Pekan Tantangan Bebras 2022 sudah dimulai hari ini. Semakin tahun sepertinya peserta Tantangan Bebras ini terus bertambah. Setelah beberapa tahun terakhir hanya Jonathan yang ikutan Tantangan Bebras, tahun ini kami mendaftarkan Joshua ikut juga.
Persiapan Mengikuti Tantangan Bebras
Persiapan pertama tentunya jangan ketinggalan mendaftarkan anak-anak untuk mengikuti tantangan. Setelah mendaftar, ya tinggal mencoba latihan di situs yang sudah disediakan. Kalau dulu, Jonathan cukup rajin untuk mencoba latihan, tapi Joshua tidak demikian.
Beberapa hari belakangan ini, Joshua tiba-tiba rajin sekali mencoba Scratch. Sebenarnya, sudah sejak lama dia sepertinya penasaran dengan mainan yang juga sekaligus bisa digunakan untuk belajar pemrograman untuk anak-anak ini.
Dari dulu, dia bisa berkali-kali memperhatikan tutorial menggunakan Scratch, tapi ya karena belum mengerti, dia belum bisa mengerjakan. Tapi belakangan ini, dia sepertinya tiba-tiba jadi mengerti lebih banyak, dan jadilah dia semakin penasaran untuk bisa menggunakan Scratch.
Beberapa hari yang lalu, saya mendapat undangan untuk mengikuti kegiatan penyerahan Hadiah Bebras Challengen 2021 lewat daring yang diselenggarakan oleh Biro Bebras Uniiversitas Kristen Maranatha. Acara ini merupakan acara yang sama seperti tahun 2021 yang lalu. Pengumuman sekaligus penyerahan hadiah ini tujuannya untuk mendokumentasikan anak-anak yang mendapatkan sertifikat dan medali untuk foto bareng.
Pandemi membuat kami yang jauh di Chiang Mai masih bisa menghadiri acara seperti ini. Kebayang kalau harus hadir secara langsung, perjalanannya jauh banget buat sampai di sana. Walaupun pastinya kalau bertemu langsung, saya bisa bayangkan ramainya anak-anak. yang tadi hadir di zoom saja sepertinya tak sabar ingin ngobrol di ruang chat.
Saya termasuk beruntung, tidak perlu susah payah mengenalkan huruf, angka dan membaca ke Joshua. Saya lupa persisnya sejak umur berapa dia menunjukkan ketertarikan dengan huruf dan angka. Tapi di umur belum 5 tahun, dia masih suka sekali dengan huruf dan angka dan sudah bisa membaca.
Nggak ke sekolah bukan berarti gak belajar. Anak-anak belajar dari bermain. Jadi untuk orangtua yang anaknya masih di bawah 6 tahun, gak usah pusing dengan tugas berjibun dari sekolah. Anak gak akan belajar kalau dipaksa, mending juga diajak main.
Beberapa mainan yang selalu dimainkan oleh Joshua tanpa bosan dalam mempelajari huruf dan angka. Siapa tahu bisa jadi inspirasi untuk masa-masa di rumah saja ini. Sebagian besar mainan sudah kami punya dari Jonathan kecil, tapi rasanya Joshua lebih banyak memainkan semuanya tanpa bosan.
Kalaupun di rumah saja, saya belum mengatur apa saja yang harus dikerjakan Joshua. Biasanya dia akan memilih sendiri apa yang dia mau. Rumah berantakan tidak masalah, selesai bermain bisa diajak untuk merapihkan. Berikut ini beberapa mainan yang sering dimainkan Joshua siapa tahu bisa jadi inspirasi dalam masa social distancing
LEGO
Lego selain bisa membentuk-bentuk sesuai petunjuk, bisa juga untuk dipakai bikin huruf dan angka. Kalau anak suka dengan hal yang lain, ajak dia membentuk hal-hal lain dengan menggunakan lego.
Catatan: tulisan ini bukan penjelasan rumus pythagoras ataupun cara mencari akar kuadrat, tapi tentang anak yang suka iseng menghitung apa saja untuk latihan soal.
Anak-anak senang sekali bermain di kamar kerja papanya. Mereka kadang-kadang ikut sibuk mengganggu papanya yang sibuk sementara mamanya pura-pura sibuk di dapur atau kadang memang lagi sibuk nulis blog. Ceritanya, papanya baru beli monitor komputer. Jadi tadi dia sibuk mengukur-ukur monitor papanya dan menghitung-hitung di kertas. Saya pikir: kenapa tidak langsung diukur pakai meteran juga diagonalnya? Tapi ya begitulah, kadang-kadang Jonathan suka menantang dirinya sendiri.
Ternyata, Jonathan terinspirasi untuk menghitung diagonal dari monitor itu dengan menerapkan rumus pythagoras dan menghitung akar kuadrat yang dipelajari dari buku The Murderous Maths yang dia baca. Selesai menghitung, dia melaporkan ke papanya, dan papanya cerita ke saya.
Sejak kecil, Jonathan sudah kami ajak berbicara dengan bahasa Indonesia. Di masa awal, dia sudah bisa bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dari lagu-lagu yang dia dengarkan dan buku yang kami bacakan.
Sekitar umur 3,5 tahun, kami masukkan Jonathan ke preschool Thai, dan dia pun mulai bisa berbahasa Thai selain Indonesia dan Inggris.
Setelah umur 4,5 tahun, kami masukkan dia ke sekolah Australia yang hanya menggunakan bahasa Inggris. Sejak saat itu, Jonathan hanya mau berbicara bahasa Inggris (dengan aksen Australia) dan semakin jarang menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Thainya.
Sejak mulai homeschool, Jonathan mulai lagi berbicara bahasa Indonesia di rumah selain menggunakan bahasa Inggris. Bahasa Thainya tetap jadi nomor 3 karena dia tidak punya teman bermain orang Thai (teman Thainya bisa berbahasa Inggris juga). Teman-temannya dari berbagai negara di grup homeschool umumnya bisa berbahasa Inggris. Jadi kalau di luar dia menggunakan bahasa Inggris, sedangkan di rumah bahasa Indonesia bercampur bahasa Inggris.
Catatan: Tulisan ini tidak sedang memperdebatkan definisi homeschool, sekolah di rumah, home based education, distance learning, online learning, learning from home dan metode-metode yang menyebabkan anak belajar di rumah di bawah pengawasan orangtua.
Beberapa hari belakangan ini, saya banyak baca pengumuman di berbagai belahan dunia termasuk di DKI Jakarta mengenai sekolah ditutup dan kegiatan belajar dipindahkan di rumah sebagai salah satu langkah mencegah penyebaran virus covid-19. Berbagai reaksi dari orangtua dan siswa bermunculan.
Saya tidak tahu bagaimana nantinya pelaksanaan dari kegiatan belajar di rumah. Mungkin ada yang dalam bentuk memberikan lembaran kerja untuk dikerjakan di rumah seperti PR tapi lebih banyak dari biasanya. Mungkin ada yang mengadakan pelajaran streaming online – walaupun untuk hal ini saya tidak yakin kesiapan bandwith dari sekolah maupun dari setiap murid. Mungkin akan ada juga di mana orangtua harus mengambil dan mengantarkan hasil kerja anaknya setiap hari. Yang jelas, bagaimanapun pelaksanaannya, orang tua akan jadi lebih repot daripada sebelumnya.
Bagaimana kalau kedua orangtua harus bekerja seharian? Di beberapa negara, selain sekolah ditutup, pegawai kantor juga diperintahkan untuk bekerja dari rumah. Dengan asumsi ini, orangtua bisa mengawasi anaknya untuk mengerjakan pelajaran sekolahnya. Tapi bagaimana kalau kantor orangtuanya masih wajib masuk kerja? siapa yang akan mengawasi kegiatan belajar anak di rumah?