Di awal pandemi, saya baca banyak berita tentang beberapa kota yang menjadi lebih bersih dari polusi. Konon karena banyak orang di rumah saja dan pabrik tidak beroperasi, polusi udara jadi berkurang. Di Chiang Mai permasalahan pandemi sih bukan karena pabrik, tetapi karena pembakaran hutan dan asap yang terperangkap karena posisi Chiang mai yang seperti lembah. Tetapi sepertinya polusi juga berkurang di saat pandemi.
Saya menuliskan tentang polusi dan cuaca di Chiang Mai bulan Februari 2020. Saat itu walau di Wuhan sudah mulai ada berita Covid SARS 19, tetapi WHO belum menetapkan status pandemi dan Thailand sendiri masih belum menutup penerbangan internasional. Tetapi setelahnya, polusi terasa sedikit berkurang – atau mungkin karena di rumah saja jadi tidak terasa.
Hari Minggu kemarin hari Paskah ke-2 setelah pandemi. Minggu depan, masa tahun baru Thailand. yang dikenal dengan Songkran. Songkran ke-2 di masa pandemi yang mungkin tetap tidak ada perayaan siram-siraman seperti dulu lagi.
Secara umum, virus Covid-19 memang cukup terkendali di Thailand. Tapi setelah terjadi outbreak sejak akhir November 2020 lalu kemudian disusul dengan outbreak di Samut Sakhon yang lokasinya dekat dengan Bangkok, virus Covid-19 belum berhasil dihilangkan lagi dari Thailand.
Beberapa hari ini, saya memperhatikan Doi Suthep mulai terlihat tertutup kabut. Langit juga sudah tidak terlihat sebiru biasanya. Chiang Mai yang kabarnya sudah memasuki musim dingin, tapi nyatanya mataharinya masih sangat menyengat dan cukup panas di siang hari. Udara pagi hari dan malam hari sudah mulai terasa sejuk. Tapi, di siang hari, walaupun udaranya tidak sepanas di musim panas yang mencapai 40 derajat, tapi uv index mataharinya lumayan terasa menyengat dan bikin sakit kepala.
Setiap kali membaca berita tentang berkurangnya polusi di suatu wilayah sebagai hasil dari kebijakan untuk di rumah saja, saya merasa cemburu dengan wilayah tersebut. Apalagi katanya polusi global juga berkurang sebagai dampak dari pandemi. Kenapa polusi di kota Chiang mai tak kunjung berkurang?
Polusi di Chiang Mai yang dimulai sejak akhir 2019, tidak berkurang sedikitpun dan malah makin menjadi-jadi di bulan Maret dan April 2020. Membaca berita ciri-ciri penyakit yang disebabkan covid-19 yang tak jauh berbeda dengan penyakit yang disebabkan polusi, membuat saya merasa pakai masker itu tidak bisa ditawar lagi dan lebih baik di rumah saja.
Mungkin sekarang ini Covid-19 dianggap pandemi yang berbahaya, tapi polusi yang tidak kelihatan juga memakan banyak korban jutaan jiwa setiap tahunnya. Polusi bahkan lebih berbahaya dari covid-19 menurut berita ini. Belum lagi pemberitaan kalau orang yang tinggal di daerah berpolusi lebih mudah terinfeksi covid-19. Aduh rasanya kami yang hidup di sini jadi terjepit diantara polusi dan pandemi covid-19.
Sepanjang tahun 2020 ini, reflek pertama di pagi hari adalah mengecek kadar polusi saat ini. Bahkan kadang-kadang sehari bisa lebih 3 kali melihat indikator polusi udara. Setiap siang atau sore hari, memandang langit keluar berharap melihat langit yang biru. Setiap malam berdoa semoga besok polusi berkurang supaya kami bisa ajak anak-anak main di halaman. Dan hasilnya hampir setiap hari saya kecewa dan akhirnya tetap saja berkurung di rumah saja dengan menyalakan filter udara.
Beberapa hari ini udara di Chiang Mai sangat panas sekali, ya sudah diduga sih, karena prakiraan cuaca beberapa hari lalu juga bilang akan panas bahkan sampai 41 derajat. Tapi selain panas, yang tidak ada dalam prakiraan cuaca adalah polusi udara yang semakin parah. Di beberapa tempat, kadar AQI nya sudah di atas 500, yang artinya sudah sangat membahayakan buat kesehatan.
Tahun 2019, saya ingat ada 1 hari di mana kadar AQI bahkan hampir mencapai 700. Tahun ini saya sudah tidak terlalu kaget dengan AQI di atas 500, tapi yaaa tetap saja berharap polusi ini segera berlalu.
Tinggal di Chiang Mai itu menyenangkan, kecuali di musim polusi. Saat ini, dunia termasuk Thailand sedang ribut-ribut dengan adanya virus Corona dari Wuhan. Keributannya tentunya karena penyebaran penyakit yang sangat mudah seperti influenza dan belum adanya vaksin untuk penyakit ini.
Walaupun sudah banyak pasien yang sembuh, adanya korban jiwa membuat penyakit ini sudah seperti zombie attack.
Banyak penerbangan dibatalkan. Banyak kegiatan berskala internasional mulai terancam batal. Bahkan rencana liburan saya saja sepertinya akan batal.
Sampai kemarin, kami masih merencanakan untuk liburan Songkran di bulan April nanti ke Depok dan Bandung. Tingkat polusi di Chiang Mai yang tak kunjung berkurang sejak awal tahun 2020, membuat kami mempertimbangkan mencari udara lebih segara di tanah air.
Gak khawatir Corona? saya lebih khawatir, gak boleh masuk ke Indonesia, atau harus di karantina karena kami datang dari Thailand, negara yang sudah masuk daftar yang memiliki pasien positif corona sejak akhir Januari 2020.
Lalu kemarin, ada pengumuman, di Indonesia sudah ada 2 pasien positif Corona, dan pasien itu rumahnya di Depok!.
Kalau tahun lalu polusi di Chiang Mai terasa mulai akhir Januari, tahun ini polusi datang lebih awal lagi. Sejak bulan Desember 2019, sudah terasa ada hari-hari di mana terasa berkabut. Bahkan ketika kami berangkat ke Sukhothai tanggal 28 Desember, saya ingat udara di Chiang Mai terasa berbau asap.
Waktu itu saya merasa bersyukur kami memutuskan pergi liburan ke Sukhothai karena di sana udaranya lebih bersih. Untungnya ketika kami di Sukhothai, ada hujan deras yang membersihkan udara di Chiang Mai, sehingga ketika kami kembali ke Chiang Mai, udaranya terasa masih bersih.
Beberapa hari lalu, saya ingat melihat ke arah Doi suthep, pemandangannya sangat cerah. Saya pikir: ah untunglah polusinya tidak jadi datang lebih awal. Tapi ternyata saya salah. Sudah 4 hari ini, polusi kembali lagi. Awalnya polusi terasa hanya di malam hari, sedangkan di pagi hari dan siang udaranya cukup bersih. Tapi sudah 2 hari ini angka polusinya merah seperti hari ini.
Saya jadi harus meralat nih kapan waktu terbaik datang ke Chiang Mai. Suhu udaranya memang sekarang ini masih cukup terasa sejuk di pagi hari, tapi siang harinya sudah terasa menyengat. Mau jalan-jalan di kala polusi begini rasanya sangat tidak disarankan sekali. Iseng-iseng, saya mencoba mengecek bagaimana kualitas udara di Sukhothai dan Bangkok yang letaknya menjauh dari utara Thailand. Hasilnya, ternyata di Bangkok malah tidak lebih baik daripada di Chiang Mai.
Saya menemukan berita yang menyatakan kalau Bangkok malah menjadi ranking 3 dengan kualitas udara terburuk di dunia akibat polusi dari daerah industrinya. Jadi bertanya-tanya, kira-kira kalau polusinya lebih awal, apakah selesainya juga lebih awal? Tahun lalu sih polusinya cukup lama sampai sekitar akhir April dengan titik tertinggi di bulan Maret.
Karena sudah beberapa kali mengalami polusi, kami sudah punya persiapan beberapa filter dan juga alat pengukurnya. Tapi karena sudah dipakai beberapa tahun, waktunya untuk mengganti hepa filternya. Untungnya sekarang, hampir semua jenis hepa filter sudah ada yang jual di toko online yang di Bangkok. Pesanan filter beberapa hari lalu sudah tiba hari ini, dan langsung dipasang. Kami juga sudah membeli beberapa masker yang bisa pm2.5 untuk kebutuhan di luar rumah. Beberapa tahun yang lalu, filter penggantinya harus pesan dari luar Thailand dan menunggu beberapa minggu baru tiba.
bandingkan hepa filter baru dan lama
hasil filter baru, bekerja dengan lebih baik
Tapi biasanya, dengan adanya filter di rumah dan di mobil, kami sangat jarang memakai masker wajah. Kami juga menghindari banyak beraktifitas di luar rumah. Pergi ke mall, walaupun indoor, jadi dikurangi. Mall di sini tidak ada filter udaranya. Beberapa restaurant maupun coffee shop mulai mempersiapkan filter udaranya juga, biasanya tempat-tempat ini akan lebih ramai dikunjungi dibandingkan yang tidak ada filternya.
Biasanya, polusi udara jelek ini tidak selalu memburuk setiap harinya. Ada hari-hari di mana polusinya tiba-tiba berkurang, terutama setelah hujan. Tapi untuk amannya, pilih bulan lain untuk berlibur ke Chiang Mai daripada kecewa. Tapi kalau memang kebetulan harus tinggal di Chiang Mai selama bulan polusi, bisa mempersiapkan diri dan mengikuti tips yang pernah saya tuliskan. Intinya sih: jaga kesehatan, gunakan masker ketika di luar dan nyalakan filter udara di dalam rumah (pastikan pintu dan jendela tertutup rapat).
Kalau udara mulai polusi begini, setiap hari berharap turun hujan supaya udaranya bersih. dan semoga saja polusi tahun ini tidak berkepanjangan seperti tahun lalu.