Grab atau Go-Jek?

Liburan kali ini, kami banyak memanfaatkan jasa Grab dan Go-Jek untuk bepergian. Awalnya karena di Chiang Mai cuma ada Grab, kami lebih sering prefer naik Grab, tapi ternyata dari pengalaman ke puncak dan ke Bogor hari ini, entah kenapa supir Go Car lebih mau untuk menerima pesanan perjalanan ke tempat yang jauh.

Beberapa hari lalu, saya sudah mencoba memesan makanan dengan Grab Food dan ada sedikit masalah, mulai dari restoran yang tidak ditemukan, lalu restoran yang menu tidak update sehingga harus ubah pesanan dan juga restoran yang udah dijelaskam lewat telepon tapi masih salah memberikan pesanan. Hari ini, kami mencoba memesan makanan dengan Go Food. Pesanan kali ini sih mencari sate padang, dan ternyata walau biaya antarnya lebih mahal (10 ribu rupiah), tapi semua berjalan mulus dan gak sampai 30 menit pesanan sudah datang.

Acara dari GO-JEK di perpustakaan nasional di hari ibu untuk para driver Ibu-Ibu

Kalau dilihat dari segi harga pemesanan, seringnya Grab Car selalu lebih murah dibandingkan Go Car. Tapi pengalaman dengan Grab Car beberapa kali di cancel setelah drivernya menerima pesanan. Bahkan sekali pernah juga drivernya ga merespon setelah kami menunggu lebih dari 10 menit padahal di aplikasi dinyatakan driver sudah dijalan dan akan tiba dalam waktu 6 menit. Mungkin aplikasi di HP nya ngehang atau entahlah apa alasannya karena kalau dilihat dari pergerakan mobilnya di aplikasi tidak terlihat tetap jalan. 

Selama beberapa kali bepergian, mungkin karena Go Car lebih mahal maka banyak juga pengguna seperti kami yang awalnya selalu mencoba memakai Grab dulu sebelum akhirnya memilih Go Car karena gak kunjung dapat orang yang mau nganterin ataupun ya udah dicancel berkali-kali jadi merasa lebih baik bayar lebih daripada nunggu lama lagi. Dari beberapa kali memesan Go Car, kami belum pernah di cancel setelah supirnya menerima pesanan kami. 

Terlepas dari Grab Car atau Go Car, sejauh ini pengalaman kami selalu ketemu dengan pengemudi yang ramah dan sopan. Mereka juga menyetirnya cukup baik dan gak membahayakan penumpang. Beberapa kali pernah juga dapat mobil yang agak berbau rokok, mungkin supirnya merokok sambil menunggu orderan, tapi ya setelah beberapa lama baunya bisa hilang. Mobil yang membawa kami ga selalu mobil baru, kadang-kadang mobilnya ya sudah terlihat tua juga, tapi selalu cukup bersih. Bahkan lebih bersih dari mobil kami di Chiang Mai hahahah.

Senyaman-nyamannya disupirin naik Grab atau Go Car ada satu kelemahannya: deg-degan pas nunggu takut di cancel dan kadang di aplikasi dibilang driver akan tiba 8 menit lagi, tapi kenyataanya bisa lebih dari 8 menit. Tapi karena sejauh ini kami pergi itu bukan ke tempat yang sttict harus tiba jam tertentu, ya kami bisa agak santai walaupun pas menunggunya jadi repot dikit karena anak-anak kalau udah disuruh pakai sepatu malah jadi gelisah kalau jemputannya ga kunjung datang.

Secara  biaya, walaupun Grab dan GoJek relatif lebih murah daripada taksi argo yang bisa melonjak harganya kalau macet, ya tetap saja akan lebih ekonomis kalau punya mobil sendiri dan memiliki supir pribadi. Sekarang ini gak nyetir di Jakarta alasannya ada dua: pertama ga punya sim Indonesia, mungkin saja SIM Thailand laku, tapi kami ga mau ambil resiko kalau ga terpaksa. Alasan kedua: gak ada mobil yang bisa kami pakai juga hehehe (harusnya ini yang pertama ya, klo ga ada mobil punya sim juga ga ada gunanya).

Ada yang punya cerita mengenai pengalaman naik Grab atau Go Car? atau ada yang selalu hanya memilih Grab atau memilih GoJek dan alasannya?

Istana Anak-Anak TMII

Foto di depan Istana Anak-anak

TMII singkatan dari Taman Mini Indonesia Indah. Dulu taunya ya tempat melihat versi kecil dari Indonesia. Untuk masuk ke area TMII dikenakan biaya 25000/orang. Di dalam TMII ada berbagai tempat yang cukup menarik untuk dikunjungi. Rasanya sehari tidak cukup untuk mengunjungi semua tempat di dalam TMII.

Peta Taman Mini Indonesia Indah

Hari ini kami menghabiskan waktu hampir 5 jam cuma di bagian Istana Anak-Anak yang ada di TMII. Secara keseluruhan tempat ini cukup menyenangkan buat anak-anak bermain. Tiket masuk tidak mahal (10000 rupiah per orang) dan ada berbagai permainan ekstra dengan tambahan bayaran antara 5000 – 15000 rupiah. Kalaupun memilih untuk tidak menaiki wahana apapun, ada banyak area playground gratis dan panggung pertunjukan yang tidak bayar lagi.

Di dalam area Istana anak-anak ada beberapa toko yang berjualan makanan, cemilan, minuman dan es krim dengan harga di bawah harga mall. Sebelum pintu masuk juga ada beberapa jualan makanan dan minuman. Saya perhatikan, beberapa miniatur rumah daerah juga disulap menjadi tempat makan.

Beberapa penjual makanan sebelum pintu masuk Istana Anak-Anak.

Sebelum masuk ke dalam, saya pikir, kenapa ya gak dijual tiket terusan TMII, jadi kita bisa main apa saja sepuasnya tanpa harus mikirin bayar ini itu lagi. Tapi setelah kami menghabiskan 5 jam untuk 1 tempat, saya mengerti kalau dengan cara sekarang ini kita tidak harus bayar mahal, anak-anak bisa bermain sepuasnya. Kami hanya perlu membayar beberapa mainan saja di dalam Istana Anak-anak, karena walaupun ada beberapa wahana mini seperti di dunia fantasi dengan harga murah, anak-anak tidak tertarik menaikinya. Kalau anak tidak tertarik, tentu saja kita gak menawarkan hahaha.

Dari pengalaman hari ini, kami masih pengen ke TMII lagi tapi mungkin buat liburan berikutnya. Sedikit hal yang agak mengganggu saya ketika di Istana Anak-Anak ya, masalah asap rokok dan sampah. Saya tahu kalau ini masih masalah umum di Indonesia, tapi saya agak sedih melihat tempat bermain anak-anak di mana orangtuanya membuat anak-anak menjadi perokok pasif.

pengunjung ramai sekali

Untuk masalah sampah, kalau dulu mungkin masalahnya kurangnya tempat sampah. Hari ini saya perhatikan kalau tempat sampah sudah cukup banyak, tapi sepertinya mungkin masalah kebiasaan orang yang terlalu banyak datang ini bukan tipe orang yang biasa membuang sampah pada tempatnya kali ya. Kadang saya herannya ada tempat sampah sangat dekat, tapi ada saja yang meninggalkan sampahnya di dekat tempat sampah itu. Padahal tinggal 1 langkah lagi mungkin dia bisa memasukkan sampahnya ke dalam tempatnya.

Dipikir-pikir, daripada bermain ke playground mall, main ke tempat ini lebih puas bermain dan gak merobek kantong hehehe. Tadi udaranya juga cukup baik, matahari bersinar tapi ada angin yang berhembus memberikan rasa adem. Ramalan cuaca akan hujan, tapi ternyata gerimisnya datang setelah kami sudah di jalan pulang. Harapannya semoga tempat ini harganya kalaupun naik ga banyak naiknya, tapi ya perawatannya juga semakin baik dan siapa tahu dikemudian hari ada larangan merokok di kawasan bermain Istana Anak-anak ini.

Jalan-Jalan ke Puncak

Hari ini ga bisa cerita banyak, soalnya ceritanya masih akan bersambung besok. Cuma mau nulis beberapa hal biar ga lupa saja. Jadi hari ini kami ngikut acara Joe dengan teman-temannya ke puncak, acaranya sejenis team building gitu. Nah, karena puncak itu lebih deket dari Depok daripada harus ngumpul jam 6 pagi di pusat kota Jakarta, kami putuskan buat berangkat sendiri.

Rencana awal sih mau berangkat pagi-pagilah, jam 7 atau jam 8 maksimum. Tapi namanya mode liburan, susah banget emang mau siap-siap lebih awal. Akhirnya tadi baru jam 9-an ready buat pesen grab car atau go car. Waktu tempuh ke Puncak itu walau deket dari Depok tapi ga semua driver mau nerima. Mesan Grab Car 2 kali, udah diterima eh dicancel sama mereka. Akhirnya mencoba memesan Go Car, dan akhirnya ada 1 yang mau nerima dan ternyata rumahnya masih sekitaran komplek rumah Eyang. Kayaknya tadinya dia udah mau pulang ke rumah setelah bermacet ria ke pusat kota dan ke Margo City. Tapi ya sepertinya emang rejeki kami (dan rejeki dia), akhirnya ada juga yang mau nganterin kami ke puncak.

Pemandangan begini menyejukkan hati banget ya

Karena kami belum pernah ke tempat tujuan di puncaknya, ya kami bermodal ngikutin Google Map. Ternyata oh ternyata, waktu udah deket ke tujuan, si Google ngasih rute jalan yang seolah lebih dekat tapi malah ga bisa lewat mobil. Waktu masuk ke dalamnya udah merasa aneh, kok jalannya kecil banget, gak mungkin bis bisa masuk ke jalanan ini (rombongan yang lain berangkat naik bis). Dan bener aja, jalannya mentok gak bisa terus lagi. Space buat muter mobil sangat kecil, dan untuk mundur jauh sangat mustahil, karena jalannya selain kecil, pinggirannya itu kali dan ga ada pagarnya juga. Untung mas drivernya jagoan, dan berhasil muter mobil walau maju mundur beberapa kali. Kalau saya yang nyetir, rasanya udah pasti bakal nangis doang di situ nunggu ada yang nolongin buat muterin hehhee.

Setelah berhasil keluar dari jalan itu, baru deh Google Map nunjukkin jalan lain yang lebih masuk akal. Yang saya heran, driver, saya dan Joe sama-sama nyalain Google Map dari titik awal, dan semua menunjukkan jalan yang salah itu. Waktu ngobrol dengan teman yang berangkat lebih dahulu, dia juga ternyata disasarin sama Google Map juga, tapi untungnya sebelum terlalu jauh dan melhat jalanan kecil dia nanya ke penginapan yang dia lewatin di sana. Jadi dia ga sampai harus puter balik seperti kami. 

Jam 11 an, kami sampai di tujuan dan pengalaman disasarin sama Google itu bisa dilupakan. Untungnya tempat tujuannya memang indah, jadi bisa menikmati liburan di Puncak. Udara di siang hari masih agak panas, tapi di malam hari suhunya turun sampai 20 derajat. Jadi teringat dengan musim dingin di Chiang Mai deh.

Besok cerita lebih banyak lagi, karena mata udah ketarik dan tadi nyari tertidur dan hampir menyerah untuk ga menulis hari ini. Tapi demi target sehari satu setoran, jadilah bangun lagi. Ngomong-ngomong ada yang pernah dibikin nyasar oleh Google Map juga?

Cerita Liburan Hari ke -3: Macet Itu Biasa

Hari ke-3 di Depok, kami memutuskan mengunjungi kakak saya di daerah pondok gede/lubang buaya. Pesan grab car, setelah menunggu beberapa saat mobil jemputan datang. Lumayan memang sejak ada fasilitas mobil yang bisa dipesan lewat aplikasi, kalaupun ga ada yang antar kami bisa tetap kesana kemari kalau lagi mudik.

Karena kami ga tau jalan, kami mengandalkan Google maps. Awalnya menurut perkiraan Google Maps bisa tiba dalam waktu 1 jam, kenyataannya baru mau keluar komplek ada penebangan pohon sehingga jalan dialihkan muter. Buat jalanan muternya karena lebih kecil dari jalan utama dan mobil dari 2 arah dialihkan ke komplek yg sama, akhirnya ya makan waktu juga.

Mendekati daerah lubang buaya, ada banyak yang jualan buah bukan hanya di trotoar, tapi ya memakai sebagian jalur lalulintas. Jelas aja dong jalanan jadi macet. Saya bayangkan karena tempat itu bukan pasar, siapa yang mau membeli buah ya minggir di jalan yg harusnya ada flownya, tentunya sumbangsihnya bikin tambah macet lagi.

Pulang ke arah Depok, lagi-lagi Google bilang cuma 1 jam, tapi prakteknya ya malah hampir 2 jam. Alasannya? penutupan jalan karena ada jalan diperbaiki dan rute untuk mutar itu sama dari ke-2 arah, padahal jalan yg dialihkan itu sangat kecil *sigh*.

Saya ga ingin liburan mengeluh macet mulu sehingga ga bisa kemana-mana, tapi saya kagum dan salut dengan semua orang yang bertahan tinggal di Jakarta dan sekitarnya dengan kemungkinan menghadapi macet setiap waktu. Mungkin saya terlalu dimanjakan Bandung tempo dulu dan Chiang Mai, sehingga saya jadi ga biasa hidup berjuang lawan macet. Untungnya Joe juga bukan model orang yang hobi berlama-lama dalam kemacetan, jadi saya rasa Jakarta dan sekitarnya sudah jelas dalam blacklist kalau harus pulang dan menetap di Indonesia.

Main piano dan nyanyi bareng abang Marvel

Anyway, misi kunjungan cukup menyenangkan. Jonathan bisa cukup akur dengan abangnya (anak kakak saya). Jonathan juga bisa dengan cepat ngobrol dengan teman-teman abangnya yang umurnya lebih tua dari dia. Joshua juga ga rewel dan cukup enjoy bernyanyi diiringi piano. Joshua juga mulai tidak terlalu takut dengan orang yang dia baru ketemu. Karena rumah kakak saya di samping gereja, Joshua senang sekali waktu melihat ada pohon natal besar di dalam gereja. Dia mengamati dengan seksama dan sangat tertarik melihat hiasan pohon natal di gereja.

Main bareng Cathy

Pulang dari rumah kakak saya, kami mampir ke rumah adik sepupu Jonathan yang umurnya hampir sama dan dari kemarin datang ke rumah eyang buat nemenin Jonathan dan Joshua main. Setelah puas main-main dan tentunya makan, kami pulang ke rumah eyang. Mudah-mudahan besok-besok kalau keluar rumah lagi ga ketemu macet seperti hari ini, atau mudah-mudahan kami terbiasa dengan macet jadi bisa tetap bersyukur ga nyetir di tengah kemacetan hehehe.

Cara bertanya di dunia maya

Ini saya tuliskan karena sering sekali mendapatkan pertanyaan baik langsung maupun di group yang menurut saya tidak jelas dan kemudian membuang waktu semua orang. Jika seseorang bertanya dengan cara yang baik maka kemungkinan dijawabnya akan lebih besar dan lebih cepat.

Cari dulu di Google

Ada satu hal penting sebelum bertanya: cobalah dulu mencari dengan Google. Sekarang ini Google bisa ditanya dengan bahasa natural: “apa ibukota Indonesia?” dan akan dijawab “Jakarta”. Berbagai pesan error juga bisa dicopy paste ke Google untuk mencari jawabannya. 

Lanjutkan membaca “Cara bertanya di dunia maya”

Review Homeschooling Grade 3 Term 1

Mulai besok, saya memutuskan untuk meliburkan kegiatan homeschooling Jonathan. Pelajaran kelas 3 yang sudah dimulai sejak bulan Juli dengan jadwal mengerjakan workbook 4 hari seminggu berhasil menyelesaikan lebih dari target materi yang direncanakan semula. Rencananya term ke-2 akan dimulai setelah kembali dari Indonesia. Liburan panjang dulu kayak sekolah-sekolah juga kan ada liburan panjang hehehe.

Kegiatan homeschool grade 3 ini lebih banyak dikerjakan Jonathan secara mandiri. Kegiatannya masih seperti sebelumnya dimulai jam 9 pagi dan selesai sebelum jam 12 siang. Hari tertentu bisa selesai jam 1.30 karena paginya ada kegiatan les piano 1 jam di luar rumah. Dibandingkan tahun sebelumnya, sekarang ini jadwalnya sudah semakin jelas dan saya juga berusaha mencetak jadwal mingguan untuk Jonathan. Kami masih cukup fleksibel, tapi biasanya saya upayakan kalau tidak terpaksa kami tetap kerjakan semuanya dipagi hari.

Lanjutkan membaca “Review Homeschooling Grade 3 Term 1”

Menulis Review

Hari ini merupakan hari pertama dari tantangan #SehariSatuTulisan dari ODOPfor99days. Setelah tantangan November selesai, sebenarnya ada keinginan untuk menarik napas sejenak dan melanjutkan tantangan lagi setelah tahun baru, tapi mungkin karena sudah terbiasa menulis tiap hari, rasanya sayang kalau berhenti menulis setiap harinya. Awal gabung di komunitas ODOP ini saya agak minder, karena banyak pesertanya yang sudah menerbitkan buku, tulisannya dalam menyampaikan ide juga super tertata dengan rapi dan enak dibaca. Beberapa juga sudah sering menuliskan novel/cerita pendek. Sedangkan saya, sampai sekarang masih penulis mood-moodan, alias hanya bisa menulis panjang lebar kalau topik yang dituliskan itu sedang sesuai dengan mood saya. Untuk melatih diri sendiri, saya menambahkan tantangan ke diri sendiri, saya mau menuliskan berdasarkan topik tertentu, bukan berdasarkan mood saja.

Sempat kepikiran menulis di buku saja, tapi setelah dicoba menuliskan 3 halaman, rasanya tangan keram dan gak puas karena tulisan jelek. Jadi baiklah mari kita kembali ke platform blog saja. Lagian kalau nulis manual, gak bisa masukkin foto-foto. Tulisan tanpa gambar itu sepeti masakan tanpa garam (walau beberapa tulisan saya akhir-akhir ini ga pake gambar lagi).

Percobaan menulis di buku yang bikin tangan keram
Lanjutkan membaca “Menulis Review”