Mainan Marbotic ini kami beli bulan Februari lalu. Awalnya Joshua melihat vide nya di YouTube. Terus dia sering minta dibeliin. Saya merasa mainan huruf dan angka Joshua sudah cukup banyak, sudah ada OSMO juga. Tapi akhirnya, kami belikan juga. Alasannya, OSMO itu dulu dibeli untuk Jonathan, sedangkan Joshua belum pernah dibelikan mainan seperti ini. Joe juga penasaran aja gitu pengen tau cara kerjanya hehehe.
Kami membeli Marbotic Smart Letter dan Marbotic Smart Number saja dari ebay Australia karena situs resminya tidak mengirim barangnya ke Thailand. Waktu itu harganya sekitar 2.606 THB termasuk ongkos kirim. Kami mendapatkan harga cukup murah dibandingkan harga situs resminya karena walaupun barangnya baru, mereka menjualnya sebagai kategori barang bekas. Seingat saya, tidak sampai seminggu sejak dipesan, barangnya sudah sampai.
Hari ini saya akan menuliskan tentang Marbotic Smart Letters saja. Lain kali saya akan menuliskan tentang Marbotic Smart Numbers.
Packaging dan Bentuk Fisiknya
Marbotic Smart Letters dikemas dalam kotak yang besar. Setiap huruf disusun dengan rapi dan ada 3 tingkat untuk menyimpannya. Setiap huruf ukurannya cukup besar dan ada pegangannya untuk nantinya anak bisa menempelkannya di atas layar tablet.
Kayunya bagus dan terlihat kokoh. Karena hurufnya ukuran besar, mainan ini bisa dimainkan mulai dari 2 tahun, tapi ya kalau tidak mau anak sering-sering terpapar layar gawai mungkin bisa ditunda sampai 4 tahun (Joshua umur 4.5 tahun saat kami beli mainan ini).
Hari ini, saya akan menulis review film Korea lagi. Ini merupakan topik pertama dari tantangan 30 Topik Kokoriyaan bareng teman-teman di group Drama Korea dan Literasi. Film “Time to Hunt” ini baru release April 2020 di Netflix, jadi masih relatif baru.
Berbeda dengan dua film yang pernah kami review bareng sebelumnya yang bertema komedi, film ini genrenya mirip-mirip film Amerika. Netflix memberi rating 18+ untuk film bergenre crime, gangster, heist and gritty movie karena ada banyak adegan kekerasan dan bahasa yang tidak sesuai dengan anak-anak.
Film ini pertama kali ditayangkan tanggal 22 Februari 2020, di acara 70th Berlin International Festival. Film ini juga merupakan film Korea pertama yang masuk seleksi Berlinale Special section. Akhir April 2020, film ini release di seluruh dunia melalui Netflix.
Ceritanya
Cerita di mulai ketika 3 sekawan bertemu dengan temannya yang baru keluar setelah 3 tahun di penjara. Teman yang baru keluar dari penjara ini ternyata seperti pemimpin mereka dalam melakukan kejahatan seperti pencurian. Dia mengorbankan dirinya tertangkap ketika mereka ber-4 mencuri bersama.
Si pemimpin yang baru keluar dari penjara ini bercerita tentang mimpinya untuk pensiun dari dunia kejahatan. Dia ingin memiliki resort di Kenting Beach, Taiwan yang memiliki pantai berwarna hijau seperti di Hawaii. Tapi untuk itu tentunya dia butuh modal, katanya dengan modal 200 ribu USD, dia bisa mendapatkan 8 ribu USD perbulan (atau perhari ya), intinya sih gak perlu kerja repot-repot lagi tinggal menikmati hasil deh.
Review film kali ini merupakan kegiatan review bareng ke-2 bersama teman-teman di WAG drakor dan literasi (iya isinya memang teman-teman yang hobi nonton drama Korea selain menulis setiap hari). Alasan memilih film ini tentu saja karena film yang baru release di awal tahun 2020 ini genrenya drama komedi yang cocok ditonton bersama dengan keluarga.
Judul dari film ini merupakan cara penulisan romanisasi dari nama tokoh utamanya, tapi sebenarnya penulisannya bukan Zoo, melainkan Joo. Tapi namanya romanisasi, tentu saja tidak harga mati. Bunyinya masih mirip-mirip lah ya Joo ataupun Zoo. Dalam ceritanya si mister ini akan punya kemampuan dengan banyak binatang, maka pemakaian kata Zoo sekalian menggambarkan kumpulan hewan yang banyak tampil di film ini.
Kalau mau cari tau apakah film berdurasi 113 menit ini cocok untuk tontonan keluarga Anda, silakan lanjutkan membaca sampai habis. Siapa tahu lagi tidak ada ide mau menonton apa di akhir pekan ini.
Belakangan ini saya lagi agak rajin menulis review film, drama ataupun buku. Manfaat menuliskan review ini biasanya untuk diri sendiri sih, harapannya juga bisa bermanfaat memberikan informasi untuk orang lain yang sedang mempertimbangkan menonton film atau membaca buku. Tulisan kali ini catatan buat saya pengalaman mereview film Korea “Exit” ( 2019) bersama teman-teman sesama pecinta film dan drama Korea.
Menulis review tidak selalu mudah, apalagi kalau kita ingin menjaga jangan sampai menuliskan spoiler. Banyak orang yang tidak mau membaca review karena takut jadi tidak bisa menikmati filmnya kalau ada spoilernya, ada juga yang sengaja mencari review dan bagaimana akhir sebuah cerita supaya bisa menikmati film tanpa banyak bertanya-tanya dan tinggal menikmati visualisasi yang ada.
Kalau buat saya, menulis review ini seperti catatan akan hal-hal yang menarik dari film tersebut. Selain itu tentunya catatan kalau ada pelajaran yang didapatkan dari sebuah film. Sedapat mungkin saya berusaha menuliskan tanpa detail bagaimana akhir dari ceritanya.
Beberapa waktu lalu, saya dan teman-teman sesama penonton drama Korea bikin kegiatan mereview film dan saling menambahkan link. Ternyata, kegiatan mereview bareng seperti itu terasa lebih seru dibandingkan mereview sendirian. Tentunya, saya membaca review teman-teman saya setelah saya menonton dan menuliskan review ala saya.
Bukan, ini bukan film tentang pandemi. Dalam tulisan ini saya mau review film “Radius” (2017), jadi bukan mau bahas pandemi Covid-19. Tapi harap maklum kalau dalam tulisan ini di sana sini akan ada beberapa hal yang dikaitkan dengan situasi saat ini.
Film produksi Kanada bergenre science-fiction thriller tahun 2017 ini dibintangi oleh Diego Klattenhoff, seorang aktor yang dikenal sebagai agen Ressler dalam TV Seri Amerika, “The Blacklist“. Film berdurasi 87 menit ini dari awal sampai akhir cukup menarik untuk disimak karena ada misteri yang membuat saya menonton sambil bertanya-tanya bagaimana kelanjutannya dan cara mereka menyelesaikan persoalannya.
Ceritanya
Ceritanya di mulai dengan tokoh pria yang baru tersadar dari kecelakaan mobil dan kehilangan ingatannya. Dalam keadaan masih setengah sadar, dia semakin bingung karena setiap ada orang atau hewan berada di dekatnya, semuanya langsung jatuh dan mati. Bukan cuma orang yang lewat, bahkan burung yang terbang juga kalau kurang dari jarak tertentu, bisa tiba-tiba jatuh ke tanah.
Tulisan ini sebagai bagian kegiatan nulis review film bareng dari grup KLIP (Kelas Literasi Ibu Profesional) yang suka nonton drakor selain literasi. Karena menonton drama korea butuh waktu lebih banyak, yuklah kita nonton film Korea sesekali. Industri film Korea gak kalah keren kok dari film Hollywood.
Sekali-kali nonton film Korea, jangan dramanya saja. Film ini berdurasi 1 jam 43 menit, dan cocok buat hiburan untuk seluruh keluarga. Film bergenre action, comedy ini bercerita tentang bagaimana seorang yang hobi panjat tebing menyelamatkan keluarga dan dirinya sendiri dari bencana gas beracun yang tersebar di kota Seoul.
Awalnya saya pikir, bagaimana mungkin cerita bencana dijadikan film komedi? Apa lucunya sebuah bencana? Bencana tentu saja tidak lucu, di bagian inilah dibutuhkan aksi untuk menyelamatkan diri.
Ceritanya
Film ini bisa dibilang terbagi dua, bagian awalnya lebih ringan dan komedi. Menceritakan latar belakang tokoh pria anak bontot yang sudah dewasa, hobi panjat tebing tapi hidupnya kurang beruntung. Keluarganya sering menjadikan bahan olok-olok karena dia masih tinggal dengan orangtuanya dan belum juga mendapatkan pekerjaan. Kerjanya sehari-hari ya makan tidur selain olahraga di taman tempat anak-anak kecil bermain.
Ibu dari tokoh pria ini akan berulang tahun ke 70, mereka mengadakan pesta agak jauh dari rumahnya. Belakangan diceritakan, ternyata si tokoh pria sengaja memaksa keluarganya menyewa ruang pertemuan di gedung yang jaraknya hampir 2 jam dari rumah mereka karena dia tahu gadis yang pernah dia suka 5 tahun sebelumnya bekerja di gedung pertemuan tersebut.
Sedikit kilas balik, tokoh pria bertemu dengan tokoh wanita di tempat mereka berlatih panjat tebing. Cewek ini walau hobi panjat tebing tapi manis loh, jangan bayangkan cewek macho ya! Tapi ceritanya si cewek menolak si pria karena menganggapnya seperti abang saja, ouch.
Cewenya lebih jago manjat
Sampai di bagian ini, kisah filmnya masih terasa lucu. Percakapan antara tokoh-tokoh yang ada, dan kelakuan dari tokoh yang lain cukup untuk bikin saya senyum-senyum. Misalnya saja tentang ayahnya yang suka nonton drama Korea, rebutan remote dengan ibunya, khas film keluarga.
Berbeda dengan film-film yang terkadang lama dalam membangun latar belakang cerita, film ini menurut saya berjalan cukup cepat dan bahkan berhasil mengusir rasa kantuk yang sebelumnya ada sebelum mulai nonton. Dengan singkat saya bisa merasakan kasihan banget si tokoh pria ini. Bahkan di saat pesta dia sulit untuk jaga image dirinya dihadapan cewek yang dia masih suka, karena kelakuan keluarga besarnya.
Bagian kedua yang penuh aksi dari film ini dimulai ketika pesta ulang tahun usai. Sebelum mereka sempat pulang, ada orang yang menyebarkan gas beracun di area kota gedung pertemuan. Gas beracun ini bisa mengakibatkan orang yang terkena gas akan terluka kulitnya dan jika terhirup ke paru-paru bisa merusak paru-paru. Ketika melihat orang banyak berlari panik dan jalanan sudah mulai kacau, mereka memutuskan untuk masuk kembali ke gedung pertemuan.
Mulai dari titik ini, komedinya berkurang. Yang ada adalah perasaan seru ingin lari di tempat seakan bisa membantu mereka lari menyelamatkan diri dari gas beracun.
Namanya lari dari asap/gas, masuk ke dalam ruangan itu belum tentu aman. Gas itu bisa masuk melalui ventilasi. Jadi, setelah mereka masuk ke gedung pertemuan, mereka perlu mencari tempat yang agak tinggi. Baru merasa sedikit aman, eh gas beracunnya ternyata mulai naik juga. Mereka buru-buru lari menuju atap gedung.
Tentunya karena ini film, tak semudah itu mereka bisa keluar ke atap, karena si manajer gedung pesta ternyata tidak punya kuncinya. Kuncinya tertinggal di lantai dasar yang sudah penuh asap. Lalu bagaimana caranya mereka ke atap gedung? Di sinilah aksi si tokoh pria yang jago panjat gedung jadi berguna.
Udah segitu aja? Mereka semua langsung selamat? Tentu tidak, karena satu dan lain hal si pria dan wanita tidak muat ke dalam helikopter yang datang menyelamatkan keluarga si pria. Tinggallah mereka berdua di atap gedung menunggu helikopter lain datang menyelamatkan mereka.
Karena asap terus naik dan hampir mencapai gedung tempat mereka berada, mereka mulai memikirkan mencari titik yang lebih tinggi lagi. Bisa dibilang, mulai dari situ isi dari film ini adalah mereka berlari, memanjat, melompat dan berlari lagi sambil harus mengenakan baju dari jas hujan plastik dan diplester dengan plester besar seadanya.
memakai alat pelindung diri plus plester seadanya
memperkirakan rute yang harus diambil dari atap ke atap menembus asap
olahraga yang selama ini dilakukan jadi berguna untuk bergantung begini
tokoh cewenya juga jagoan bergantungan begini
beberapa aksi untuk menyelamatkan diri dari asap beracun (Sumber: IMDB Exit (2019))
Mereka mendapatkan topi masker yang ada oksigen untuk 10 – 15 menit saja yang tersedia sebagai masker darurat di gedung pertemuan. Mereka berlari sambil mencari tempat-tempat di mana ada oksigen untuk tambahan. Untungnya pemerintah kota juga bertindak cepat untuk menyebarkan alat pelindung diri ini di tempat tertentu. Mereka berusaha berlari ke tempat yang lebih tinggi sambil menunggu helikopter yang datang menyelamatkan mereka.
Nah yang bikin seru adalah, entah kenapa helikopternya ga ada yang melihat mereka walaupun mereka lari dari atap satu gedung ke atap gedung lain. Sampai akhirnya ada satu drone ilegal yang melihat mereka yang disiarkan langsung di sebuah saluran TV.
Saya semakin heran, kenapa setelah disiarkan di TV begitu, helikopter penyelamat tetap saja tidak langsung datang. Malahan banyak drone (ilegal) lain yang datang seperti berlomba ingin menyiarkan detik-detik terakhir hidup mereka.
Nah bagaimana kelanjutannya? Apakah mereka akhirnya bisa selamat mencapai titik lebih tinggi daripada gas beracun? Apakah helikopter penyelamat akan datang tepat waktu? Bagaimana cara melenyapkan gas beracunnya? Ini bisa ditonton sendiri. Gak seru kalau semua dikasih tahu di sini, hehe.
Daya Tarik Film Ini
FIlm ini diperankan oleh Cho Jong-Seok dan Lim Yoon-ah. Film ini sudah mendapat banyak award untuk artis dan aktornya, termasuk nominasi award untuk Baeksang Art Award ke-56 yang baru akan diumumkan bulan Juni nanti. Film ini menempati film terlaris ke-3 sepanjang 2019 dengan lebih dari 9,4 juta tiket terjual di Korea.
Akting dari pemeran utama maupun pemeran pendukung semua terasa menyenangkan untuk dilihat. Percakapan yang ada juga bisa menambah kelucuan ataupun ketegangan dari film ini.
Jalan cerita yang cukup cepat dan penjelasan tentang bencana gas beracun sampai penyelesaianya semua diselesaikan dengan tuntas. Saya tidak suka film yang banyak hal dibiarkan menggantung tanpa penjelasan, jadi penyelesaian cerita itu penting buat melihat sebuah film menarik atau tidak.
Saya juga kagum dengan stamina dari tokoh wanitanya. Dia bisa mengimbangi berlari, memanjat dan melompat yang dilakukan oleh tokoh prianya. Mungkin saja mereka pakai pemeran pengganti, tapi pada saat wajahnya di perlihatkan dari dekat, kelihatan cukup meyakinkan si wanita seperti benar-benar berlari tanpa henti.
Penutup
Film ini cukup menarik untuk ditonton bersama keluarga. Kita bisa belajar beberapa teknik menyelamatkan diri jika ada bencana, termasuk memikirkan cara memberi tanda SOS.
Anak saya yang kecil agak takut melihat filmnya, dia takut terutama karena banyak adegan berlarinya, dia sepertinya merasa lelah karena terbawa dengan suasana film pengen ikut lari-lari, hehehe.
Gimana, masih ragu mau nonton atau tidak? Ini beberapa tulisan dari teman-teman saya yang juga mereview film ini. Siapa tau masih butuh sudut pandang lain sebelum memutuskan menontonnya. Mampir yuk ke tulisan teman-teman saya.
Sekitar dua hari yang lalu, saya mendapatkan e-mail yang mengingatkan kalau saya sudah setahun memakai aplikasi Duolingo untuk belajar bahasa Korea. Sebelum memakai ini, saya sudah mencoba juga memakai Memrise yang pernah saya tuliskan di sini. Saya jadi ingat kalau saya belum pernah menuliskan tentang aplikasi Duolingo di blog.
Duoversary e-mail dari Duolingo
Walaupun aplikasi Duolingo dan Memrise sama-sama saya pakai untuk belajar bahasa Korea dan metodenya mirip, saya akhirnya meninggalkan Memrise tapi tetap meneruskan Duolingo. Beberapa alasannya karena: Memrise materinya semakin lama semakin berat dan tidak banyak petunjuk, Duolingo terasa lebih fun dan ringan karena ada banyak petunjuknya dan saya bisa mengerjakan lebih sebentar.