Saya Tidak Ikut Petisi Online

Hari ini saya mendapati beberapa teman saya menyebarkan link untuk menandatangani petisi online mengenai penundaan masuk sekolah selama pandemi. Saya setuju dengan isi petisi ini, tapi saya tidak ikut menandatangani. Alasannya karena saya tidak percaya dengan petisi online.

Petisi online meminta penundaan masuk sekolah masa pandemi

Saya tidak percaya dengan petisi online, karena alamat surel saya pernah dipakai untuk menandatangani petisi yang saya bahkan tidak pernah tau petisi itu ada. Waktu itu dengan susah payah saya harus menghapus nama saya dari petisi-petisi itu, karena sebagian besar bahkan petisinya bukan hal yang saya setujui.

Tahun lalu, saya baru menyadari kalau change.org itu cuma butuh nama dan alamat surel kita tanpa verifikasi untuk menyatakan orang tersebut menandatangani sebuah petisi. Saya mendapati beberapa orang dengan nama yang bahkan tidak saya kenal menggunakan alamat surel saya untuk menandatangani petisi tersebut.

Saat ini, saya tidak berminat mencari tahu apakah change.org sudah memperbaiki sistemnya dalam mengumpulkan petisi. Mudah-mudahan sudah ya, mudah-mudahan sekarang ini kalau menandatangani petisi ada verifikasi lagi yang dikirimkan ke surel yang kita pakai. Semoga saja tidak kejadian lagi ada yang memasukkan alamat surel orang lain demi terlihat banyak yang menandatangani.

Saya tidak percaya dengan petisi online, yang hanya bermodalkan alamat surel saja. Setiap orang bisa memiliki lebih dari satu alamat surel. Jadi walau ada terlihat banyak yang tanda tangan, dari mana diketahui bahwa jumlah tanda tangan itu sama dengan jumlah orang yang menandatangani?

Kalau menurut saya, memang petisi online ini cara mudah untuk meminta persetujuan dari orang banyak. Mengumpulkan tanda tangan asli tentunya bakal butuh lebih banyak waktu dan hasilnya belum tentu juga didengarkan oleh pihak yang ditujukan.

Terlepas dari saya tidak tanda tangan dengan petisi tentang tunda masuk sekolah masa pandemi, semua hal yang dikemukakan dalam petisi ini saya setuju. Buat apa terburu-buru buka sekolah kalau akhirnya nanti kebanyakan orangtua memilih tidak mengirim anaknya ke sekolah?

Banyak kok negara yang menunda membuka sekolah. Thailand salah satunya. Seharusnya tahun ajaran baru di Thailand sudah dimulai sejak pertengahan Mei, tapi pemerintah Thailand sejak bulan April sudah membuat keputusan kalau tahun ajaran baru akan ditunda mulai Juli.

Walaupun secara resmi tahun ajaran baru mulai Juli, beberapa sekolah mempersiapkan diri dengan mengadakan uji coba kelas jarak jauh. Acara pendidikan dengan memanfaatkan TV juga sudah dimulai.

Saya juga baca berita, di Filipina sekolah tidak akan dibuka selama vaksin belum ditemukan. Padahal rencana sebelumnya mereka menunda buka sekolah yang seharusnya Juni ke Agustus, tapi berikutnya mereka memutuskan tidak buka sekolah sampai vaksin ditemukan. Katanya bahkan anak tinggal kelas tidak masalah. Padahal Agustus masih lama loh, masih 2 bulan lagi.

Kalau baca berita, Indonesia rencana mulai tahun ajaran baru pertengahan Juli 2020. Ya sebenarnya tidak apa sih tahun ajaran baru dimulai, tapi semoga tetap ada pilihan untuk belajar daring juga. Jadi ya sama saja gaya belajarnya seperti yang sudah dilakukan tiga bulan kemarin.

Tapi apapun keputusan yang diambil pemerintah Indonesia, dan apapun keputusan tiap orang tua mengirim anak ke sekolah di masa pandemi, saya harapkan semua sudah memikirkan resiko masing-masing.

Tidak sekolah bukan berarti tidak belajar. Tidak duduk di dalam ruang kelas, bukan berarti tidak bisa mendapatkan pendidikan. Saatnya orang tua mengambil kendali terhadap pendidikan anak, terlepas dari apapun keputusan pembukaan sekolah nantinya.

New Normal yang Tidak Normal, Mendingan di Rumah Saja

Hari ini, terlepas dari kasus infeksi Covid-19 harian yang masih merayap naik, saya membaca protokol tentang normal baru untuk Indonesia dalam upaya berdamai dengan Covid-19. Protokol yang sangat banyak dan merepotkan seperti kalau naik angkutan umum harus mandi ketika tiba di tempat tujuan, atau setelah sekian kali memakai hand sanitizer disarankan mencuci tangan, sampai jangan menyentuh masker dengan tangan yang tidak bersih membuat saya merasa lebih baik di rumah saja.

new Normal

Setelah berbulan-bulan di rumah saja, beberapa negara mulai menunjukkan keberhasilan mengendalikan penyebaran infeksi Covid-19. Setelah kurva pertambahan infeksi mulai melandai dan bahkan tidak ada penularan infeksi lokal, banyak aturan-aturan ditetapkan untuk menghindari terjadinya infeksi gelombang ke-2. Aturan seperti tetap jaga jarak aman dan memakai masker paling banyak disebutkan untuk menjadi bagian dari normal yang baru.

Lanjutkan membaca “New Normal yang Tidak Normal, Mendingan di Rumah Saja”

“Malu Ah, Nanti Dibilang Pamer”

Ada yang pernah merasa begitu ketika disarankan untuk memasang hasil karya/pencapaian kita di suatu tempat? Mungkin, sebelum kita berbagi kita perlu bertanya ke diri kita apakah ini perlu untuk dilihat orang lain? Kenapa saya perlu memasang hasil karya saya di sosial media saya?

Ada beberapa orang yang mungkin senang saja pamer dengan alasan berbagi kebahagiaan. Mulai dengan hasil mengerjakan puzzle 1000 pieces sampai bikin es lilin jaman dulu kala. Kalau menurut saya, semua sah-sah saja. Kita boleh saja membagikan apa yang membuat kita bahagia, terutama kalau itu hasil kerja keras kita.

Masih ingat dengan judul buku Austin Kleon, “Show Your Work!”, dengan kata lain kita perlu untuk menunjukkan hasil karya. Kalau ada yang bilang pamer bagaimana? Ya, kita kan tidak bisa mengendalikan apa yang ada dalam pikiran orang, tapi tahu tidak hasil karya yang kita bagikan/ tampilkan/ pamerkan itu banyak gunanya buat kita dan buat orang lain.

Berikut ini beberapa hal manfaat dari membagikan hasil karya yang pernah saya rasakan.

Lanjutkan membaca ““Malu Ah, Nanti Dibilang Pamer””

Berduka di Masa Pandemi

Tidak ada manusia yang hidup selamanya, semua orang ada batas umurnya. Di awal pandemi, saya pernah berkata kepada suami semoga keluarga kami yang jauh di Indonesia semua baik-baik saja, karena kami tidak mungkin bisa pulang dengan kondisi penerbangan di masa pandemi ini.

Orangtua kami memang sudah cukup tua, dan mempunyai beberapa keluhan kesehatan sejak beberapa tahun terakhir. Tapi selain berdoa mereka tidak kena infeksi covid-19, juga berharap mereka sehat-sehat saja dan berumur panjang supaya bisa beretemu lagi. Saya rasa setiap orang pasti berharap hal yang sama.

Designed by mindandi / Freepik

Manusia hanya bisa berdoa dan berharap tapi umur di tangan Tuhan. Kami sungguh tidak menduga kalau ibu mertua saya yang kami panggil Emak dipanggil Tuhan di masa pandemi ini. Rasanya? jangan ditanya, saya tidak bisa mendeksripsikannya dengan kata-kata.

Namanya duka itu sama apapun penyebabnya, rasanya sedih luar biasa. Walaupun kita tahu tidak ada manusia yang bisa hidup selamanya, kita tidak akan pernah siap kehilangan orang yang kita sayangi. Sebagai orang yang percaya Tuhan, kita harus menerima dan mengikhlaskan. Saya percaya dukacita itu datang tidak sendirian. Akan ada pelangi sehabis hujan.

Saya belajar, rasa duka itu jangan disimpan sendiri tapi dibagikan supaya tidak jadi penyakit. Saya sungguh merasakan tangan Tuhan bekerja menghiburkan kami yang jauh di negeri orang ini. Kami mendapatkan ucapan turut berduka dan doa-doa yang luar biasa dari banyak sekali kerabat dan teman-teman di media sosial dan jalur pribadi ke kami.

Banyak ucapan dari teman-teman yang selama ini sudah lama sekali tidak pernah berinteraksi dan saya pikir sudah tidak aktif lagi di media sosialnya. Sungguh saya berterimakaih untuk semua ucapan yang sudah menguatkan kami.

Saya belum bisa membalas semua ucapan duka sekarang ini. Rasanya untuk menuliskan ini saja, saya memaksakan diri supaya saya tidak larut dengan pikiran sendiri. Saya bersyukur kalau ternyata di masa pandemi ini, masih banyak yang perduli dengan kami.

Dengan bantuan teknologi internet, kami bisa melihat wajah Emak untuk terakhir kali. Kami bisa melihat ibadah kebaktian pelepasan, penutupan peti sampai diantar ke peristirahatannya yang terakhir. Kami berterimakasih dengan semangat gotong royong yang ada,masih ada beberapa orang yang bisa hadir walaupun di masa pandemi.

Masa pandemi memang bukan masa yang normal. Normalnya, mungkin yang hadir akan lebih banyak lagi, tapi ada yang bisa membantu semua sampai dimakamkan saja rasanya sudah luar biasa. Saya juga tidak berharap melihat ada kerumuman orang yang banyak, karena saya juga tidak ingin melihat kedukaan kami membawa kedukaan berikutnya buat orang lain kalau misalnya salah satu yang datang orang tanpa gejala.

Ada satu hal yang selalu jadi pertanyaan kalau ada yang meninggal saat ini. Biasanya akan ada yang bertanya-tanya: jangan-jangan covid-19? Memang ada banyak berita di mana seseorang yang meninggal karena didiagnosa penyakit biasa, belakangan diketahui positif covid-19 atau masuk kategori PDP. Nah untuk hal ini, maka saya merasa lega kalau Emak bisa dimakamkan secepatnya dan kami tetap bisa melihatnya untuk terakhir kali.

Kemarin, ada seorang saudara juga bertanya ke saya, apa penyebab kematian Emak? yang saya tahu Emak memang sudah lama punya penyakit diabetes dan komplikasi ke jantung setahun terakhir ini. Beberapa hari terakhir juga tidak ada keluhan seperti orang yang sakit covid-19 dan kesehatannya selalu dipantau oleh dokter pribadi alias adik ipar saya.

Kepergian Emak kemarin memang sangat mendadak, sore harinya masih sempat main dengan cucu-cucunya. Malam harinya masih sempat minta dibikinkan teh hangat ke bapak, dan teh baru jadi, Emak sudah terbaring pergi begitu saja. Jadi ya, saya hanya bisa menjawab semoga saja bukan covid-19, karena kalau iya, saya tidak bisa bayangkan keluarga kami yang lain akan terkena juga.

Bertanya untuk menunjukkan perhatian dengan rasa ingin tahu itu beda tipis. Tapi sebagai yang berduka, saya juga mengerti kenapa ada pertanyaan tersebut. Sebagai yang berduka, kita juga harus menerima kalau yang datang tidak sebanyak masa normal.

Hari ini saya mendapat berita duka lain dari Medan. Salah seorang kerabat dari papa saya meninggal pasca operasi. Mama saya jadi dilema pergi atau tidak untuk menyampaikan rasa dukacitanya. Sebagai orang batak, pemakaman orangtua di atas umur 60 tahun biasanya bisa berhari-hari dan seperti pesta besar saja, tapi tidak di masa pandemi ini.

Mama saya sudah masuk dalam lanjut usia, sudah 74 tahun, jadi termasuk beresiko tinggi terhadap covid-19. Saya tegaskan ke mama saya, mungkin kerabat yang meninggal memang bukan karena covid, tapi lingkungan rumah sakit dan bertemu dengan banyak orang dari berbagai area, itu yang berbahaya. Akhirnya mama saya menelpon saja untuk menyampaikan rasa dukanya.

Pengalaman berduka di masa pandemi ini mengajarkan saya 3 hal:

  • Hal pertama: sampaikan dukacita tanpa bertanya-tanya penyebabnya, apalagi dengan nada menuduh jangan-jangan covid-19. Karena belum tentu semua orang menerima dengan baik maksud pertanyaannya dan malah bisa membuat yang berduka jadi tambah kesal.
  • Hal kedua: jangan memaksakan diri untuk datang ke acara duka, apalagi jika kita termasuk golongan beresiko tinggi atau bukan keluarga langsung. Karena walaupun mungkin yang meninggal bukan karena covid-19, selalu ada resiko bertemu orang tanpa gejala di keramaian. Utamakan keselamatan diri sendiri terlebih dahulu
  • Hal ketiga: internet bukan lagi sekedar dunia maya dengan anonimity dan nama palsu. Internet sudah menjadi perluasan dunia kita yang sebenaranya. Semua komentar duka yang disampaikan di sosial media ataupun jalur pribadi, sama tulusnya dengan ucapan langsung. Bahkan emoji yang ada juga sudah merupakan reaksi dari lingkungan sosial kita.

Masa pandemi ini, bisa dibilang sebagai masa kegelapan. Ada kesedihan di mana-mana. Kesedihan karena kehilangan orang yang kita sayangi ataupun karena kehilangan pekerjaan atau hal-hal lainnya. Semoga pandemi segera berlalu, dan kita bisa berduka ataupun berbagi tawa dengan lebih normal seperti dulu.

Harapan Setelah Pandemi Berakhir

Walaupun belum tahu kapan pandemi ini berakhir, saya ingin berangan-angan. Melihat cara-cara manusia beradaptasi terhadap situasi khusus di masa pandemi, saya berharap beberapa hal bisa tetap dilakukan pasca pandemi. Namanya juga harapan, belum tentu terwujud, tapi ya namanya juga angan-angan.

Pernikahan Tanpa Resepsi Mewah

Esensi pernikahan itu untuk mengikat janji sehidup semati menjadi suami istri. Sebelum pandemi, ada banyak sekali saya membaca pengantin baru yang harus menanggung beban membayar hutang pesta pernikahan yang hanya sehari itu.

Resepsi pernikahan berupa pesta mewah yang menghabiskan biaya banyak itu tidak ada gunanya. Mungkin banyak yang tidak setuju dan berpendapat kalau pesta itu untuk berbagi kebahagiaan. Tapi apa iya berbagi kebahagiaan kalau akhirnya harus menghabiskan dana yang tidak sedikit dari kerabat yang memaksakan diri datang, terutama dari luar kota, atau bahkan dari luar negeri? Ongkos pesawatnya kalau dijadikan amplop hadiah pengantin rasanya bakal bikin pengantin merasa wow, bisa buat nambah bayar uang muka beli rumah.

Dari pihak pengantin, mengeluarkan biaya tidak sedikit juga. Mulai dari sewa gedung, sewa fotografer, bayar katering makanan, bayar pemusik untuk hiburan, bayar seragam kalau misalnya ada keluarga yang menuntut seragam. Belum lagi untuk baju pengantin yang hanya akan dipakai sekali lalu disimpan dalam lemari.

Lanjutkan membaca “Harapan Setelah Pandemi Berakhir”

TV Series: The Orville (2017-)

Serial The Orville, merupakan serial TV Amerika bergenre science-fiction, yang juga mengandung unsur petualangan, komedi dan drama. Awalnya saya pikir serial ini hanya berusaha memparodikan serial TV Star Trek, tapi ternyata saya salah. Sejauh ini baru ada 2 season. Season pertama tayang tahun 2017 – 2018 dan season ke-2 tayang 2018 – 2019. Rencananya akan ada season ke-3 di akhir tahun 2020. 

Awak kapal The Orville (source: IMDB The Orville)

Seperti halnya dengan Star Trek, film ini mengambil tempat di sebuah kapal luar angkasa bernama The Orville dengan misi eksplorasi dan membantu sesama anggota Planetary Union. Kisahnya terjadi sekitar abad ke-25 atau 400 tahun dari sekarang. Awak kapalnya terdiri dari berbagai spesies yang tergabung dalam Planetary Union. Masing-masing spesies yang ada umumnya seperti manusia, walaupun ada juga spesies aneh yang berbentuk seperti jell-o ataupun yang seperti robot cerdas dari metal dengan kesadaran kolektif.

Lanjutkan membaca “TV Series: The Orville (2017-)”

Physical Distancing dan Good Friday

Ada gak yang mengalami apa yang saya alami. Sekarang ini, setiap melihat foto atau video di mana ada banyak orang ramai-ramai berkerumun, yang pertama terpikir adalah: “Wah mereka kok tidak jaga jarak aman”. Pikiran berikut:”Kok ga pada pake masker sih!” Kemudian saya tersadar, lah itukan foto dan video lama, bukan baru-baru ini.

Tapi jangankan lihat foto dan video lama, kalau melihat drama yang masih on-going tayang setiap minggu saja, saya berpikir: “Wow mereka berani sekali ya tetap produksi film. Kira-kira apa yang mereka lakukan untuk merasa aman di antara kru film atau artisnya tidak ada yang jadi spreader? apakah mereka mengadakan rapid test terlebih dahulu dan mengisolasi kelompok mereka supaya tidak berinteraksi sama sekali dengan dunia luar? Kira-kira kalau ada aktor atau kru film nya yang mengalami gejala, apakah mereka akan berhenti produksi seketika?”

Parah ya? Setelah kurang lebih 3 minggu di rumah saja dengan segala himbauan untuk jaga jarak aman dan memakai masker, rasanya sudah seperti dicuci otak saja. Gimana dengan orang-orang di Wuhan yang katanya lockdown selama 76 hari? Kira-kira setelah berapa hari kondisi di Thailand akan kembali normal?

Himbauan untuk menutup sekolah-sekolah dan lembaga kursus di Thailand di mulai sejak 18 Maret 2020, awalnya direncanakan sampai 30 Maret saja. Pada waktu itu bahkan belum ada rencana pembatalan Festival Songkran dan pesawat domestik dan internasional masih banyak beroperasi.

Lalu, karena semakin banyak kasus positif di seluruh Thailand, setiap hari peraturan bertambah, dan sekarang ini setelah semua sekolah ditutup, Kementrian Pendidikan Thailand mengumumkan tahun ajaran baru yang biasanya dimulai bulan Mei akan diundur dan mulai lagi 1 Juli 2020. Untuk sekolah Internasional, dipersilahkan mengatur tahun ajaran sendiri asalkan pelaksanaanya ya dari rumah masing-masing.

Dengan pengumuman ini, berarti sekolah dan lembaga kursus di Thailand diliburkan selama kurang lebih 100 hari. Selain aturan sekolah, kantor-kantor belum semuanya bekerja dari rumah. Beberapa orang yang kerjanya di mall tentunya sudah dirumahkan karena mall tidak boleh buka kecuali yang menjual makanan saja. Semua orang di luar rumah wajib memakai masker. Beberapa bis antar kota sudah berhenti beroperasi.

Lanjutkan membaca “Physical Distancing dan Good Friday”