Linux memiliki fitur untuk melakukan deteksi RAM yang rusak parsial dan menskip bagian RAM tersebut. Dalam keadaan sangat terpaksa, fitur ini bisa dimanfaatkan. Gejala RAM rusak biasanya adalah: crash secara random. Terutama jika ini di OS yang masih “bersih” (baru direinstall).
Secara umum memakai RAM rusak bukan ide yang baik, dan RAM yang rusak sebaiknya diganti karena sangat berisiko merusak data. Tapi dalam kasus tertentu mungkin kita ingin tetap memakai RAM tersebut karena berbagai alasan, misalnya:
Supaya tetap bisa bekerja sambil menunggu RAM baru
RAM tidak bisa diganti karena disolder di motherboard
Komputer dipakai untuk keperluan tidak penting, misalnya sekedar untuk mainan anak-anak. Atau mungkin sekedar menampilkan iklan untuk pengunjung toko (tidak apa-apa jika sesekali crash)
Saya sudah pernah membahas mengenai laptop Pinebook dan Pinebook pro sebelumnya, tapi saya ulangi sedikit: kedua benda ini adalah laptop open source dari Pine64. Mereka ini membuat berbagai hardware terbuka. Misalnya saya pernah membahas mengenai PinePhone, ponsel Linux. Fokus utama mereka adalah menyediakan hardware, dan membiarkan komunitas yang mengurus bagian softwarenya.
PinePhone merupakan smartphone open source, salah satu proyek hardware dari Pine64. Tidak seperti smartphone Android, PinePhone ini dapat menjalankan sistem operasi Linux murni, dengan berbagai pilihan distribusi (distro) seperti di desktop dengan pilihan berbagai shell/desktop environment.
Organisasi Pine64 membuat berbagai hardware open source yang saat ini meliputi: SBC (Single Board Computer), Laptop , Tablet, Smartphone, kamera security, Solder pintar, SmartWatch, dan beberapa hardware lain. Di posting ini saya hanya akan membahas PinePhone, dan kali lain saya akan membahas berbagai hardware lain dari Pine64 yang saya miliki.
Sebelum Anda kecewa membaca sampai akhir, kesimpulan saat ini: smartphone ini belum siap dipakai umum, tapi cocok untuk para hacker (orang yang suka ngoprek) baik hardware maupun software. Pinephone ini bukan satu-satunya smartphone open source yang ada saat ini, tapi ini yang paling murah (versi termurah: 149 USD) dan paling banyak pengembangnya. Proyek hardware open source lain adalah Librem 5 dari Purism tapi harganya beberapa kali lipat dari PinePhone (749 USD) dengan spesifikasi yang tidak beda jauh.
Sejak tinggal di Chiang Mai, kami sudah beberapa kali beli printer. Pernah beli yang laser, deskjet, inkjet, bahkan pernah beli yang agak hi-end pada masa itu bisa fax segala (padahal cuma butuh fitur scannernya). Kami juga sudah mencoba berbagai merk printer seperti Lexmark laser, HP deskjet print scan copy fax, Brother inkjet monochrome, Canon inkjet dengan tank yang dimodif maupun Canon inktank print scan copy.
Karena kami tidak memakai printer setiap hari, masalah yang paling sering terjadi adalah: tintanya kering! Yang paling menyebalkan adalah: setiap kali butuh ngeprint, selalu butuh waktu untuk membujuk printernya biar bekerja. Setelah printernya bekerja, eh kertasnya kadang-kadang miring masuknya dan berbagai masalah cetak lainnya.
Sebagai homeschooler, printer itu termasuk kebutuhan utama. Walaupun kami membeli kurikulum yang sudah berupa buku kerja, kadang kala ada banyak hal lain yang perlu dicetak untuk bacaan tambahan atau latihan soal. Sebagai orang IT, kami juga sering merasa butuh untuk scan dokumen, foto atau berbagai hal lain. Kebutuhan untuk memfotokopi passport juga ada setiap kali ada urusan ke imigrasi untuk perpanjangan ijin tinggal. Jadi kesimpulannya printer itu kebutuhan untuk kami walaupun tidak digunakan tiap hari.
Salah satu alasan saya dulu menyukai OS X adalah: ada terminal di mana kita bisa menjalankan berbagai utility command line yang sudah saya kenal bertahun-tahun. Sementara dulu di Windows kita perlu menginstall Cygwin atau MSys agar bisa memakai shell, dan perintah yang adapun sangat terbatas.
Tapi sejak beberapa tahun lalu Microsoft mendukung Windows Subsystem for Linux (WSL) atau kadang dikenal sebagai: bash on Windows. Begitu diumumkan, saya langsung mendaftar agar bisa langsung mencoba fiturnya. Awalnya saya tidak berharap banyak, tapi ternyata implementasinya memang bagus, dan ini sudah jadi sesuatu yang saya pakai setiap hari.
Teknologi yang dipakai WSL adalah menjalankan langsung syscall Linux di Windows. Jadi kita tidak perlu mengkompilasi ulang program kita di Linux, bisa langsung dicopy dan akan jalan di Windows. Tentunya ini hanya bisa jika semua library/dependency dicopy juga ke Windows. Microsoft hanya mendukung WSL ini di sistem 64 bit. Tidak 100% program Linux bisa jalan (apalagi jika mengakses hardware), tapi lebih dari 90% aplikasi yang saya butuhkan bisa jalan di WSL.
Setiap kali butuh perintah yang biasanya hanya ada di Linux (misalnya find), saya langsung mengetik “bash” untuk masuk ke shell bash di direktori saat ini, lalu menjalankan perintahnya. Microsoft tidak menyediakan XServer, tapi kita bisa memakai VcXsrv untuk menjalankan aplikasi X.
Gabungan berbagai program GUI Windows dan keampuhan command line Linux membuat saya jadi betah memakai Windows. Dulunya saya sempat ingin mendalami PowerShell, tapi baru tahu permukaannya saja sudah merasa bahwa bahasanya agak aneh. Sekarang sejak adanya WSL ini, saya jadi lebih jarang lagi memakai powershell.
Ada banyak masalah di dunia IT setiap hari meskipun software dan hardware sudah terpasang dan tidak diubah sama sekali. Beberapa contohnya: sesuatu menjadi semakin lambat (misalnya karena jumlah data menumpuk terlalu banyak), sesuatu tidak bekerja sama sekali (disk penuh, hardware rusak), mendapat serangan DDOS, ISP tiba-tiba memblok suatu website, dsb.
Jika ada sesuatu yang baru, masalahnya bisa lebih banyak lagi. Sesuatu yang baru ini bisa dari hal rutin misalnya upgrade software (contohnya baru-baru ini: ada masalah SSL di Chrome terbaru jika memakai SSL certificate tertentu) ataupun dari penambahan hardware maupun software karena ada kebutuhan baru.
Saat ini saya punya banyak sekali benda yang bisa saya oprek. Sekarang saya cuma mau cerita salah satu di antaranya: Raspberry Pi (RPI). Raspberry Pi adalah komputer kecil dengan harga relatif murah (35 USD). Saat ini saya punya 6 Raspberry Pi, 3 di antaranya versi 1 (RPI1) dan 3 yang lain versi 2 (RPI2), keduanya model B. Ada juga model A, tapi saya jelaskan nanti.
Harga 35 USD tersebut hanya RPI-nya saja, untuk bisa memakainya kita butuh beberapa hal lain. Hal paling penting yang harus dibeli adalah SD Card (untuk RPI1) dan Micro SD Card (untuk RPI2). Ukuran card minimal 8 GB (sebenarnya kalo mau rajin mencari OS alternatif, 4 GB juga cukup). Kita bisa menginstall OS sendiri, atau juga bisa membeli SD Card yang sudah jadi (sudah terinstall OS di dalamnya).