Waktu pertama kali tahu akan pindah ke Chiang Mai, saya dan Joe mulai mencari tahu mengenai bahasa Thai. Joe sih yang lebih banyak mencari info dan memberi tahu saya fakta-fakta soal bahasa Thai. Waktu itu saya sih cuma jawab ooo gitu ya doang, karena ga kebayang dan mikirnya ah nanti juga bisalah hehehe. Joe membeli beberapa e-book dan podcast untuk pengenalan bahasa Thai. Sekarang ini udah lupa nama e-book dan podcastnya. Terus dapat buku belajar bahasa Thai titipan dari sepupu terbaik yang waktu itu masih tinggal di Singapura. Katanya sih dia nitip sama temennya yang orang Thai, dibeliin buku Thai for Beginners Benjawan Poomsan Becker, yang waktu itu masih pake cd audio. Buku ini banyak banget menambah vocabulary di awal belajar bahasa Thai.
Walaupun ada waktu beberapa bulan untuk belajar bahasa Thai sebelum berangkat ke Chiang Mai, tapi entah kenapa waktu itu saya gak merasa bersemangat untuk belajar. Baru buka beberapa halaman sambil dengar cd audionya udah berasa kewalahan duluan dan merasa aduh ini tulisan apaan sih kayak cacing semua, terus pas dengar audionya bilang bunyi kata “ma” aja bisa 5 jenis naik turun dan beda arti semua, saya langsung mikir aduh susah bener sih, perasaan kedengarannya sama saja. Terus kami mencoba mencari DVD film Thai, dan ketemunya beberapa film horror dan berasa serem duluan hahaha.
Mungkin waktu itu karena belum bener-bener butuh, saya jadinya ga serius berusaha belajar baca bahasa Thai. Tapi setelah sampai di Chiang Mai, ya mau gak mau harus mulai belajar. Dan ternyata, gak sesusah yang saya bayangkan sebelumnya. Belajar bahasa itu tergantung masing-masing orang gimana model belajarnya. Sepertinya saya buka tipe yang bisa belajar sendiri dengan buku, saya memutuskan ikut kelas percakapan seminggu 3 kali, masing-masing selama 2 jam.
Ternyata keputusan belajar sekali 3 minggu ini ideal buat saya. Dengan adanya jeda hari kosong, saya punya waktu untuk mengingat setiap kosa kata baru yang saya pelajari. Setting kelas dengan isi sekitar 10 orang juga membantu saya mereview kosa kata yang dipelajari hari itu. Oh ya, biasanya kelas percakapan bahasa Thai itu menggunakan transliterasi, jadi saya tidak langsung belajar huruf-huruf cacing yang jumlahnya banyak itu.
Pelajaran pertama yang paling kepakai itu pelajaran angka, selain mengucapkan salam. Pelajaran angka ini berguna waktu belanja ke pasar ataupun belanja oleh-oleh. Kata-kata untuk menawar harga juga penting hehehe. Setelah ikut kursus, saya mulai menguasai perbedaan nada naik turunnya dan mulai bisa membedakan kata-kata yang saya dengarkan.
Setelah beberapa bulan les di tempat yang 3 x seminggu itu, saya mulai merasa butuh percepatan alias gak sabaran untuk belajar lebih banyak lagi. Akhirnya saya pindah kursus Senin – Jumat setiap pagi 2 jam. Dalam waktu sekitar 3 bulan saya selesai kelas conversation. Ada banyak kosa kata yang saya pelajari, tapi banyak juga yang hilang karena gak dipakai. Oh ya waktu itu saya masih kerja part time di kantor Joe, seharusnya ada kesempatan berlatih ngobrol, tapi karena di kantor pakainya bahasa Inggris, ya akhirnya malah gak banyak latihan ngobrol juga.
Setelah selesai kelas percakapan, entah kenapa saya gak kepikiran untuk segera belajar baca tulis. Mungkin karena waktu itu udah berasa cukup, plus karena merasa ah nanti belajar sendiri saja. Tapi lagi-lagi gagal belajar sendiri karena gak sediakan waktu setiap harinya. Akhirnya saya ikut kelas lagi untuk membaca/tulis. Nah kesalahan saya setiap kali belajar baca ini adalah, saya merasa kewalahan duluan sebelum mencoba membacanya pelan-pelan, dan akhirnya menyerah. Di kelas saya selalu bisa mengikuti apa yang dijelaskan, tapi karena gak pernah latihan, ya akhirnya sampai sekarang membacanya masih super lambat dan jalan di tempat.
Waktu Jonathan mulai ikut kelas KUMON bahasa Thai, saya berniat untuk ikutan mengerjakan tugasnya, tapi karena waktu itu merasa terlalu mudah, saya malah gak ikutan ngerjain hehee. Sekarang ini Jonathan masih ikut kelas KUMON dan setiap harinya dia membaca cerita-cerita pendek dari tugas kumonnya. Saya kadang-kadang masih membacanya, tapi lebih sering tidak.
Sekarang ini, setelah 12 tahun tinggal di Chiang mai, saya merasa cukup bisa berkomunikasi dengan orang lokal, asal topiknya bukan topik politik. Saya bisa mengerti kalau ada pembicaraan mengenai pendidikan anak. Saya bisa ngobrol dengan banyak orang Thai ketika belanja ataupun anter jemput Jonathan dengan kegiatan ekstra kurikulernya. Saya bisa membaca tapi masih tidak sesuai harapan. Saya bisa menuliskan semua huruf Thai, tapi saya belum bisa mengeja banyak kata dalam bahasa Thai. Mengeja kata dalam bahasa Thai ini agak rumit, karena untuk bunyi huruf K saja bisa beberapa pilihan huruf. Kalau menurut orang lokal, untuk mengingat ejaan kata-kata tersebut satu-satunya cara ya semua itu harus dihapalkan *gedubrag*.
Oh ya, sekarang ini saya suka menggunakan voice typing di HP untuk mencoba menuliskan kata-kata dalam bahasa Thai juga. Sejauh ini saya cek ke kamus, asalkan pengucapannya benar, hasil voice typingnya juga cukup akurat. Saya juga cukup bisa membaca percakapan di Line Grup Homeschooling Chiang Mai sini. Saya juga mencoba membaca status FB teman-teman Thai saya. Tapi sampai sekarang saya belum terlalu percaya diri untuk menulis status FB dalam bahasa Thai hehehe.
Belajar bahasa ini proses yang panjang. Setiap tahun saya menargetkan untuk bisa lebih lancar lagi membaca bahasa Thai, tapi kalau memang tidak sediakan waktu ya akhirnya masih jalan di tempat. Sepertinya saya harus membuat challenge ke diri sendiri untuk lebih lancar lagi membacanya.
Kalau ada yang punya tips bagaimana cara belajar bahasa yang kalian lakukan, silakan tulis di komen ya.