Hadiah Natal 2020 dari KLIP

Hari ini saya mau pamer hadiah Natal yang saya dapatkan di tahun 2020 dari Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP). Hadiah ini tidak bisa dinilai dengan nominal. Hadiah ini merupakan hasil dari kesungguhan sepanjang tahun 2020 mengalahkan kemalasan dari diri sendiri. Sebagian orang mungkin akan menganggap sertifikat ini biasa saja, tapi buat saya ini pencapaian tahun 2020 yang luar biasa.

Terimakasih buat KLIP untuk sertifikat yang kemilau ini
Lanjutkan membaca “Hadiah Natal 2020 dari KLIP”

Kilas Balik Februari 2020

Hari ini saya akan melanjutkan untuk menuliskan kilas balik yang terjadi di tahun 2020 berdasarkan apa yang saya tuliskan di blog ini. Seperti halnya kilas balik di bulan Januari, ternyata saya masih cukup rajin membaca di bulan Februari. Review Drama malah cuma sedikit dan beberapa catatan kegelisahan awal di masa pandemi.

Lanjutkan membaca “Kilas Balik Februari 2020”

Kilas Balik Januari 2020

Berhubung hari ini saya lagi agak kekurangan ide menulis. Maka, saya memakai jurus membaca kembali tulisan lama untuk mencari ide menulis. Hasilnya? Tentu saja dapat ide berlimpah, hahaha. Beberapa hari ke depan, saya berencana untuk menuliskan kilas balik dari setiap bulan di tahun 2020 ini, melalui tulisan-tulisan yang ada di blog ini.

Lanjutkan membaca “Kilas Balik Januari 2020”

Belajar Ngeblog lagi untuk DrakorClass.Com

Belajar ngeblog itu bukan cuma belajar menulis saja. Memang, inti dari sebuah blog tentu saja kontennya. Tapi, dalam menampilkan kontennya ada banyak hal yang perlu dipelajari kalau mau membuat blognya ramai dikunjungi.

Bukan, tulisan ini isinya bukan instruksi lengkap bagaimana cara belajar ngeblog, tapi cuma sekedar ringkasan dari hal-hal yang belakangan ini saya rasa perlu saya pelajari lagi dalam rangka membuat blog bareng dengan teman-teman di grup drakor dan literasi.

kontributor drakorclass.com
dari WAG drakor dan literasi jadi ngeblog bareng di drakorclass.com
Lanjutkan membaca “Belajar Ngeblog lagi untuk DrakorClass.Com”

Zoom Drakor dan Literasi (4)

Tantangan topik menulis seputar kokoriyaan berakhir akhir September lalu, maka dengan ini, grup drakor dan literasi melakukan gunting pita penutupan kegiatan tantangan menulis dengan zoom lagi. Hahaha, nggak kok, tidak ada gunting pita, dan tantangan tidak perlu ditutup. Kami menyiapkan proyek baru lagi, tentunya.

Berhubung tanggal 30 September 2020 itu jatuh di hari Rabu, kegiatan zoom yang biasa dilakukan di akhir bulan kami majukan ke awal bulan Oktober. Hari Minggu kemarin, sebagian dari kami menyempatkan diri bertemu kangen lewat zoom.

Lanjutkan membaca “Zoom Drakor dan Literasi (4)”

Drama Korea dan Literasi

Di grup menulis yang saya ikuti, saya menemukan ada beberapa yang hobi menonton drama Korea seperti saya. Penonton drama korea di grup KLIP ini kalau sudah mulai ngobrol, sulit dihentikan. Akhirnya, daripada membuat WAG KLIP yang isinya sudah ramai menjadi terlalu ramai dengan obrolan yang hanya dimengerti oleh pemirsa drakor, akhirnya terciptalah WAG khusus penggemar drakor dan literasi.

Buat yang hobi nonton drama Korea (drakor), ngobrolin drama Korea memang tidak ada habisnya. Mulai ngomongin plot cerita, penghayatan aktor dan artisnya, tokoh-tokoh yang disuka atau nyebelin, iklan terselubung yang berhasil bikin pemirsa tergoda membeli, sampai kadang-kadang akhir cerita yang menyebalkan dan tidak sesuai harapan. Masih mending ya ngomongin drama Korea bukan ngomongin orang lain.

Lanjutkan membaca “Drama Korea dan Literasi”

Saya Kenal Lebih Dekat dengan Kartini Hari Ini

Hari ini, tanggal 21 April 2020, merupakan hari ulang tahun Ibu mertua saya yang ke -64. Tapi mertua saya namanya bukan Kartini. Hari ini juga merupakan ulang tahun Kartini yang dirayakan setiap tahunnya sebagai hari libur Nasional. Sejak jaman Presiden Soeharto, tiap perayaan ulang tahun Kartini, semua wanita jadi repot pakai kain kebaya, kain panjang, sandal tinggi dan tentunya biar lebih cantik pakai sanggul juga dong.

Lalu belakangan, anak sekolah juga mulai direpotkan untuk pakai pakaian daerah. Hampir setiap tahun ya begitu, walau akhir-akhir ini mulai dimodifikasi tidak lagi berpakaian daerah tapi anak-anak diminta memakai kostum profesi yang dicita-citakan nanti kalau sudah besar.

Saya beruntung, gak pernah kebagian kerepotan memakai kebaya di hari Kartini. Saya ingat waktu masih kecil, saya malah pakai pakaian polisi wanita. Mama saya harus memesan baju itu secara khusus, karena adanya baju polisi untuk anak laki-laki saja. Ngapain repot-repot pakai pakaian polisi? Ceritanya taman kanak-kanak tempat saya bersekolah mengisi acara di TVRI.

Saya masih ingat, saya di minta untuk berdeklamasi. Kata-kata yang saya ingat tinggal beberapa baris ini:

“Wahai wanita Indonesia,

Bangkitlah!

Maju!

Kobarkan semangat Ibu kita Kartini.”

unknown

Tapi sesungguhnya, walaupun penggalan itu terngiang selalu, saya tidak pernah cari tau, sebenarnya semangat apa yang mau dikobarkan dari Ibu Kartini? Entahlah, walaupun nama RA Kartini ada di dalam pelajaran sejarah, walaupun saya tau dia pahlawan nasional dan bahkan punya lagu khusus untuknya, saya tidak pernah cari tahu apa sih yang perlu ditiru dari Kartini? Mungkin pernah diajarkan di kelas, tapi saya tidak ingat sama sekali.

Saya sering baca Kartini berjasa besar buat wanita – tapi saya jadi bertanya lagi apa jasanya Kartini. Katanya sih sesuatu tentang pendidikan wanita, lalu saya terpikir: apa bedanya dengan Dewi Sartika? Kenapa ada hari Kartini tapi tidak ada hari Dewi Sartika?

Setelah ngobrol dengan beberapa teman di sana – sini, dan membaca berbagai artikel yang dituliskan tentang Kartini hari ini, akhirnya saya mendapatkan gambaran lebih utuh setelah membaca WIKIPEDIA! Iya, saya tahu tulisan itu bukan baru kemarin ditambahkan, tapi saya baru baca sekarang karena saya baru pengen tahunya hari ini.

Supaya gak tambah panjang tulisan ini, saya langsung tuliskan saja apa yang saya ketahui tentang Kartini hari ini:

Kartini itu wanita cerdas. Dia sekolah sampai umur 12 tahun, dan masih pengen sekolah lagi. Tapi karena situasi di masa itu, wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Dia juga anak yang patuh ke orangtuanya. Tidak sekolah bukan berarti tidak belajar, mungkin bisa dibilang dia menghomeschool dirinya sendiri. Dia sudah mahir berbahasa Belanda, dan dia rajin membaca buku.

Belum umur 20 tahun dia baca buku Max Havelaar karya Multatuli dan berbagai buku dalam bahasa Belanda. Saya cuma pernah dengar judul buku Max Havelaar, buku ini gratis di Kindle, tapi saya sampai sekarang belum tergerak membacanya. Saya jadi terpikir, wow banget ya Kartini ini rajin belajar, rajin membaca, dan dia juga menulis di koran Semarang (pasti dia tidak sempat nonton drakor, soalnya bacaannya banyak hahaha).

Kartini tidak pernah bercita-cita jadi Pahlawan Nasional. Dia hanya iri melihat wanita-wanita di Eropa yang mendapat kesempatan belajar lebih daripada dia di Indonesia. Jadi awalnya mungkin dia sedang curhat ke sahabatnya Rosa Abendanon. Sahabatnya ini yang awalnya sering meminjamkan buku tentang pemikiran kaum feminis di Eropa, dan sepertinya itulah yang mengawali cita-cita Kartini.

Kumpulan surat Kartini yang dipajang di TropenMuseum di Belanda (Sumber: Dearni Irene Purba)

Kartini tidak menuliskan buku, dia hanya menuliskan surat. Temannya yang mempublikasikan surat-suratnya itu di majalah di Belanda. Kumpulan surat-suratnya ternyata mendapatkan perhatian di Belanda, dan itulah yang menjadi inspirasi membuka sekolah Kartini di Indonesia (ada beberapa tempat mulai dari Batavia).

Udah itu saja yang penting buat saya. Bukan masalah dia anak siapa, istri siapa, punya anak berapa. Ya memang keluarganya memegang peranan dan banyaklah memberi kesempatan untuk Kartini maka dia bisa ini dan itu. Tapi pasti dia bisa sekolah lebih lama dari wanita kebanyakan, dia bisa ini dan itu bukan dengan mudah. Dia berusaha meyakinkan orangtuanya, suaminya dan juga akhirnya dari surat-suratnya dia meyakinkan banyak orang di Belanda untuk membuka sekolah untuk wanita di Indonesia.

Hari ini yang perlu digarisbawahi, cetak tebal dan ingat dari semangat Kartini adalah: kalau punya ide dan cita-cita tuliskan dan bagikan, jangan disimpan di kepala saja. Kalau tulisan kita sampai dibaca oleh orang yang tepat, ide kita bisa jadi bukan sekedar ide saja dan diwujudkan.

Saya tetap tidak mengerti kenapa hari Kartini diperingati dengan kebaya atau busana daerah lainnya, tapi saya jadi mengerti apa yang Kartini lakukan dan pengaruhnya terhadap pendidikan wanita di masa itu. Kartini rajin membaca dan menuliskan buah pikirannya. Seharusnya hari Kartini diperingati dengan perlombaan menuliskan ide-ide atau harapan untuk kemajuan bangsa.

Karena tulisan itu bisa dibaca berulang kali, dianalisa, dan menjangkau lebih banyak orang daripada kita bergumam seorang diri.

Selamat hari Kartini. Mari menulis mulai hari ini!