Physical Distancing Terbawa ke Mimpi

Kemarin, setelah sekian lama, kami sekeluarga pergi berlibur. Kami menginap di sebuah resort dengan dua kamar tidur dan memiliki kolam berenang. Anak-anak senang sekali bermain-main di kolam renang dengan papanya.

Kolam renangnya sebenarnya tidak besar, tapi cukup untuk menyenangkan hati anak-anak bermain air di sore hari yang panas. Hanya ada kami di kolam itu. Setelah capek bermain air, kami kembali ke kamar untuk beristirahat.

Villa itu memiliki dua kamar tidur, ruang TV yang bergabung dengan dapur, dan dua kamar mandi. Kami semua tidur di kamar yang sama di paling depan. Padahal biasanya anak yang besar sudah bisa tidur di kamar sendiri. Kami menutup area ke kamar tidur yang tidak kami tempati karena bulu kuduk rasanya agak berdiri setiap melewati atau melihat kamar yang kosong itu. Perasaan saya agak tidak enak dan merasa seram dengan ruangan yang kami sewa itu.

Di pagi hari, saat baru terbangun saya berkata dalam hati, “bukankah di masa sekarang ini ada peraturan kalau kolam renang harusnya masih ditutup? Kenapa kami kemarin bisa menggunakan kolam renang ya?” Terus, saya jadi memikirkan lagi, kami bahkan tidak memakai masker ketika berenang. “Tapi aneh sekali ah kalau berenang sambil pakai masker,” kata saya dalam hati. Lalu, entah kenapa saya terpikir lagi, “Ah ini sepertinya hanya mimpi, mana mungkin bisa liburan di masa pandemi.” Di saat yang hampir bersamaan kalau itu semua hanya mimpi, saya benar-benar terbangun dari mimpi.

Lanjutkan membaca “Physical Distancing Terbawa ke Mimpi”

Alasan Saya Lebih Suka Buku Digital

Berbicara tentang buku, saya tahu masih lebih banyak yang menyukai buku fisik daripada buku digital. Dari obrolan dengan teman-teman saya, umumnya alasan lebih menyukai buku fisik terutama karena aroma buku dari kertas. Untuk alasan ini, saya masih senang masuk ke toko buku walaupun tidak selalu membeli bukunya.

Alasan lainnya, ada yang senang mencoret-coret langsung di atas buku untuk kata-kata yang berkesan dan ingin diingat. Ada juga yang senang menambahkan catatan di samping buku tentang apa yang didapatkan ketika membaca paragraf tertentu.

Setiap orang memang punya selera yang berbeda. Buat saya buku itu lebih penting isi daripada bentuk. Untuk buku yang berisikan gambar dan diagram yang banyak, tentunya saya lebih menyukai buku dalam bentuk fisik, apalagi kalau bukunya di cetak dalam kertas yang berukuran besar. Semakin besar semakin baik. Tapi untuk buku-buku yang isinya cerita seperti novel, kumpulan cerpen atau self-help, saya lebih suka dalam bentuk digital.

Buku digital bukan hanya pdf saja

Buku digital/e-book bukan berupa buku yang disimpan dalam format pdf saja. Penjelasan tentang perbedaan berbagai format buku digital bisa dilihat di tulisan ini. Kalau sebuah buku yang sama tersedia dalam buku berformat statis/cetak (pdf) dan dinamis (mobi dan epub), tentunya saya akan lebih menyukai bentuk dinamis.

Ada beberapa alasan saya menyukai buku digital dibandingkan buku fisik. Tapi tentunya saya masih membeli buku fisik juga sesekali. Berikut ini alasan saya menyukai buku digital.

Lanjutkan membaca “Alasan Saya Lebih Suka Buku Digital”

Mengenal Buku Digital (2)

Tulisan hari ini sambungan dari tulisan sebelumnya. Kalau kemarin kita sudah mengetahui ada beda format statis dan format dinamis dari e-book, hari ini saya akan menuliskan tentang bagaimana memperoleh e-book format dinamis.

Sekedar mengulang sedikit, e-book dengan format statis biasanya dalam bentuk pdf. Buku yang didistribusikan oleh iPusnas dan Gramedia Digital umumnya berupa berkas pdf. E-book yang berbentuk pdf ini biasanya tidak nyaman di baca di gawai yang kecil, akan lebih nyaman membacanya di komputer atau di tablet 10 inci.

Lanjutkan membaca “Mengenal Buku Digital (2)”

Mengenal Buku Digital

Apa itu Buku Digital

Buku digital atau lebih dikenal dengan sebutan e-book, merupakan buku dalam bentuk digital/berkas dan tidak dicetak di atas kertas seperti buku biasa. Ada berbagai format e-book dan berbagai cara untuk membaca buku digital. Dalam tulisan ini saya akan coba tuliskan perbedaan dari beberapa format e-book.

E-book merupakan singkatan dari electronic book dengan kata lain, buku dalam format elektronik atau disebut juga sebagai buku digital. Sesuai dengan namanya, buku digital ini tidak dicetak di atas kertas.

Kalau kita mendengar kata e-book, apa yang pertama terbayang? Buku gratis? Buku yang tulisannya kecil dan kurang nyaman dibaca di layar HP 5 inci? Buku yang harus dibaca di komputer atau tablet? Atau buku yang bisa dibaca di mana saja tanpa harus merasa berat membawanya karena semua bisa dibawa di telepon genggam kita.

Saya pernah membaca tulisan yang menyebutkan kalau e-book itu sebagai buku digital gratis. Padahal tidak semua e-book itu gratis. E-book merupakan salah satu bentuk lain untuk penulis mendistribusikan buku karyanya sehingga bisa menjangkau lebih banyak orang. Jadi e-book tidak selalu gratis, kita bisa membelinya dari melalui toko buku digital, yang terkenal saat ini adalah Google Play Books dan Amazon Kindle Store.

Sebelum didistribusikan, untuk mencegah pembajakan buku, berkas e-book biasanya diberi tambahan DRM (Digital Rights Management). Saya tidak akan membahas masalah bajak membajak buku di sini, saya asumsikan semua orang sudah punya kesadaran untuk tidak lagi membeli/mencari buku bajakan dan mau membayar buku untuk memberi apa yang menjadi hak penulis.

Kelebihan dan Kekurangan E-book

Karena bentuknya berupa berkas yang bisa diunduh, penulis bisa memangkas biaya produksi cetak di kertas dan ongkos pengiriman sehingga biasanya e-book bisa dijual dengan harga lebih murah. Akan tetapi, karena e-book rentan terhadap pembajakan, banyak penulis yang tidak mau menjual bukunya melalui jalur ini. Untuk jenis buku yang memiliki banyak skema dan gambar yang terkadang membutuhkan dua halaman, bentuk e-book ini tidak terlalu jadi pilihan dan tetap lebih nyaman dibaca di buku biasa.

Untuk orang yang gemar membaca tapi memiliki keterbatasan penyimpanan buku di rumah, membaca buku dalam bentuk digital tentu tidak membuat kegiatan membaca berkurang kenikmatan. Mereka tidak perlu juga memikirkan di mana buku yang terakhir saya beli, karena semua bisa disimpan di gawai yang selalu mereka bawa setiap hari. Buku yang berupa novel, atau buku yang tidak memberikan gambar diagram yang banyak biasanya tidak akan membuat terasa perbedaannya ketika dibaca di atas kertas ataupun di layar.

Sebagian orang masih mengeluhkan ketika membaca e-book di gawai, matanya cepat lelah atau terlalu banyak distraksi dari notifikasi lain yang masuk terutama kalau membacanya di telepon genggam. Untuk orang yang memang sangat suka membaca, ada pilihan untuk membeli gawai khusus untuk membaca e-book, sehingga tidak perlu terganggu dengan notifikasi lain. Dalam satu e-reader, kita bisa mengunduh banyak sekali e-book ke dalamnya.

Beberapa orang masih lebih suka dengan buku fisik, karena ada aroma bukunya. Ada juga teman saya yang bilang, lebih puas mencoret/memberi warna di buku fisik daripada menambahkan catatan atau memberi highlight di e-book.

Perbedaan format e-book

Kita bisa mengelompokkan format e-book menjadi dua jenis yaitu format statis dan format dinamis. Format statis yang saya maksudkan di sini formatnya sudah tidak bisa diubah lagi, sedangkan format dinamis tentunya masih bisa diubah berbagai pengaturan teks untuk kemudahan membacanya.

Format statis

Format yang paling umum dikenal dan bisa dibaca di berbagai gawai adalah format PDF (Portable Document Format). Format ini merupakan format yang dikembangkan oleh Adobe untuk menyimpan dokumen yang siap untuk dicetak. Dalam format PDF ini, semua gambar dan tulisan di dalamnya mulai dari ukuran huruf, aturan spasi dan tata letak teks dan gambar yang ada didalamnya sudah diatur. Ketika dokumen berformat PDF ditampilkan di gawai manapun akan selalu terlihat sama, termasuk ketika kita cetak ke kertas.

Membuat dokumen kita menjadi dokumen berformat .pdf ini sangat mudah. Kita selalu bisa membuat pilihan mencetak ke bentuk pdf. Proteksi dari file pdf ini bisa dilakukan dalam bentuk memberi password sebelum membuka file pdfnya. Kita bisa membuka format pdf ini dengan menginstal aplikasi pdf reader di telepon genggam ataupun komputer kita.

Format dinamis

Format dinamis yang paling banyak dipakai saat ini adalah berkas berakhiran .mobi dan .epub. Kedua format ini memiliki kesamaan buku yang kita baca bisa diubah ukuran dan jenis hurufnya maupun pengaturan spasinya. Bayangkan saja format buku ini sebenarnya berupa hormat HTML (Hypertext Markup Language) yang isinya hanya file teks yang dikecilkan dengan teknik kompresi yang disepakati, lalu nama berkasnya diberikan akhiran .mobi atau .epub.

Format .mobi pertama sekali dikembangkan sejak jaman mobipocket lalu dibeli oleh Amazon dan ditambahkan DRM untuk mendistribusikan buku di Kindle Store. Format .epub merupakan format yang lebih umum dipakai saat ini untuk e-book. Kata epub sendiri diambil dari singkatan electronic publication. Untuk membuka file bertipe .epub kita membutuhkan aplikasi epub reader.

Format dinamis ini lebih nyaman untuk dibaca karena kita selalu bisa mengatur ukuran hurufnya lebih besar. Saya pribadi lebih suka membaca e-book yang formatnya dinamis daripada format statis.

Layanan untuk mendapatkan buku (membeli atau meminjam)

Ada berbagai tempat untuk mendapatkan e-book. Ada yang menampilkan buku dalam format .pdf, ada juga yang menampilkan dalam format .mobi dan .epub. Saat ini untuk buku-buku yang saya sering pinjam dari ipusnas ataupun gramedia digital semua bukunya berupa pdf. Untuk membacanya dengan nyaman, saya membutuhkan tablet 10 inci atau di komputer. Membaca format pdf di telepon genggam yang hanya berukuran 5 inci sangat menyiksa mata.

Pilihan lain adalah membeli buku dari kindle store atau google playbook. Untuk 2 tempat ini, akan saya ceritakan di tulisan terpisah.

Update Chiang Mai dan Langkah Pertama Thailand Menuju Normal Baru

Tulisan ini merupakan kelanjutan tulisan saya sebelumnya mengenai langkah-langkah yang diambil pemerintah Thailand dalam mencegah penyebaran Covid-19. Sekedar catatan untuk dibaca ketika pandemi berlalu.

Chiang Mai Bebas Pasien Covid-19

Setelah hampir sebulan (tepatnya 27 hari) tidak ada penambahan pasien baru, akhirnya Chiang Mai bebas Covid-19. Dari 40 orang yang terinfeksi positif di Chiang Mai, 1 orang meninggal dunia dan sisanya sudah pulang dari rumah sakit dan dinyatakan bebas Covid-19. Saya jadi terpikir lama sekali waktu yang dibutuhkan untuk pasien terinfeksi bisa pulang dari rumah sakit.

Lanjutkan membaca “Update Chiang Mai dan Langkah Pertama Thailand Menuju Normal Baru”

“Malu Ah, Nanti Dibilang Pamer”

Ada yang pernah merasa begitu ketika disarankan untuk memasang hasil karya/pencapaian kita di suatu tempat? Mungkin, sebelum kita berbagi kita perlu bertanya ke diri kita apakah ini perlu untuk dilihat orang lain? Kenapa saya perlu memasang hasil karya saya di sosial media saya?

Ada beberapa orang yang mungkin senang saja pamer dengan alasan berbagi kebahagiaan. Mulai dengan hasil mengerjakan puzzle 1000 pieces sampai bikin es lilin jaman dulu kala. Kalau menurut saya, semua sah-sah saja. Kita boleh saja membagikan apa yang membuat kita bahagia, terutama kalau itu hasil kerja keras kita.

Masih ingat dengan judul buku Austin Kleon, “Show Your Work!”, dengan kata lain kita perlu untuk menunjukkan hasil karya. Kalau ada yang bilang pamer bagaimana? Ya, kita kan tidak bisa mengendalikan apa yang ada dalam pikiran orang, tapi tahu tidak hasil karya yang kita bagikan/ tampilkan/ pamerkan itu banyak gunanya buat kita dan buat orang lain.

Berikut ini beberapa hal manfaat dari membagikan hasil karya yang pernah saya rasakan.

Lanjutkan membaca ““Malu Ah, Nanti Dibilang Pamer””

OSWE

Pertengahan tahun lalu saya sudah mendapatkan sertifikasi Offensive Security Certified Professional (OSCP) dan ceritanya sudah saya tuliskan di sini. Sampai saat ini saya masih tetap bekerja full time sebagai programmer dan pekerjaan security tetap hanya pekerjaan part time bagi saya, jadi sebenarnya saya tidak perlu mengambil sertifikasi lagi.

Tapi karena faktor diskon, saya jadi mengambil Offensive Security Web Expert (OSWE). Di akhir tahun 2019 ada diskon besar untuk sertifikasi OSWE, tadinya harganya 1400 USD (kurs saat ini: 21 juta kalau dirupiahkan), tapi menjadi 999 USD saja. Kebetulan saya juga punya voucher 50 USD dari offsensive security dan vouchernya bisa dipakai di atas diskonnya, jadi biayanya bisa berkurang hingga menjadi 949 USD (saat ini: 14 juta kalau dirupiahkan). Seperti ketika OSCP, Xynexis mendukung saya dalam pembiayaan sertifikasi ini. Biaya OSWE saat ini adalah 1400 USD untuk akses lab 30 hari.

Untuk memperjelas: nama sertifikasinya adalah Offensive Security Web Expert (OSWE) dan nama course yang diperlukan adalah Advanced Web Attacks And Exploitation (AWAE). Dulu pelatihan AWAE ini hanya diberikan offline saja, tapi sejak tahun lalu bisa diambil online. Dulu pelatihan offline AWAE di Blackhat 2018 di Singapore harganya 5000-5500 SGD atau sekitar 53-58 juta rupiah dengan kurs saat ini, yang hanya beda tipis dengan kurs 2018.

Lab

Saya mendaftar tanggal 19 Desember 2019, dan mendapatkan akses lab mulai 12 Januari 2020. Saya sama sekali tidak ingat mengenai sertifikasi ini. Sampai mendapatkan peringatan tanggal 14 Januari bahwa akses akan segera ditutup jika saya tidak mendownload materinya.

Lanjutkan membaca “OSWE”