Memasuki tantangan menulis kokoriyaan topik 29, kami harus menuliskan fan fiction dari drama yang sudah ditonton. Sebenarnya, saya belum pernah membuat fan fiction dan tidak terlalu bisa menuliskan fiksi. Tapi, karena semboyan kami “tidak ada topik yang tidak bisa dituliskan”, dan “selalu ada waktu pertama untuk mencoba”, maka kali ini saya pun akan mencoba meneruskan salah satu drama yang saya tidak suka jalan ceritanya terutama endingnya.
Biasanya, orang akan menuliskan fan fiction dari drama yang dia suka, tapi saya justru nulis yang ini karena merasa drama ini punya potensi untuk disukai dengan pemilihan pemerannya dan juga visual dari drama yang enak dilihat, tapi sayangnya jalan ceritanya banyak yang membingungkan dan endingnya yang sepertinya bahagia tapi sebenarnya tidak ada tujuan.
Sejak beberapa bulan lalu, di grup menulis KLIP ditetapkan kalau tulisan yang bisa disetorkan itu minimal 300 kata. Lalu hari ini saya menemukan beberapa artikel yang menyebutkan, perlunya untuk melatih menulis minimal 1000 kata per hari. Saya jadi menelusuri dan membandingkan tulisan-tulisan saya selama mengikuti kegiatan KLIP untuk menulis setiap hari.
Kategori Tulisan
Katanya perempuan itu sehari bicara puluhan ribu kata, masa sih menulis 1000 kata aja sulit? Tentu saja sulit, berbicara dan menulis itu 2 hal yang berbeda. Lagipula, berbicara dalam sehari itu tentunya mengomentari berbagai hal dan bukan fokus di satu hal. Bagaimana menuliskan komentar tentang topik tertentu sampai 1000 kata? menuliskan 300 kata saja terkadang sulit.
Tulisan di blog ini isinya campur-campur dan tidak ada format tertentu yang saya ikuti. Walaupun sudah menulis hampir setiap hari selama 2 tahun terakhir ini, tapi saya belum menemukan format tulisan yang selalu saya ikuti.
Kalau diperhatikan, tulisan di blog paling sedikit mendapat komentar dibandingkan tulisan di media sosial seperti Facebook atau Instagram. Kalau misalnya link tulisan ini dibagikan di sosmed, akhirnya semua yang komentar itu ya di sosmed bukan di tulisan di blog.
Hari ini, berdasarkan pengalaman saya yang juga jarang komentar di blog yang saya kunjungi, saya mengambil kesimpulan kenapa ini terjadi.
Pertanyaan yang setiap hari saya tanyakan selain pertanyaan mau makan apa hari ini, ya tentang mau menulis apa. Ternyata, walaupun sudah menulis hampir setiap hari sepanjang 2020, mencari ide tulisan itu buat saya masih tidak selalu mudah.
Sudah sering hampir menyerah dan tidak menulis, tapi masih berhasil juga mengalahkan kemalasan dan tetap menulis.
Topik tantangan menulis KLIP minggu ini mengenai Merdeka sebagai Wanita. Grup KLIP memang isinya wanita semua, yang mana sebagai wanita punya multi peran. Ada yang sudah menikah dan menjadi istri, lalu sudah punya anak dan juga berperan sebagai ibu, lalu juga ada yang berprofesi di kantor. Semuanya itu dilakukan tanpa melupakan kalau dirinya sebagai wanita yang tidak punya kekuatan super, tapi mampu melakukan tugas multi peran tersebut.
Pertama kali mendengar kata merdeka sebagai wanita, yang terpikir oleh saya adalah: Siapa yang menjajah wanita? Kenapa tidak merdeka? Lalu saya teringat dengan sebuah lirik dari lagu lama yang diciptakan Ismail Marzuki tahun 1956 dan sudah didaur ulang beberapa kali. Dari hasil pencarian Google, saya bahkan baru tahu kalau judulnya adalah Sabda Alam. Saya tahunya Sabda Alam itu lagunya Chrisye doang, hehehe. Ayo coba disimak lagunya…
Beberapa hari lalu, Joe memperbaharui WordPress (WP) di blog kami ini ke versi 5.4.2, dan sejak itu saya jadi repot karena penunjuk penghitung kata di wordpress selalu menunjukkan kata 1. Saya butuh mengetahui ada berapa jumlah kata dalam posting saya, karena sekarang ini di grup menulis yang saya ikuti mulai ada aturan untuk menulis minimal 300 kata.
Nah, kalau tidak ada penghitung kata secara otomatis, jadinya saya harus menyalin teks yang sudah saya tulis di sini ke aplikasi lain yang memiliki penghitung kata. Terdengar mudah, kan tinggal copy paste saja. Tapi karena selama ini sudah bisa melihat jumlah kata dengan satu klik saja, rasanya repot sekali. Untuk bisa mengetahui jumlah kata, saya harus pilih semua teks, scroll ke bawah, klik salin, pindah aplikasi, tempel dan periksa lagi jumlah katanya.
Hari ini, saya mengikuti kelas self-editing dengan teman-teman dari group KLIP. Belajarnya via aplikasi Zoom. Pengajarnya sepupu saya, Rijo Tobing, yang berhasil saya ajak masuk grup KLIP tahun 2020 ini. Inti dari pelajaran hari ini tentu saja kembali ke tata bahasa dalam bahasa Indonesia alias PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia).
Dari dulu, pelajaran bahasa Indonesia itu sering dianggap enteng. Banyak yang berpikir hanya karena kita bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, kita langsung jadi ahli bahasa Indonesia. Padahal dalam semua bahasa, belajar lisan dan tulisan tidak selalu sama. Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan supaya pembaca tidak jadi salah mengerti ketika membaca tulisan kita.
Walaupun sudah banyak menulis di blog, saya sering tidak sabar untuk memeriksa kembali tata cara penulisan saya. Pembelaan diri saya, “Ah ini kan bukan tugas Bahasa Indonesia.” Padahal, alasan sebenarnya karena saya terlalu malas untuk membiasakan diri untuk belajar PUEBI lagi.
Saya tidak akan menuliskan apa saja hal-hal yang saya pelajari hari ini, karena semuanya ada banyak di buku-buku PUEBI yang tersedia online maupun offline.
Beberapa bulan lalu, di grup KLIP juga pernah ada belajar tentang PUEBI ini dalam sebuah kulwap (kuliah WhatsApp). Waktu itu, memang belum jamannya belajar sambil tatap muka pakai Zoom seperti sekarang. Waktu saya membaca materinya serasa membaca buku saku PUEBI. Saya menyerah sebelum mencoba.
Berbeda dengan kulwap sebelumnya, karena kelas menggunakan Zoom, selain mendengar saya bisa melihat presentasi dan contoh. Saya bisa berinteraksi juga untuk menanyakan langsung kalau ada pertanyaan. Belajar dua arah begini kelebihannya bikin beberapa hal langsung terekam di kepala. Hasilnya, saya jadi ingin belajar PUEBI lagi.
Belajar itu berbeda dari sekedar tahu. Setelah tahu apa saja aturan PUEBI, tentunya saya harus berlatih untuk mengaplikasikan aturan yang ada ketika menulis. Berlatih terus menerus sampai akhirnya menjadi keahlian.
Setelah pelajaran hari ini, saya merasa waktunya bergeser dari zona kemalasan. Setiap hari menulis berarti setiap hari ada kesempatan berlatih memperbaiki tulisan mengikuti PUEBI. Kalau merasa kurang banyak bahan latihan, selalu bisa memperbaiki tulisan yang lalu-lalu.
Belajar itu harus pakai niat. Dulu, rasanya mustahil buat saya bisa menulis setiap hari. Ternyata, tahun 2020 ini saya bisa menulis hampir setiap hari. Jadi, mudah-mudahan niat saya untuk belajar PUEBI lagi ini bisa tetap saya ingat untuk lakukan.
Buat saya, menulis sambil memeriksa aturan tata bahasa itu sering membuat ide tulisan keburu hilang. Yang terpikir saat ini, saya akan tetap menulis saja dulu seperti biasa, lalu membaca ulang sambil memperbaiki tata bahasa.
Mulai hari ini, saya akan mencoba mengingat satu hal dari aturan tata bahasa dan menerapkannya ketika memperbaiki tulisan. Kemudian akan menambahkan satu aturan baru setiap harinya, atau setiap beberapa hari. Mudah-mudahan, di akhir tahun 2020 ini, saya bisa mengingat dan menggunakan semuanya.
Belajar PUEBI lagi ini baik buat saya. Selain supaya tulisan-tulisan berikutnya semakin enak untuk dibaca, juga untuk persiapan mengajarkan ke anak-anak. Setidaknya ketika diperlukan mengajarkannya ke anak-anak, saya tidak perlu gagap lagi sambil berkali-kali buka contekan. Untungnya, sekarang ini anak-anak masih belum fasih membaca bahasa Indonesia. Jadi, saya punya waktu untuk belajar duluan.