. Berbagai kain tenun di jual dengan cukup murah dibandingkan harga di Warorot. Motifnya juga banyak yang lebih cantik. Selain berbagai produk dari kain, mereka juga menjual kacang almond, kacang macadamia, buah-buahan yang sudah dikeringkan, bermacam perhiasan dari silver, obat-obatan tradisional dan permainan tradisional dari kayu.
Eh hampir kelupaan, mereka juga menjual berbagai biji kopi. Salah satu hasil pertanian di Doi Pui ya kopi. Saya gak beli kopinya, karena stok kopi yang di bawa dari Indonesia masih banyak banget, sedangkan kalau kopi dibiarkan berlama-lama, rasanya jadi tidak enak. Jadi ya, toh gampanglah kalau mau nyari kopi Thailand kapan saja.
Setelah melewati banyak sekali tukang jualan dengan jalanan yang naik turun, akhirnya sampai juga di pintu masuk untuk melihat taman bunga Doi Pui. Taman bunganya ini sekalian disebut sebagai Hill Tribe Village Museum. Selain bunga, mereka juga berusaha mengenalkan pakaian adat dan rumah tradisional suku Hill Tribe. Tiket masuknya cukup murah, per orang hanya 10 baht saja.
Tepat dipintu masuk ke taman, ada yang menawaran jasa menyewa baju Hill Tribe untuk foto-foto. Tapi karena mama saya tidak mau (dan saya juga gak pernah kepengen), kami gak bikin foto dengan baju tradisional Hill Tribe. Untuk lokasi yang sangat luas, walaupun relatif banyak pengunjung, tempat ini terasa sepi. Walau demikian saya perhatikan ada beberapa yang datang ke sana emang sengaja untuk foto dengan pakaian tradisional Hill Tribe.
Kami pernah ke Doi Pui ini sekitar 11 tahun yang lalu. Tapi selain bunga-bunganya, banyak hal terasa berbeda dari ingatan. Entah kenapa rasanya sekarang ini tukang jualannya tambah banyak, dan sepertinya kita sengaja diputerin melewati tukang jualan sebelum masuk ke taman bunganya. Jadi teringat dulu di borobodur juga untuk keluar dari sana, harus melewati banyaaaak sekali tukang jualan.
Setelah jalan cukup banyak naik turun tangga, sampai di taman bunganya, tadaaaa masih banyak lagi dong tangganya, untungnya anak-anak semangat tinggi karena tempatnya luas dan bisa puas naik turun tangga dan lihat bunga-bunga. Joshua yang di jalan sudah istirahat tidur, langsung semangat 45 mengeksplorasi kebun bunganya.
Setelah sampai agak atas, sampailah di sebuah rumah sample yang isinya kurang lebih sama saja dengan rumah tradisional jaman dulu di Indonesia. Saya ingat, pernah ke rumah tradisional Batak, dalamnya kira-kira sama peralatan masaknya, bedanya kalau di Indonesia rumahnya berupa rumah panggung. Di sini, mungkin karena pada dasarnya mereka suku yang hidup di pegunungan, mereka ga takut banjir, jadi rumahnya ya gak bentuk rumah panggung.
Walaupun lelah naik turun tangga, tapi rasanya hati puas melihat keindahan alam ciptaan Tuhan. Mata ini rasanya refreshing banget lihat langit biru, gunung yang hijau dan bunga berwarna-warni. Aih jadi puitis deh karena seharian mata di manja dengan bunga-bunga.
Jonathan yang biasanya diajak jalan sering mengeluh capai, hari itu tidak mengeluh sama sekali. Dia cukup menikmati perjalanan dan juga ikutan mengamati bunga-bunga yang ada. Melihat orang-orang antri foto di papan nama Doi Pui, Jonathan juga gak mau kalah dan minta di fotoin. Jarang-jarang dia minta di foto dan duduk bagus. Biasanya juga diajak foto gak mau diem gerak mulu.
Setelah puas melihat Doi Pui, kami pulang langsung ke Chiang Mai. Perjalanan cukup lancar walaupun masih banyak mobil dari arah Chiang Mai yang baru akan naik ke gunung dan mungkin saja mau melihat Sakura juga.
Sebenarnya, ada sedikit terpikir mampir lagi ke tempat lain (Doi Suthep atau Bu Bhing Palace, tapi melihat anak-anak udah pada teler di mobil, ya sudah kami pun memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Entah kapan lagi akan melihat Doi Pui Village, kalau ga ada yang minta dianter ke sana, kemungkinan sih gak akan ke sana. Apa sekalian jadi guide Chiang Mai untuk orang Indonesia ya, biar bisa sering-sering jalan-jalan ke sini hehehehe.
Hari ini 12 tahun yang lalu, kami menikah dan mengikat janji. Bersyukur kalau selama 12 tahun kami bisa semakin kenal dan saling mendukung satu sama lain. Setelah punya anak, Joe juga jadi suami siaga dan mau bekerja sama urus anak walaupun dia sibuk dengan pekerjaanya. Juga hampir setiap akhir minggu, Joe menyempatkan juga menghabiskan waktu bersama saya dan anak-anak.
Karena hari ini hari yang istimewa, kami pergi ke tempat yang agak jauh dikit biar melihat tempat yang berbeda dari biasa, sekalian milih tempat yang menarik untuk dilihat oleh mama saya yang lagi di Chiang Mai. Pilihan jatuh ke Queen Sirikit Botanical Garden Chiang Mai. Kami baru sekali ke tempat ini sekitar 7 tahun yang lalu waktu Jonathan masih kecil banget, jadi kami sudah lupa sama sekali dengan tempat ini.
Sebelum berangkat, saya menelpon dulu memastikan kalau di sana ada food court. Kami berangkat sekitar jam 11 siang, dan target pertama tentunya makan siang dulu sebelum jalan-jalan melihat-lihatnya. Lokasinya sekitar 35 km dari rumah kami, karena perjalanannya sedikit agak naik ke gunung, waktu yang butuhkan untuk tiba di sana kurang lebih 1 jam.
Taman ini sangat luas sekali, alamnya masih asli bagian dari hutan. Tiket masuknya sangat murah apalagi karena kami bisa dapat harga lokal. Harga masuk mobil (plus orang yang mengendarainya 100 baht), dewasa 40 baht , anak-anak di bawah 12 tahun dan dewasa di atas 60 tahun gratis. Jadi kami tadi hanya membayar 140 baht saja untuk 5 orang. Untuk anak diatas 12 tahun harga lokal 20 baht dan orang asing 50 baht. Untuk harga orang asing dewasa juga relatif murah, 100 baht saja. Kalau misalnya masuk ke dalam tidak membawa mobil, di dalam ada layanan tram keliling dengan biaya tambahan dewasa 30 baht dan anak-anak 10 baht.
Dari sekian banyak tempat yang bisa dikunjungi di dalam QSBG, kami hanya ke 3 tempat: Food court/coffee shop, glass house complex dan canopy walk. Oh ya sempat nyasar juga masuk ke hutan di dalam QSBG gara-gara salah belok, jalannya rada kecil dan searah dan sempat kecut kalau-kalau ada pohon tumbang, jalannya juga cukup menanjak. Sempat khawatir mobilnya ga kuat naik, tapi untungnya bisa juga hehehe.
Tujuan pertama: tempat makan. Ada restoran dengan menu makanan Thai, ada coffee shop dan memiliki tempat parkir cukup luas. Restorannya tergolong restoran biasa saja, rasa makanannya ya standar makanan Thai dengan menu somtam, telur dadar, nasi putih, ayam panggang, atau mie kuah ala Thai. Harga makanannya sedikit lebih mahal daripada di luar, tapi masih sangat murah mengingat ini berada di dalam tempat wisata.
Dari dekat tempat makan, ada jalan menuju glass house complex. Glass house complex ini sebenarnya intinya kumpulan berbagai tumbuhan di dalam rumah kaca, masing-masing rumah kaca menyimpan 1 kategori tanaman. Ada tanaman kaktus, berbagai tanaman air, tanaman yang berfungsi sebagai obat, dan berbagai kategori yang saya sejauh ini tetap ga ngerti maksudnya apa hehehe. Sebelum masuk ke dalam glass house complex, ada kebun bunga mawar yang punya koleksi bunga warna aneka warna. Beberapa bunga mawar sangat besar dari biasanya.
Sesungguhnya melihat QSBG ini saya kagum dengan banyaknya aneka jenis tanaman, dan sejauh ini saya hanya mengenal sangat sedikit jenis tanaman. Salut dengan para botanist yang mengenal beda satu tanaman dengan yang lain dengan memperhatikan kelopak daunnya misalnya. Walaupun sering melihat berbagai jenis bunga/tanaman yang dilengkapi dengan petunjuk nama tanamannya, tapi sangat sedikit yang berhasil saya ingat hehehe.
Setelah puas melihat-lihat di glass house complex, kami kembali ke mobil dan melanjutkan menuju ke canopy walk. Karena canopy walk ini lokasinya lebih dekat ke pintu masuk, kami harus memutari QSBG menuju arah keluar terlebih dahulu. Nah pas nyari jalan keluarnya ini kami sempat nyasar, masuk ke daerah yang sepertinya memang masih hutan banget. Untung ga ada pohon tumbang yang menghalangi jalan. Kami nyasarnya ada sekitar 15 menit, tapi 15 menit yang menegangkan dan membuat kami agak cemas dan bingung mau mundur ga bisa mutar, mau maju bakal sampai ke mana hehehe.
Singkat cerita, sampai juga di canopy walk. Untuk jalan di canopy walk ini perlu menunjukkan tiket masuk yang di beli di pintu masuk. Awalnya saya pikir canopy walk ini jalan di atas kaca, tapi ternyata, hanya sebagian kecil jembatan saja yang ada kaca tembus pandangnya sehingga bisa melihat ke bawah hutan.
Awalnya agak ngeri juga jalan menyeberang, apalagi kalau sambil melihat ke bawah. Gak kebayang gimana mereka dulu membangun jembatan ini. Jembatan ini sekitar 20 meter di atas tamannya. Panjangnya juga sekitar 400 meter dan ada beberapa bagian yang agak menanjak ke arah view pointnya. Untungnya beberapa bagian cukup teduh, jadi walaupun jalan di siang hari, gak terlalu panas untuk melewati jembatani ini.
Ini foto di view point, dindingnya kaca bening, jadi view nya bisa kelihatan di belakang kita. Sayangnya gunungnya keliatan agak berkabut karena kadar polusi di Chiang Mai sudah mulai naik dari biasanya.
Selesai dari canopy walk, tak terasa sudah jam 3 lewat. Kami mampir sebentar di souvenir shop dan istirahat di flying draco coffee shop. Setelah rasa lelah berkurang, kami pulang dan sampai di rumah sekitar jam 4.40 sore.
Sepertinya Queen Sirikit Botanical Garden bisa dimasukkan dalam daftar tujuan wisata kalau lagi bosan dengan tujuan yang dekat-dekat. Ada banyak tempat wisata ke arah QSBG ini, tapi ya karena di sana saja menghabiskan waktu banyak, lain kali harus berangkat lebih pagi biar gak kepanasan juga.