Bukan, ini bukan film tentang pandemi. Dalam tulisan ini saya mau review film “Radius” (2017), jadi bukan mau bahas pandemi Covid-19. Tapi harap maklum kalau dalam tulisan ini di sana sini akan ada beberapa hal yang dikaitkan dengan situasi saat ini.
Film produksi Kanada bergenre science-fiction thriller tahun 2017 ini dibintangi oleh Diego Klattenhoff, seorang aktor yang dikenal sebagai agen Ressler dalam TV Seri Amerika, “The Blacklist“. Film berdurasi 87 menit ini dari awal sampai akhir cukup menarik untuk disimak karena ada misteri yang membuat saya menonton sambil bertanya-tanya bagaimana kelanjutannya dan cara mereka menyelesaikan persoalannya.
Ceritanya
Ceritanya di mulai dengan tokoh pria yang baru tersadar dari kecelakaan mobil dan kehilangan ingatannya. Dalam keadaan masih setengah sadar, dia semakin bingung karena setiap ada orang atau hewan berada di dekatnya, semuanya langsung jatuh dan mati. Bukan cuma orang yang lewat, bahkan burung yang terbang juga kalau kurang dari jarak tertentu, bisa tiba-tiba jatuh ke tanah.
Tulisan ini sebagai bagian kegiatan nulis review film bareng dari grup KLIP (Kelas Literasi Ibu Profesional) yang suka nonton drakor selain literasi. Karena menonton drama korea butuh waktu lebih banyak, yuklah kita nonton film Korea sesekali. Industri film Korea gak kalah keren kok dari film Hollywood.
Sekali-kali nonton film Korea, jangan dramanya saja. Film ini berdurasi 1 jam 43 menit, dan cocok buat hiburan untuk seluruh keluarga. Film bergenre action, comedy ini bercerita tentang bagaimana seorang yang hobi panjat tebing menyelamatkan keluarga dan dirinya sendiri dari bencana gas beracun yang tersebar di kota Seoul.
Awalnya saya pikir, bagaimana mungkin cerita bencana dijadikan film komedi? Apa lucunya sebuah bencana? Bencana tentu saja tidak lucu, di bagian inilah dibutuhkan aksi untuk menyelamatkan diri.
Ceritanya
Film ini bisa dibilang terbagi dua, bagian awalnya lebih ringan dan komedi. Menceritakan latar belakang tokoh pria anak bontot yang sudah dewasa, hobi panjat tebing tapi hidupnya kurang beruntung. Keluarganya sering menjadikan bahan olok-olok karena dia masih tinggal dengan orangtuanya dan belum juga mendapatkan pekerjaan. Kerjanya sehari-hari ya makan tidur selain olahraga di taman tempat anak-anak kecil bermain.
Ibu dari tokoh pria ini akan berulang tahun ke 70, mereka mengadakan pesta agak jauh dari rumahnya. Belakangan diceritakan, ternyata si tokoh pria sengaja memaksa keluarganya menyewa ruang pertemuan di gedung yang jaraknya hampir 2 jam dari rumah mereka karena dia tahu gadis yang pernah dia suka 5 tahun sebelumnya bekerja di gedung pertemuan tersebut.
Sedikit kilas balik, tokoh pria bertemu dengan tokoh wanita di tempat mereka berlatih panjat tebing. Cewek ini walau hobi panjat tebing tapi manis loh, jangan bayangkan cewek macho ya! Tapi ceritanya si cewek menolak si pria karena menganggapnya seperti abang saja, ouch.
Cewenya lebih jago manjat
Sampai di bagian ini, kisah filmnya masih terasa lucu. Percakapan antara tokoh-tokoh yang ada, dan kelakuan dari tokoh yang lain cukup untuk bikin saya senyum-senyum. Misalnya saja tentang ayahnya yang suka nonton drama Korea, rebutan remote dengan ibunya, khas film keluarga.
Berbeda dengan film-film yang terkadang lama dalam membangun latar belakang cerita, film ini menurut saya berjalan cukup cepat dan bahkan berhasil mengusir rasa kantuk yang sebelumnya ada sebelum mulai nonton. Dengan singkat saya bisa merasakan kasihan banget si tokoh pria ini. Bahkan di saat pesta dia sulit untuk jaga image dirinya dihadapan cewek yang dia masih suka, karena kelakuan keluarga besarnya.
Bagian kedua yang penuh aksi dari film ini dimulai ketika pesta ulang tahun usai. Sebelum mereka sempat pulang, ada orang yang menyebarkan gas beracun di area kota gedung pertemuan. Gas beracun ini bisa mengakibatkan orang yang terkena gas akan terluka kulitnya dan jika terhirup ke paru-paru bisa merusak paru-paru. Ketika melihat orang banyak berlari panik dan jalanan sudah mulai kacau, mereka memutuskan untuk masuk kembali ke gedung pertemuan.
Mulai dari titik ini, komedinya berkurang. Yang ada adalah perasaan seru ingin lari di tempat seakan bisa membantu mereka lari menyelamatkan diri dari gas beracun.
Namanya lari dari asap/gas, masuk ke dalam ruangan itu belum tentu aman. Gas itu bisa masuk melalui ventilasi. Jadi, setelah mereka masuk ke gedung pertemuan, mereka perlu mencari tempat yang agak tinggi. Baru merasa sedikit aman, eh gas beracunnya ternyata mulai naik juga. Mereka buru-buru lari menuju atap gedung.
Tentunya karena ini film, tak semudah itu mereka bisa keluar ke atap, karena si manajer gedung pesta ternyata tidak punya kuncinya. Kuncinya tertinggal di lantai dasar yang sudah penuh asap. Lalu bagaimana caranya mereka ke atap gedung? Di sinilah aksi si tokoh pria yang jago panjat gedung jadi berguna.
Udah segitu aja? Mereka semua langsung selamat? Tentu tidak, karena satu dan lain hal si pria dan wanita tidak muat ke dalam helikopter yang datang menyelamatkan keluarga si pria. Tinggallah mereka berdua di atap gedung menunggu helikopter lain datang menyelamatkan mereka.
Karena asap terus naik dan hampir mencapai gedung tempat mereka berada, mereka mulai memikirkan mencari titik yang lebih tinggi lagi. Bisa dibilang, mulai dari situ isi dari film ini adalah mereka berlari, memanjat, melompat dan berlari lagi sambil harus mengenakan baju dari jas hujan plastik dan diplester dengan plester besar seadanya.
memakai alat pelindung diri plus plester seadanya
memperkirakan rute yang harus diambil dari atap ke atap menembus asap
olahraga yang selama ini dilakukan jadi berguna untuk bergantung begini
tokoh cewenya juga jagoan bergantungan begini
beberapa aksi untuk menyelamatkan diri dari asap beracun (Sumber: IMDB Exit (2019))
Mereka mendapatkan topi masker yang ada oksigen untuk 10 – 15 menit saja yang tersedia sebagai masker darurat di gedung pertemuan. Mereka berlari sambil mencari tempat-tempat di mana ada oksigen untuk tambahan. Untungnya pemerintah kota juga bertindak cepat untuk menyebarkan alat pelindung diri ini di tempat tertentu. Mereka berusaha berlari ke tempat yang lebih tinggi sambil menunggu helikopter yang datang menyelamatkan mereka.
Nah yang bikin seru adalah, entah kenapa helikopternya ga ada yang melihat mereka walaupun mereka lari dari atap satu gedung ke atap gedung lain. Sampai akhirnya ada satu drone ilegal yang melihat mereka yang disiarkan langsung di sebuah saluran TV.
Saya semakin heran, kenapa setelah disiarkan di TV begitu, helikopter penyelamat tetap saja tidak langsung datang. Malahan banyak drone (ilegal) lain yang datang seperti berlomba ingin menyiarkan detik-detik terakhir hidup mereka.
Nah bagaimana kelanjutannya? Apakah mereka akhirnya bisa selamat mencapai titik lebih tinggi daripada gas beracun? Apakah helikopter penyelamat akan datang tepat waktu? Bagaimana cara melenyapkan gas beracunnya? Ini bisa ditonton sendiri. Gak seru kalau semua dikasih tahu di sini, hehe.
Daya Tarik Film Ini
FIlm ini diperankan oleh Cho Jong-Seok dan Lim Yoon-ah. Film ini sudah mendapat banyak award untuk artis dan aktornya, termasuk nominasi award untuk Baeksang Art Award ke-56 yang baru akan diumumkan bulan Juni nanti. Film ini menempati film terlaris ke-3 sepanjang 2019 dengan lebih dari 9,4 juta tiket terjual di Korea.
Akting dari pemeran utama maupun pemeran pendukung semua terasa menyenangkan untuk dilihat. Percakapan yang ada juga bisa menambah kelucuan ataupun ketegangan dari film ini.
Jalan cerita yang cukup cepat dan penjelasan tentang bencana gas beracun sampai penyelesaianya semua diselesaikan dengan tuntas. Saya tidak suka film yang banyak hal dibiarkan menggantung tanpa penjelasan, jadi penyelesaian cerita itu penting buat melihat sebuah film menarik atau tidak.
Saya juga kagum dengan stamina dari tokoh wanitanya. Dia bisa mengimbangi berlari, memanjat dan melompat yang dilakukan oleh tokoh prianya. Mungkin saja mereka pakai pemeran pengganti, tapi pada saat wajahnya di perlihatkan dari dekat, kelihatan cukup meyakinkan si wanita seperti benar-benar berlari tanpa henti.
Penutup
Film ini cukup menarik untuk ditonton bersama keluarga. Kita bisa belajar beberapa teknik menyelamatkan diri jika ada bencana, termasuk memikirkan cara memberi tanda SOS.
Anak saya yang kecil agak takut melihat filmnya, dia takut terutama karena banyak adegan berlarinya, dia sepertinya merasa lelah karena terbawa dengan suasana film pengen ikut lari-lari, hehehe.
Gimana, masih ragu mau nonton atau tidak? Ini beberapa tulisan dari teman-teman saya yang juga mereview film ini. Siapa tau masih butuh sudut pandang lain sebelum memutuskan menontonnya. Mampir yuk ke tulisan teman-teman saya.
Coursera.org merupakan sebuah platform yang menyediakan kelas belajar dalam jaringan. Sehubungan dengan pandemi Covid-19, Coursera membagikan kursus bersertifikat gratis. Sebelum membahas tentang cara mengikuti kelas di Coursera, saya akan perkenalkan dulu lebih lanjut tentang Coursera
Coursera bekerjasama dengan berbagai universitas dan perusahaan terkenal di dunia. Setiap kelas yang diberikan diajar oleh pengajar profesional. Kelas yang diberikan sangat bervariasi termasuk belajar bahasa, manajemen, bisnis, psikologi, pemrograman, kesehatan, matematika dan logika, seni, sampai pengembangan diri.
Kelas yang ditawarkan di Coursera bisa berupa kelas dengan topik tertentu atau bagian dari spesialiasi (beberapa kelas dengan topik yang sama). Selain tawaran untuk mendapatkan sertifikat dari program spesialisasi, ada juga program untuk mendapatkan gelar magister dari beberapa universitas yang bisa diikuti di Coursera. Kelas-kelas spesialisai dan gelar tentunya tidak gratis, tapi kalau diperhatikan, mereka juga menawarkan untuk bantuan keringanan pembayaran.
Sekitar dua hari yang lalu, saya mendapatkan e-mail yang mengingatkan kalau saya sudah setahun memakai aplikasi Duolingo untuk belajar bahasa Korea. Sebelum memakai ini, saya sudah mencoba juga memakai Memrise yang pernah saya tuliskan di sini. Saya jadi ingat kalau saya belum pernah menuliskan tentang aplikasi Duolingo di blog.
Duoversary e-mail dari Duolingo
Walaupun aplikasi Duolingo dan Memrise sama-sama saya pakai untuk belajar bahasa Korea dan metodenya mirip, saya akhirnya meninggalkan Memrise tapi tetap meneruskan Duolingo. Beberapa alasannya karena: Memrise materinya semakin lama semakin berat dan tidak banyak petunjuk, Duolingo terasa lebih fun dan ringan karena ada banyak petunjuknya dan saya bisa mengerjakan lebih sebentar.
Masih ada yang belum tau ipusnas? Ipusnas itu aplikasi dari perpustakaan nasional di mana kita bisa meminjam buku digital. Saya pernah menuliskan reviewnya di sini. Sejak mengenal aplikasi ini, sudah banyak buku berbahasa Indonesia yang saya pinjam dan berhasil selesaikan termasuk buku untuk anak-anak.
Di masa di rumah saja, aplikasi seperti ipusnas (selain Kindle dan Gramedia Digital), sangat bermanfaat sekali untuk mengalihkan perhatian dari berita-berita soal pandemi. Ada banyak buku dari berbagai kategori bisa kita baca.
Kemarin, setelah sesi Rabu buku KLIP via Zoom, saya iseng mencoba mencari Buku Grace Melia di ipusnas, tapi malah nemu bukunya yang lain yang dia tulis berdua dengan temannya Annisa Steviani. Awalnya dari melihat judulnya saya pengen tahu apa sih susahnya jadi ibu, sama gak ya dengan apa yang saya pikirkan.
Mungkin kalau saya bacanya sebelum mengalami jadi ibu dari 2 anak, saya akan berpikir: “ah masa sih gitu aja susah?”. Tapi karena saya sudah mengalami tahapan-tahapan yang diceritakan dalam buku ini, saya hanya senyum-senyum setuju waktu membacanya dan berharap buku ini dibaca oleh para calon ibu atau ibu muda untuk persiapan apa yang akan dihadapi di depan mata.
Serial The Orville, merupakan serial TV Amerika bergenre science-fiction, yang juga mengandung unsur petualangan, komedi dan drama. Awalnya saya pikir serial ini hanya berusaha memparodikan serial TV Star Trek, tapi ternyata saya salah. Sejauh ini baru ada 2 season. Season pertama tayang tahun 2017 – 2018 dan season ke-2 tayang 2018 – 2019. Rencananya akan ada season ke-3 di akhir tahun 2020.
Seperti halnya dengan Star Trek, film ini mengambil tempat di sebuah kapal luar angkasa bernama The Orville dengan misi eksplorasi dan membantu sesama anggota Planetary Union. Kisahnya terjadi sekitar abad ke-25 atau 400 tahun dari sekarang. Awak kapalnya terdiri dari berbagai spesies yang tergabung dalam Planetary Union. Masing-masing spesies yang ada umumnya seperti manusia, walaupun ada juga spesies aneh yang berbentuk seperti jell-o ataupun yang seperti robot cerdas dari metal dengan kesadaran kolektif.
Berhubung hari ini masih dalam rangka di rumah saja dan lagi ga ada tontonan drama Korea yang menarik, saya jadi juga nonton ulang film Doctor Strange ini di HBO Go.
Saya ingat, pertama kali nonton film ini di bioskop di Chiang Mai dengan subtitle bahasa Thai jadi harus didengarkan dengan seksama percakapannya. Tapi beberapa percakapan tidak terdengar dengan baik, tapi masih tetap bisa mengerti garis besar apa yang terjadi dalam ceritanya.
Film ini release tahun 2016, waktu Joe ngajakin nonton film ini saya sama sekali belum pernah dengar nama tokoh dari komik Marvel yang satu ini. Jadi waktu awal cerita ditunjukkan ada seorang tokoh dokter neurosurgeon yang jagoan bernama Stephen Strange saya pikir loh ini cerita komik Marvel atau cerita Grey’s Anatomy sih?
Ternyata, itu cuma latar belakang untuk menunjukkan karakter si Doctor Strange yang diperankan Benedict Cumberbatch. Iya, Strange itu nama belakangnya si doctor, bukan karena kelakuannya yang aneh hehehe. Lebih aneh kelakuan Sherlock Holmes si daripada doctor Strange, tapi aktornya bisa cocoklah memainkan peran ini.
Ceritanya dia medical doctor yang jagoan dan membuatnya agak arogan gitu deh, tapi karena menyetir sambil menerima telepon (contoh buruk jangan ditiru), menyebabkan dia mengalami kecelakaan dan lukanya parah sampai tangannya selalu gemetar dan tidak mungkin bisa untuk melakukan operasi lagi. Dia berusaha mencari cara supaya bisa sembuh lagi dan akhirnya pencariannya termasuk metode alternatif yang membawanya ke Kathmandu, Nepal karena dia menemukan ada seorang yang bisa sehat kembali padahal sebelumnya dia anggap kasus yang tidak ada harapan.