Game Console: Wii

Saya sebenarnya jarang main game, Joe lebih banyak main game walaupun bukan pemain game hardcore. Dari dulu, dia senang aja main game di berbagai game console. Salah satu game console yang masih dimainkan sampai sekarang itu Wii dari Nintendo. Kami membeli Wii sekitar tahun 2008 karena ada game Wii Sports, di mana kita bisa bermain dan bergerak dan bukan hanya duduk saja seperti main game lainnya. Dulu awalnya suka main game Wii Sports, ceritanya buat pengganti bayar keanggotaan di gym, mending beli Wii saja. Belakangan, setelah ada anak-anak, mulai suka main game Mario Carts, Big Brain Academy, Cooking Mama dan Just Dance.

Dalam kurun waktu 12 tahun, Wii yang kami beli itu tidak terus menerus dimainkan. Ada masa di mana kami lupa kalau kami punya Wii. Tapi game console ini sudah banyak dimainkan ketika mulai bosan dengan mainan yang lain dan atau ketika ada oppung, eyang bahkan Oma nya anak-anak datang berkunjung di Chiang Mai. Pernah juga, kami main bersama teman-teman Indonesia di Chiang Mai, ketika anak-anak masih bayi (yang main ortunya bukan bayinya). Setiap kali main Wii, selalu membawa hiburan untuk yang main maupun untuk yang menonton yang main. Kadang-kadang setelah berhari-hari main, jadi berhenti main karena kehabisan baterai untuk wiimote-nya. Pernah beli baterai yang bisa diisi ulang, tapi suka lupa buat isi ulangnya hehehe.

Game console Wii kami yang pertama pernah di “hack” juga oleh Joe, dan beberapa tahun lalu, akhirnya consolenya rusak karena lama ga dimainkan dan mungkin sudah umurnya saja. Sekarang ini sudah ada generasi berikut dari Wii yaitu Wii U, tapi kami tidak membeli Wii U karena pengalaman membuktikan, kami tidak terlalu sering memainkannya dan permainan di Wii masih terasa cukup seru kalau mau main game. Jadi kami memilih cukup dengan Wii saja.

Sekarang ini, harga Wii sudah sangat murah dibandingkan 12 tahun lalu, bahkan di Chiang Mai, kadang ada yang menjual Wii nya lengkap dengan aksesori wiimote dan koleksi game dengan harga sangat murah. Tapi selama ini, setiap kali mau beli dari orang yang menjual Wii-nya, saya selalu kalah cepat. Akhirnya tahun lalu, Joe memutuskan membeli Wii lagi yang bekas dari ebay.

Beberapa hari ini, anak-anak inget lagi dengan game Wii. Game yang paling banyak dimainkan hari ini adalah game: Just Dance, Mario Party dan Big Brain Academy. Joshua belum bisa mainin game-nya dengan benar, karena dia masih belum bisa menggunakan wiimote untuk memilih menu di layar tv. Joshua suka melihat Jonathan main terutama main Just Dance.

Hari ini, Joshua main sampai keringatan, tapi gak mau berhenti. Saya aja udah cape mainnya, eh dia masih semangat terus bilang jangan berhenti mainnya. Lucu sebenarnya melihat mereka menari-nari niruin gerakan tariannya, apalagi gerakannya tentunya gak selalu benar. Tapi ya, yang penting memang semangat bergeraknya hehehe.

Pada semangat main just dance sampai keringatan

Jadi ingat, sebelum menemukan game Just Dance di Wii, saya dan teman-teman di kost dulu sering main game Dance-Dance Revolution. Awalnya membeli game console PS1 bekas dengan bonus cd game yang banyak termasuk dance-dance revolution. Setelah menemukan dance pad-nya, sering deh dulu main dance-dance revolution. Sayangnya, baik dance pad nya, PS 1 nya dan cd gamenya sudah rusak, padahal dulu sengaja dibawa ke Chiang Mai. Pengen juga mengajak anak-anak main dance-dance revolution dengan menggunakan dance pad, tapi belum menemukan lagi pengganti dance pad dan game consolenya. Di Wii, ada juga mainan seperti dance dengan menggunakan balance boardnya, tapi lebih seru main di dance pad sih.

Ngomong-ngomong, ada yang masih punya Wii gak? Biasanya suka main game apa di Wii? Atau jangan-jangan ada yang masih punya dance pad dan main dance-dance revolution di PS 1 ?

Foresto Sukhothai Guesthouse, Pizza Tao Fuun, Pasar Malam dan Poo Restaurant (part 4)

Hari ini tulisannya tentang hal-hal yang belum diceritakan sebelumnya. Masih seputar jalan-jalan di Sukhothai.

Seperti diceritakan sebelumnya, dari terminal bus kami naik songtew ke hotel. Di Sukhothai saya tidak menemukan taksi meter dan juga tidak ada Grab ataupun taksi online lainnya. Tapi saya perhatikan ada songtew, tuktuk dan ojek.

Sesampainya kami di Sukhothai, hal pertama yang dilakukan adalah membeli tiket untuk kembali ke Chiang Mai. Tiket bus ini tidak bisa dibeli online, dan tidak bisa dibeli dari Chiang Mai. Sempat agak deg-deg an juga, kalau tidak dapat tiket kembali ke Chiang Mai, bisa-bisa kami malam tahun baru di Sukhothai hehehe.

Selama kami menunggu urusan tiket Bus Sukhothai-Chiang Mai beres, ada seorang ibu-ibu yang menghampiri kami dan bertanya kami hendak ke mana. Ternyata ibu-ibu ini menawarkan jasa songtewnya. Setelah mempertimbangkan antara tuktuk atau songtew, akhirnya kami memilih naik songtew dengan biaya 200 baht untuk rombongan kami.

Naik songtew dari terminal bus ke hotel setelah perjalanan 7 jam dari Chiang mai

Setelah kami tiba di tujuan, ibu itu memberikan nomor teleponnya untuk dihubungi seandainya kami membutuhkan jasa songtew keliling kota ataupun ke tujuan tertentu seperti halnya ke old city.

Foresto Sukhothai Guesthouse

Penginapan Foresto Sukhothai ini letaknya di bagian new city Sukhothai. Lokasinya cukup strategis dan dekat dengan minimarket, pasar malam Sabtu dan beberapa restoran yang ramai dikunjungi baik penduduk lokal maupun turis seperti kami.

Tempat ini dikelola oleh keluarga. Orang yang berhadapan dengan tamu bisa berbahasa Inggris dan cepat memberi respon sejak awal pemesanan hotel. Jadi ceritanya, awalnya hotel ini mau kami booking melalui Agoda, tapi untuk tanggal yang kami mau sudah penuh. Teman saya berinisiatif menelpon langsung ke hotelnya dan ternyata kami masih dapat kamar di sana dengan catatan 1 malam di family room (dengan 2 kamar tidur dan 2 kamar mandi), dan 2 malam berikutnya di kamar terpisah, yang masing-masing ada ekstra bed nya untuk anak-anak.

Harganya? untuk 3 malam, masing-masing keluarga mengeluarkan sekitar 4750 Baht. Mengingat kami bepergian di akhir tahun dan biasanya hotel-hotel pada penuh, harga tempat kami menginap ini sangat masuk akal. Harga tersebut sudah termasuk mendapatkan sarapan pagi yang rasanya tidak kalah dengan sarapan di hotel berbintang dan sudah termasuk kopi dan juice.

Foresto Sukhothai Guesthouse di malam hari

Sesuai namanya, konsep dari penginapan ini memberi kesan kita sedang berada di hutan dengan banyaknya pohon di sekitar kamar-kamar. Suasananya di malam hari cukup tenang dan walaupun cukup dekat dengan berbagai tempat keramaian, tapi tidak ada suara-suara keras yang bisa mengganggu tidur kita. Tempat tidurnya juga cukup nyaman dan kamarnya cukup bersih. Fasilitas lain yang diberikan seperti handuk, termos air panas, sampo dan sabun.

Di bagian depan hotel ini ada kolam ikan yang menarik perhatian anak-anak. Di bagian dalamnya ada kolam renang kecil, yang di waktu malam lampunya berganti-ganti warna.

Kami cukup senang dengan pelayanan yang ada selama 3 malam menginap di Foresto Sukhothai. Bahkan di saat kami kesulitan mencari penyewaan mobil untuk ke Si Satchanalai, penginapan membantu kami mencarikan mobil sewa yang supirnya juga tak kalah ramah dengan orang dari penginapan.

Pizza Tao Fuun

Jauh-jauh ke Sukhothai, kok makannya pizza? Eh tapi jangan salah, pizza ini cukup terkenal buat orang lokal. Pizzanya di masak dalam oven yang terbuat dari batu. Namanya sebenarnya Pizza House tapi lebih dikenal dengan nama Pizza Tao Fuun. Tao dalam bahasa Thai itu artinya kira-kira kompor dan Fuun itu artinya tanah, jadi Tao Fuun ini maksudnya ovennya dari tanah/batu bata.

Pizza Tao Fuun

Selain Pizza, ada banyak makanan lain seperti steak dan pasta di sana. Kami yang sudah kelaparan setelah perjalanan 7 jam dari Chiang Mai, langsung memesan beberapa pizza. Harganya cukup masuk akal dan tidak jauh berbeda dengan harga di Chiang Mai.

Wajah-wajah bahagia menantikan pizza dan menyantapnya bisa dilihat di foto ya hehehe.

Pasar Malam di Mueang Sukhothai Park

Setelah kenyang makan pizza, sebenarnya ada keinginan untuk langsung tidur saja ke penginapan. Tapi karena ada pasar malam yang hanya ada di hari Sabtu, kok ya sayang kalau tidak melihatnya. Padahal udah ga ada yang perlu dibeli dan perut sudah kenyang hehehe.

Jadilah kami membakar kalori dari makanan tadi berjalan sepanjang pasar malam yang lokasinya di Taman Kota Sukhothai. Seperti halnya di Chiang Mai, pasar malam ini paling depannya menjual berbagai makanan dan minuman. Setelah agak ke belakang, barulah ada jualan mainan, baju-baju, dan berbagai hal lainnya. Pasar malam di Chiang Mai lebih besar dari pasar malam di Sukhothai, tapi ya tetap menarik juga untuk melihatnya. Pasar malam di Sukhothai ini sekitar jam 8 malam sudah mulai berkemas-kemas untuk pulang, kalau di Chiang Mai, pasar malam bisa sampai jam 10 malam.

Poo Restaurant

Nah kalau restoran ini kami kunjungi di suatu siang sebelum ke Sukhothai Historical Park. Lokasinya cukup dekat dengan penginapan dan kami bisa berjalan kaki ke sana. Jangan heran dengan namanya, nama Poo Restaurant di sini artinya Crab/Kepiting, karena bahasa Thai dari Kepiting itu kira-kira dibacanya puu atau dalam bahasa Inggris dituliskan Poo. Restoran ini termasuk dalam daftar restoran yang disarankan oleh Trip Advisor.

Awalnya saya pikir, mereka punya spesialisasi makanan dengan kepiting, tapi ternyata hanya ada somtam kepiting dan tentu saja karena penasaran teman saya memesannya. Tapi karena kepitingnya mentah, saya tidak mencobanya.

Seperti halnya restoran Thai, menu makanannya ya makanan Thai. Rasanya cukup oke dan porsinya juga cukup besar sesuai dengan harganya. Tapi waktu kami pesan telur dadar, ternyata telur dadarnya dibikin seperti telur gulung dan berbeda dengan telur dadar ala Thai.

Di restoran ini makanannya juga selalu dihias dengan bunga anggrek, tentunya anggreknya tidak kami makan. Harusnya mereka ganti nama jadi Orchid Restaurant ya hehehehe.

Food Panda

Walau tidak ada di judul tulisan ini, rasanya saya perlu menuliskan ini juga. Di Sukhothai, belum ada layanan grab food. Ada satu malam di mana kami sudah malas untuk keluar lagi membeli makanan, penginapan kami restorannya tutup di sore hari. Untungnya ada layanan Food Panda dan kami memesan dari food panda ke penginapan. Untuk menyantapnya, kami bisa meminjam piring dan sendok dan duduk di restoran penginapan. Orang penginapannya baik banget emang.

Cerita jalan-jalan akhir tahun di Sukhothai sepertinya sudah saya tuliskan semua. Rasanya masih ingin ke sana lagi kalau ada kesempatan. Orang-orang di Sukhothai cukup ramah dan siap membantu. Highlight dari perjalanan kami tentunya bersepeda bersama di historical park. Senang rasanya bisa jalan-jalan sambil olahraga santai.

Buat yang tertarik liburan ke Thailand, dan sudah bosan ke Bangkok, Sukhothai bisa jadi pilihan untuk liburan selain Chiang Mai.

Liburan Akhir Tahun 2019: Si Satchanalai, Sukothai Airport dan Sukothai Noodle (Part 3)

Sebagian cerita di Si Satchanalai Historical Park bisa dibaca di posting sebelumnya.

Hari ke-3 di Sukothai, kami menyewa Mini Van untuk berjalan-jalan ke Si Satchanalai dan eksplorasi Sukothai sedikit. Biaya sewa Van dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore (walaupun akhirnya kami pulang sekitar jam 5) termasuk supir dan bahan bakar 2500 baht. Sebenarnya kalau kami berangkat 10 orang juga masih muat tuh minivan nya hehehe.

Kami berangkat jam 9 lewat sedikit dan mampir ke mini market dulu. Perjalanan sekitar 1 jam dan kami sampai di Si Satchanalai sekitar jam 10-an. Awalnya kami berpikir untuk naik shuttle saja, karena rasanya badan masih pegel hasil bersepeda hari sebelumnnya. Maklum saja, biasanya gak pernah olahraga, tau-tau sepedaan beberapa jam, pasti dong efeknya lumayan. Informasi dari supir bilang, di dalam tidak ada shuttle, jadi pilihannya ya jalan kaki atau naik sepeda. Haduh dilema sekali ya. Tentu saja kami milih naik sepeda daripada jalan kaki.

Berangkat naik van

Si Satchanalai Historical Park

Area Si Satchanalai Historical Park ini luas juga seperti Sukhothai Historical Park. Reruntuhan kuil yang ingin dikunjungi juga tersebar dan bukan terletak dekat dengan tembok kotanya. Berdasarkan pengalaman hari sebelumnnya, di dalam tembok kota agak sulit mencari toilet, jadi ketika sampai dan melihat ada jejeran toilet yang cukup bersih, kami memutuskan untuk ke toilet dulu sebelum sewa sepeda.

Toilet pit stop sebelum masuk ke park

Kalau hari sebelumnya ada beberapa toko yang menyewakan sepeda, di tempat ini hanya ada 1 toko besar dan punya koleksi sepeda cukup banyak. Sekilas rasanya pengunjung tempat ini lebih sedikit dibandingkan Sukhothai Historical Park. Jalanan di dalamnya untuk bersepeda juga agak lebih kecil tapi ya cukup bagus juga. Areanya lebih banyak pepohonan, tapi terasa gersang karena daun-daunnya kering dan berguguran. Kalau kata teman kami yang pernah datang di musim hujan, suasananya lebih terasa hijau di musim hujan karena tentunya daun-daunnya terlihat hijau dan segar.

Sewa sepeda seperti hari sebelumnya

Ini temple yang pertama kami kunjungi. Jadi waktu masuk ke area dalam, kami harus memilih ke kanan atau ke kiri dengan petunjuk arah 1300+ dan ke kanan 800+. Entah kenapa mikirnya itu tahun temple dibangun, padahal setelah kami jalani baru ngerti kalau itu maksudnya jaraknya sebelum sampai ke temple tujuan. Jadi kami pilih ke kiri karena ingin melihat temple yang lebih modern. Dan ketika kami menyadari kesalahan kami dalam mengerti apa maksud angka tersebut, kami cuma bisa menertawakan diri sendiri. Inilah akibat jalan-jalan tanpa membaca terlebih dahulu.

walau keringetan harus tetep gaya

Seperti halnya temple sebelumnya, walaupun ini berupa reruntuhan, ada saja orang yang membawa bunga dan sembahyang di sana.

Beberapa orang masih sembahyang di sini
areanya luas dan kering

Setelah agak lama menghabiskan waktu di temple pertama, kami turun dan menuju temple berikutnya. Temple yang ini bentuknya masih agak lebih utuh dibandingkan yang sebelumnnya. Areanya juga cukup luas dan terbuka.

dari jauh
dari dekat
seberangnya
zoom in

Karena udara sangat panas di siang hari, dan area yang sangat luas, kami hanya mengunjungi 3 temple besar ini saja. Persediaan air minum yang kami bawa juga mulai habis, jadi kami memutuskan untuk keluar dan istirahat makan siang. Di area dekat parkiran, ada banyak pilihan makanan dan minuman. Ada beberapa toko juga menjual cendera mata. Tapi yang saya ingat, tidak ada orang yang menawarkan jualan seperti di kawasan candi Borobodur beberapa tahun yang lalu.

Sukothai Airport

Karena masih ada waktu, selesai makan kami memutuskan untuk melihat museum di kawasan Sukhothai airport. Kabarnya di kawasan ini ada zoo juga, tapi saat kami ke sana zoo nya sedang tutup. Ada beberapa bangunan yang unik dan bisa untuk foto-foto. Tapi kami tidak berlama-lama di sana karena Joshua tidur dan mataharinya sangat panas. Saya hanya sempat mengambil sedikit foto.

Sukothai Airport ada banyak bangunan unik begini

Sukhothai Noodle

Terakhir sebelum pulang ke hotel, kami mampir untuk mencicipi sukhothai noodle yang terkenal. Rasanya sekilas mirip mi tomyam, tapi ada bedanya. Sayuran yang dipakai dalam noodlenya juga berbeda dengan noodle tomyam. Selain noodle, mereka juga menjual minuman seperti cincau dan es cendol, rasanya nikmat sekali setelah berpanas-panasan main sepeda dari pagi.

es cincau
mi sukothai
dekorasinya antik
es cendol kurang gula jawa

Tempatnya unik, sepertinya mereka sengaja mendekor nuansa masa lalu. Banyak barang antik dan boneka-boneka, selain tentunya ruangannya sudah ber-AC. Harga noodlenya juga masih standar, 1 porsinya sekitar 40 baht, sedangkan minuman es nya 1 porsinya 25 baht. Salah satu hal yang saya kagum dengan Thailand, walaupun tempat itu sudah terkenal dan di tempat wisata, harganya ya tetap harga standar dan bukan harga turis.

banyak mainan
ruangannya antik
keliatan ga cabenya

Jalan-jalan part 3 ini merupakan part terakhir dari cerita jalan-jalannya. Karena keesokan harinya kami pulang jam 9 pagi dari Sukhothai dan tiba di Chiang Mai jam 4 sore. Iya, kami naik bis lagi pulangnya. Kalau belum bosan baca cerita tentang Sukhothai, berikutnya akan saya tulis terpisah tentang penginapan dan beberapa tempat makan lain yang kami kunjungi selama di sana. Sekalian buat catatan biar saya ingat kalau mau jalan-jalan ke sana lagi.

Liburan Akhir Tahun 2019 ke Sukothai Historical Park (Part 2)

Hari ini saya mau cerita soal Sukothai Historical Park. Berdasarkan informasi yang kami dapat dari pihak hotel, akan ada acara khusus untuk menjelang malam tahun baru. Park yang biasanya tutup jam 7 sore itu akan dibuka sampai tengah malam. Awalnya kami berencana mengeksplor Sukothai Historical Park ini sejak pagi, tapi karena mendengar kabar tentang acara sampai malam, kami merubah rencana untuk berangkat sore hari saja sampai agak malam.

Jadi, ngapain aja pagi harinya sebelum berangkat ke tujuan utama? Namanya juga liburan, kami bangun siang dan sarapan di hotel. Selesai sarapan, kembali ke kamar dan mandi-mandi. Eh, tau-tau udah jam makan siang hahaha. Ini namanya liburan makan tidur.

Makan siang dekat hotel
Lanjutkan membaca “Liburan Akhir Tahun 2019 ke Sukothai Historical Park (Part 2)”

Liburan Akhir Tahun 2019 ke Sukothai (Part 1)

Sebelum lupa dengan berbagai fakta selama liburan akhir tahun kemarin, ada baiknya saya memulai menceritakan perjalanan Akhir tahun 2019 kemarin. Kami berangkat hari Sabtu tanggal 28 Desember 2019 dan kembali ke Chiang Mai tanggal 31 Desember 2019. Kenapa gak sekalian malam tahun baru di Sukothai? Karena tanggal 2 Januari 2020, Joe sudah masuk kerja lagi. Lagipula, kami bukan tipe yang keluar malam tahun baru untuk melihat keramaian count down.

Di mana Sukothai itu?

Sukothai itu letaknya sekitar 300 Km dari Chiang Mai. Sukothai masih merupakan area utara dari Thailand, tapi lebih dekat ke arah tengah Thailand. Bisa dibilang Sukothai ini ada di antara Chiang Mai dan Bangkok. Biasanya, liburan akhir tahun banyak orang berlibur ke arah utara Thailand termasuk Chiang Mai karena udaranya dingin, kami sengaja melawan arah supaya menghindari tempat yang terlalu padat.

Rencana liburan ke Sukothai ini sebenarnya bisa dibilang agak mendadak. Walaupun sudah lama tinggal di Chiang Mai, kami termasuk jarang traveling dalam Thailand karena jatah libur Joe biasanya kami pakai untuk pulang ke Indonesia. Kebetulan akhir tahun 2018 dan tahun baru 2019 kami sudah pulang agak lama ke Indonesia, dan akhir taun 2019 pekerjaan di kantor Joe juga sedang super sibuk, jadi kami memang tidak ada rencana untuk pulang ke Indonesia. Tapi karena di Thailand ada libur akhir tahun sekitar 5 hari (dari hari Sabtu sampai hari Rabu), maka tidak ada salahnya ambil kesempatan liburan.

Naik apa Chiang Mai – Sukothai?

Liburan akhir tahun ini bukan cuma kami saja, kami berangkat dengan salah satu keluarga Indonesia yang juga sudah lama di Chiang Mai (dan 5 tahun yang lalu, waktu Joshua belum lahir, kami juga liburan akhir tahun bareng). Berhubung mereka sudah pernah ke Sukothai sebelumnya, urusan perencanaan diserahkan ke mereka (kali ini saya gak usah sibuk browsing cari ini itu hehehe).

Awalnya, kami berencana menyewa mobil dengan 7 tempat duduk dan gantian menyetir mobil. Perjalanan ke Sukothai kalau ditempuh dengan mobil itu sekitar 4,5 – 5 jam. Jalan lintas antar provinsinya cukup bagus, dan hanya sedikit area yang banyak belokannya. Tapi, setelah mempertimbangkan supaya semua bisa menikmati liburan tanpa ada perasaan lelah menyetir, kami putuskan naik bus saja. Naik bus dari Chiang Mai ke Sukothai biayanya cukup murah, dewasa membayar 290 baht, anak-anak 210 baht (jadi kami sekeluarga membayar 1000 baht).

Untuk perbandingan, kalau kami menyewa mobil, biasanya biaya sewa mobil 1 hari saja belum termasuk bahan bakar sekitar 2000 Baht – 2500 Baht. Kalau sewa beberapa hari, tentu saja totalnya jadi lebih mahal. Lagipula, tujuan yang ingin dikunjungi di Sukothai sudah jelas, dan bisa dilakukan dengan naik songtew ataupun tuktuk. Untuk tujuan yang agak jauh dari Sukothai, kami menyewa mobil 1 hari saja di sana.

Jangan bandingkan perjalanan menggunakan mobil pribadi dengan menggunakan Bus antar kota. Kalau soal nyamannya dan cepatnya, pastilah naik mobil pribadi akan lebih nyaman dan cepat. Tapi kalau nyetir sendiri artinya ada kemungkinan lelah kalau-kalau jalanan macet. Perjalanan dengan Bus antar kota ini banyak berhentinya karena ada beberapa penumpang yang naik dan turun di beberapa kota di antara Chiang Mai dan Sukothai sehingga waktu tempuhnya jadi lebih lama dari perkiraan sebelumnya.

Perjalanan Chiang Mai – Sukothai

Total perjalanan dari Chiang mai ke Sukothai dengan naik bus sekitar 7 jam. Bus berhenti di Lamphun, Lampang, dan Tak sebelum sampai ke Sukothai. Sukothai juga ternyata bukan titik berhenti terakhir dari Bus yang kami tumpangi. Setelah kami turun, bus masih melaju lagi menuju Phitsanulok dan berhenti terakhir di Khon Kaen. Mungkin kapan-kapan, bisa direncanakan untuk mengunjungi kota-kota lain tersebut.

Oh ya, catatan tambahan kalau mau naik bus Chiang Mai – Sukothai, sebaiknya ditanyakan apakah ada kamar mandi di dalam karena perjalanan cukup lama dan repot kalau tidak ada kamar mandi di dalam. Apakah disediakan makanan (tergantung operatornya ada yang berhenti makan siang, dan ada yang hanya memberikan snack saja. Jangan lupa untuk persiapkan bawa jaket karena AC nya lumayan dingin. Kalau membawa anak kecil, ada baiknya siapkan makanan kecil/makanan yang memang anak itu suka. Karena kalaupun ada berhenti untuk makan, ada kemungkinan makanannya tidak cocok untuk anak-anak.

Kami bersyukur sepanjang jalan, anak-anak tidak ada yang mabuk di jalan, ada sedikit perjalanan dari Lamphun menuju Lampang yang jalannya cukup banyak belokannya dan membuat agak pusing, tapi tidak ada kejadian mabuk darat hehehe.

Ada apa di Sukothai?

Ada 2 tujuan utama untuk dilihat di perjalanan kami ke Sukothai, yaitu: Sukothai Historical Park dan Si Satchanalai Historical Park. Kedua tempat ini sama-sama berisi reruntuhan temple yang dibangun dari jaman kerajaan Sukothai yang dikelola oleh pemerintah Thailand dengan bantuan UNESCO dan disahkan sebagai World Heritage Site. Sesuai dengan namanya, perjalanan kami ke Sukothai ini sebenarnya juga dalam rangka mengenalkan sejarah Thailand ke Jonathan (sambil kami juga belajar lagi hehehe).

Di mana menginap di Sukothai?

Kota Sukothai ada sebutan old city (kota tua) dan new city (kota baru) seperti halnya di Chiang Mai. Kota tua nya merupakan kota yang terletak dekat dengan tujuan wisata. Ada banyak penginapan di sana, tapi biasanya untuk mencari makanan agak lebih terbatas pilihannya. Kami memilih untuk menginap di new city dengan alasan kemudahan mencari makan malam dan juga mini market kalau dibutuhkan membeli ini dan itu. Selain itu, di new city ada pasar malam yang hanya ada di hari Sabtu. Pasar malam itu juga sempat kami kunjungi karena lokasinya sangat dekat dengan tempat kami menginap.

Jarak antara old city dan new city tidak jauh, cuma sekitar 12 km. Untuk mengunjungi kota tua, ada banyak pilihan mulai dari songtew, tuktuk, ataupun sewa songtew. Oh ya, dari terminal bus ke penginapan, kami menyewa songtew dengan membayar 200 baht. Jarak dari terminal bus ke penginapan di new city tidak lebih dari 10 menit. Dari penginapan ke old city kami naik songtew dan membayar 300 baht 1 kali jalan. Jadi pulang pergi sekitar 600 baht. Sedangkan untuk perjalanan ke Si Satchanalai yang berjarak sekitar 60 km dari Sukothai, kami menyewa mobil dari jam 9 pagi sampai jam 6 sore dengan biaya 2500 baht (termasuk supir dan bahan bakar).

Cerita lengkapnya mengenai kunjungan kami ke reruntuhan temple yang ada akan saya lanjutkan di bagian berikutnya ya.

Selamat Tahun Baru 2020: Tetap Bersyukur

Setelah beberapa hari tidak menulis, dan setelah liburan akhir tahun 2019 kemarin, ada banyak sekali yang ingin dituliskan di blog ini. Tapi ijinkan saya mengucapkan selamat memasuki tahun 2020 kepada teman-teman yang mampir ke blog ini.

Sedikit oleh-oleh dari liburan akhir tahun ke Sukothai dan Si Satchanalai kemarin adalah: kita tidak tau apa yang ada di depan kita, sampai kita menjalaninya. Kadang ketika melihat rintangan, ada perasaan takut dan ingin berhenti atau berbalik arah. Tapi kalau kita jalani bersama-sama, ada perasaan lebih berani untuk menjalaninya. Dan ketika kita sampai di tujuan, ada perasaan bangga dengan diri sendiri karena sudah mengalahkan ketakutan dan kekhawatiran, walaupun mungkin tempat tujuan itu belum tentu super indah seperti yang kita pikirkan sebelumnya.

Apapun hasil dari perjalanan kita, tetap bersyukur karena kita sudah mengalahkan rasa takut dan selamat sampai tujuan. Bersyukur kita tidak kalah sebelum bertarung. Perjalanannya tidak kalah penting dari tujuannya.

Bersiap-siap untuk petualangan di Si Satchanalai Historical Park dengan sepeda

Aduh jalan-jalan apa meditasi sih kemarin itu ya hahaha. Jadi begini latar belakang renungan di atas. Alkisah, kami ke salah satu tempat wisata historical park tanpa membaca buku panduan terlebih dahulu. Seperti semua orang, kami memutuskan sewa sepeda untuk keliling historical park nya.

Kami mengikuti jalur yang banyak orangnya saja. Terus eh, kok di depan ada tanjakan dan ada larangan menaiki sepeda sambil menanjak. Kalau mau naik, kita harus menuntun sepeda kita atau tinggalkan saja di bawah.

Larangan menaiki sepeda sambil menanjak

Awalnya sempat ragu-ragu untuk naik ke atas tanjakan. Kami kuatir waktu turun malah lebih susah lagi, atau takut masih jauh dan ada tanjakan berikutnya. Takut kecewa juga kalau tujuannya tak seberapa indah. Kepikiran juga apa sebaiknya sepedanya ditinggalkan saja di bawah dan jalan ke atas.

Karena sama-sama tidak tahu berapa jauh lagi lokasi tujuan setelah tanjakan itu, kami memutuskan menuntun sepeda ke atas tanjakan. Lebih baik bersiap-siap, siapa tahu masih jauh tujuannya.

Keliatan gak tanjakannya? di foto sepertinya gak seberapa ya

Ternyata, setelah menuntun sepeda dengan susah payah, masih ada tangga lagi untuk naik ke atas. Setelah berhasil membawa sepeda sambil jalan menanjak, rasaya naik tangga tidak seberapa. Tapi alamak, ternyata botol minum yang saya bawa isinya hanya setengah dan Joe tidak bawa minum sama sekali. Tapi dengan ada yang sedikit itupun masih lebih baik daripada tidak sama sekali.

Sampai di atas, Joe yang mendorong sepeda naik sambil bawa Joshua di boncengan sepeda udah mau pingsan sepertinya hahaha. Tapi ya setelah istirahat beberapa menit, akhirnya bisa menikmati pemandangan dari ketinggian. Tentunya walaupun tidak terlihat ketinnggiannya berapa, penting banget buat foto di sana haha.

Setelah beristirahat, baru deh bisa senyum pas di foto

Kalau tenaga sudah terkumpul, siapa takut untuk naik lebih tinggi lagi. Akhirnya Joe dan Joshua naik ke atas reruntuhan templenya juga. Waktu saya bilang ke Joshua: I’m so proud of you Joshua, terus Joshua jawab: I’m so proud of you too mama. Iya saya bangga Joshua mau duduk manis di sepeda walau sebelumnya gak biasa dibonceng sepeda. Nggak ngeluh walau panas-panasan matahari. Mau naik tangga dengan semangat walau sampai atas mukanya merah kepanasan. Semangat buat eksplorasi tempat baru walau belum sepenuhnya mengerti tempat apa ini.

Udah sampai atas, naik sampai atas lagi deh

Perjalanan turun tidak sesulit perjalanan naik karena kami memutuskan kembali ke arah kami datang. Kalau saja kami sudah tahu sebelumnya, mungkin kami akan memutuskan meninggalkan saja sepeda di bawah. Kalau kami sudah tahu sebelumnya, mungkin kami juga akan memutuskan untuk tidak usah naik saja karena tanpa sepedapun tanjakannya lumayan terjal.

Pesan lainnya: ketidak tahuan bisa membuat kita lebih berani dan mencoba dengan lebih gigih. Kalau sudah tahu dan tetap ingin menjalani, bisa membuat kita lebih bersiap-siap dengan membawa minuman lebih banyak atau tidak perlu bawa sepeda naik karena pasti akan turun lagi.

Tahun 2020 ini dimulai dengan berbagai berita yang tidak semuanya membahagiakan. Di Jakarta, kakak saya (dan banyak penduduk di berbagai area Jakarta) rumahnya dan mobilnya terendam banjir. Beberapa orang lagi liburan keluar kota, dan tidak tahu bagaimana nasib rumahnya.

Di Chiang Mai, polusi sudah dimulai sejak akhir tahun lalu dan entahlah akan membaik atau tidak. Di Australia, musim kering membuat banyak semak-semak terbakar dan hampir seluruh daerah dilanda asap. Kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi di depan kita. Tapi untuk semua hal yang akan datang, mari kita hadapi bersama dengan berani dan tidak cepat menyerah.

Tetap bersyukur untuk semua hal yang akan kita hadapi di tahun 2020 ini.

Selamat Natal 2019 dari Chiang Mai

Tadi malam, kami tidak menghadiri ibadah malam Natal. Acaranya jam 11 malam, dan udara sedang agak dingin. Joshua juga kemarin tidak cukup tidur siangnya. Jadi daripada malah jadi berisik kalau dipaksa bawa malam-malam, kami putuskan ikut ibadah Natal nya saja.

foto di gereja mengikuti ibadah Natal tadi pagi

Tadi pagi, setelah buka kado Natal di rumah dan Jonathan buka jahitan bareng Joe ke rumah sakit (ini ceritanya lain kali), kami menghadiri ibadah Natal jam 10 pagi di gereja CMCC.

Hari ini, ibadah Natal di gereja di buka dengan lagu yang musiknya Bohemian Rhapsody dari Queen tapi diganti liriknya menjadi kisah Natal (Bethlehemian Rhapsody). Anak-anak yang hadir langsung menyimak dengan seksama.

Bethlehemian Rhapsody – sumber: https://www.youtube.com/watch?v=FYh2OU4vtIk

Seperti biasa, salah satu acara ibadah Natal di gereja adalah: anak-anak di minta maju ke depan dan diminta untuk berbagi cerita dapat hadiah Natal apa. Jonathan yang ikut maju ke depan dengan lantang menjawab: I got a banana – dan tentunya yang mendengar pada tertawa. Setelah anak-anak lain menjawab dengan berbagai hadiah yang mereka terima, lalu ternyata ada 1 anak yang menjawab dia mendapat apple. Jonathan bilang lagi kalau dia juga memberikan pisang ke kami – dan semua tertawa lagi mendengarnya.

Lihat betapa bahagianya anak yang menerima pisang ini – sumber: https://youtu.be/oBBQHExuuec

Sebenarnya, cerita tentang hadiah banana ini inspirasinya dari video di YouTube. Tentang anak kecil yang begitu bahagianya menerima pisang sebagai hadiah – dan langsung memakannya. Joe sedang mengajarkan ke Jonathan kalau hadiah Natal itu gak harus selalu sesuatu yang mahal, kadang hal sederhana seperti pisang saja sudah cukup. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah: apapun yang kita terima, jangan lupa berterimakasih sudah diberikan hadiah. Kebetulan di rumah lagi ada pisang, jadilah Jonathan ikut-ikutan membungkus pisangnya dan letakkan jadi hadiah haha.

Selain dapat banana, sebenarnya kami sudah membelikan buku komik PokemonXY untuk Jonathan dan mainan mobilan remote control untuk Joshua. Kami juga membelikan alat mewarnai (gel pastel) supaya Joshua dan Jonathan lebih rajin mewarnai di rumah.

Pulang dari gereja, kami ke mall untuk makan siang. Selesai makan, anak-anak dan Joe naik kereta api gratisan keliling mall, sementara saya membeli hadiah Natal untuk diri sendiri (duitnya udah ditransfer hahaa).

naik kereta keliling mall

Joe udah beli sendiri beberapa benda yang dia klaim sebagai hadiah Natal. Kapan-kapan biar dia cerita sendiri hehehe.

langsung dipakai nulis blog hehehe

Saya menghadiahi diri sendiri laptop Asus VivoBook 14 inch. Alasan beli laptop juga karena macbook yang selama ini saya pakai sudah beberapa bulan ini rusak dan belum berhasil dibenerin. Macbook itu juga sebenarnya layarnya sudah terasa sangat kecil dan tidak nyaman di mata. Alasan lain juga: kan sudah rajin ngeblog selama setahun lebih, jadi ya anggap aja biar lebih rajin lagi nulisnya hahaha (alesan ya).

susah banget ya foto keluarga yang bagus hehehe

Sekali lagi selamat Natal 2019 buat kita semua, Natal itu bukan hadiahnya tapi ya kalau dapat hadiah tentunya disyukuri dan dimanfaatkan dengan baik (ini sih ngomong ke diri sendiri). Dan selamat menyambut tahun baru 2020. Untuk yang sedang berlibur, hati-hati di jalan dan jangan lupa berbagi cerita di blog masing-masing hehehe.