Hari ini pak pos datang pagi-pagi ke rumah, nganter paket buku Homeschool CLE term yang akan datang. Kami pesan dari tanggal 26 Maret 2019 lalu dan baru sampai hari ini. Sengaja sih mesannya dari sekarang, karena pengalaman kalau mesannya berdekatan dengan pergantian tahun ajaran, semua orang juga lagi mesan dan mereka lebih lama lagi memproses orderannya.
Buku-buku CLE ini kami pesan dari situsnya langsung, dikirim dari Amerika dengan ongkos kirim sebesar 20 persen dari harga bukunya. Ongkos kirim internasional ini flat rate, dan dibandingkan dengan kurikulum lainnya, CLE ini yang paling murah ongkos kirimnya. Tapi kami memilih kurikulum ini bukan karena masalah ongkos kirimnya saja, tapi karena kurikulumnya juga sudah teruji dan dipakai lebih dari 30 tahun. Dari pengalaman memakai kurikulum ini sejak Jonathan kelas 2 dan tahun ini akan selesai kelas 3, kami cukup puas dan melihat Jonathan cukup bisa mengerjakan pelajarannya dengan mandiri.
Buku Prayer for a Child merupakan buku klasik yang pertama kali terbit tahun 1944 tapi masih menarik untuk dibacakan sampai sekarang. Ditulis oleh Rachel Field dan setiap halamannya berisi ilustrasi gambar oleh Elizabeth Orton Jones.
Kami membeli buku ini dari Amazon waktu Jonathan masih kecil. Buku ini merupakan salah satu buku terpanjang yang dihapal Jonathan sebelum dia bisa membaca dan merupakan salah satu buku rutin yang dibaca sebelum tidur. Saya ingat, waktu kami pulang ke Indonesia buku ini juga kami bawa untuk bacaan sebelum tidur. Setelah Jonathan lancar membaca, dia mulai tertarik membaca buku lain dan buku ini kami simpan untuk adiknya.
Jonathan waktu 3 tahun 7 bulan
Sejak Joshua tertarik dibacakan buku, kami juga sudah membacakan buku ini berkali-kali ke Joshua. Lagi-lagi, walaupun dia dalam buku ini cukup panjang, Joshua juga bisa menghapalkannya sejak dia belum terlalu bisa membaca.
Beberapa lama buku ini sempat ditinggalkan dan baru belakangan ini dibaca lagi. Walau sekian lama gak dibaca, Joshua masih ingat dengan isi buku ini. Joshua sekarang sudah agak bisa membaca, tapi walaupun dia selalu membalik halaman seolah membaca, saya yakin sebagian besar berupa hapalan dan bukan benar-benar bisa dibaca.
Buku ini dilengkapi dengan ilustrasi yang cukup menarik dari setiap baris doanya. Kata-kata yang digunakan tidak semua sederhana, tapi cukup berima sehingga mudah diingat. Setelah membacakan beberapa kali, baru melihat gambarnya saja saya bisa ingat kalimatnya.
Joshua 3 tahun 10 bulan
Sekarang, setiap malam Joshua membaca buku ini dan meminta saya mengikuti setiap kalimat yang dia ucapkan. Kadang-kadang dia juga sambil menirukan saya yang pernah memakai buku itu untuk bermain: apa yang kamu lihat, atau mengenali objek-objek yang ada.
Secara isi doa, walaupun doa ini ditujukan penulis untuk anak perempuannya Hannah, tapi doa ini bisa juga diucapkan anak laki-laki. Bahkan bisa untuk orang dewasa sekalipun.
Doanya dimulai dengan bersyukur untuk susu dan roti (makanan), bersyukur untuk tempat tidur yang ada, bersyukur untuk mainan yang dimiliki sampai mendoakan semua anak-anak di seluruh dunia jauh maupun dekat.
Buku ini merupakan buku yang bagus untuk mengajari anak berdoa. Kita bisa mengajari anak berdoa bukan hanya untuk diri sendiri saja, tapi juga untuk semua hal kecil dan besar, mengucap syukur untuk orangtua dan saudara. Tak lupa mendoakan sesama (anak-anak lain).
Walaupun pada saat anak-anak kami membaca buku ini kemungkinan besar mereka belum mengerti sepenuhnya dengan isi doanya, tapi kami senang menemukan buku yang mengajari anak berdoa seperti ini.
The Manga Guide to Microprocessor sebenarnya bukan buku baru (terbit Agustus 2017), tapi karena Jonathan baru menyelesaikan buku ini jadi akan saya review. Dulu saya mendapatkan ebook buku ini dari salah satu sale di HumbleBundle bersama dengan beberapa buku lain. Seri “The Manga Guide to” ini ada banyak semuanya menjelaskan suatu topik dengan style komik jepang (Manga).
Buku yang menjelaskan mengenai microprocessor ini seharusnya belum cocok untuk usia Jonathan tapi karena dia sudah saya ajari bilangan biner dan gerbang logika (lewat game) jadi buku ini sebagian besar bisa dimengerti.
Buku ini mengajarkan dari mulai topik dasar bilangan biner, gerbang logika, sirkuit latch (flip flop), dan sedikit mengenai CPLD dan FPGA. Topik diteruskan dengan arsitektur komputer secara umum (Register, RAM, interrupt dsb). Assembly juga dibahas tapi hanya sekilas saja, dan terakhir ada pembahasan mengenai microcontroller.
Awalnya saya memberi buku ini adalah karena Jonathan ingin membuat kalkulator di Minecraft. Di Minecraft kita bisa membuat redstone circuit, yaitu mekanisme yang memakai blok tertentu. Kita bisa membuat banyak hal, termasuk juga gerbang logika (AND, OR, NOT, dsb).
Masih cerita soal buku yang di beli di Big Bad Wolf Desember lalu. Jonathan gak sengaja memilih 1 buku Secret Coders. Sebenarnya beli buku ini awalnya tertarik karena judulnya saja, dan saya malah gak tau isinya berupa komik. Ceritanya mengenai seorang anak usia 12 tahun yang pindah sekolah dan menemukan beberapa misteri yang ternyata bisa dipecahkan dengan pemrograman. Buku ini sejenis pengenalan pemrograman juga buat Jonathan.
Buku yang kami beli di BBW itu hanya buku nomor 2. Waktu kami kembali ke BBW lagi untuk mencari nomor lainnya, kami gak berhasil menemukannya. Akhirnya karena Jonathan sudah baca buku ke-2 itu berkali-kali, kami memutuskan untuk memnbeli buku lainnya dari Amazon.
Murderous Math adalah seri buku edukasi matematika yang kami beli di Big Bad Wolf book sale. Isi bukunya adalah cerita ngalor ngidul kocak dengan banyak fakta matematika disisipkan di dalamnya. Buku ini juga memiliki banyak ilustrasi yang menarik.
Membahas Fibonacci
Pembahasan matematikanya dalam berbagai serinya cukup luas, dari mulai konsep bilangan (termasuk juga basis bilangan), geometri (konsep pengukuran, pythagoras, 2 dimensi dan 3 dimensi), uang, probabilitas dsb.
Saya tidak tahu apakah anak-anak yang tidak suka matematika akan suka buku ini atau tidak, tapi Jonathan (usia 8 tahun) sudah menyelesaikan membaca kesepuluh buku yang kami beli dan dia sangat menyukainya dan bahkan sering dibaca ulang. Saya yakin jonathan belum mengerti semuanya, tapi itu tidak membuat dia berhenti membaca bukunya karena lucu. Contohnya di dalam salah satu buku ada konsep mengenai persamaan kuadrat. Materi ini terlalu berat untuk anak umur 8 tahun.
Udah beberapa waktu belakangan ini, kegiatan membaca buku berkurang banyak dibanding sebelumnya. Jonathan tetap membaca banyak buku, walaupun sepertinya banyak juga yang dia bacanya sebagian-sebagian saja. Dibandingkan Jonathan, saya kalah banyak dalam hal membaca.
Setiap tahun, selalu punya target membaca 1 buku 1 bulan (teorinya 1 buku 1 minggu, tapi mari kita realistis dengan 1 buku 1 bulan), tapi kenyataannya seringkali 1 bulan berlalu tanpa menyelesaikan buku yang sudah dimulai di baca.
Waktu BBW kemarin, sudah membeli beberapa buku. Pulang ke Indonesia kemarin juga membeli beberapa buku lagi untuk di baca. Dari semua buku yang di beli, belum ada yang dibaca sampai tuntas. Lemari buku sudah hampir penuh dan perlu di reorganisasi, tapi yang lebih penting lagi buku-buku yang sudah dibeli jangan sampai gak dibaca sampai berdebu.
Di Depok, ada banyak buku yang kami tinggalkan juga waktu kami pindah ke Chiang Mai. Melihat buku-buku yang kami tinggalkan itu, saya jadi ingat masa-masa kami agak rajin beli buku dan baca buku. Entah kenapa, buat saya kegiatan membaca itu seperti kegiatan musiman, padahal katanya, kalau mau lancar menulis sebaiknya rajin membaca juga. Mungkin ini kenapa belakangan agak sulit menulis ya, karena udah lama ga membaca hehehe.
Bulan ini sudah 11 hari, ada 1 buku yang sudah dimulai baca. Bukunya gak tebal, tapi karena ga dilanjutkan ya ga selesai juga. Sepertinya saya perlu juga menargetkan waktu baca setiap harinya, bukan cuma membuat sehari satu tulisan saja.
Dipikir-pikir, membaca fiksi biasanya bisa lebih cepat daripada non-fiksi. Tapi, kemarin malahan banyakan beli buku non-fiksi. Pantesan saja saya kalah banyak membacanya dibandingkan Jonathan. Mungkin saya harus membuat perlombaan dengan Jonathan dalam hal membaca supaya saya juga jadi membaca buku.
Target baca buku bulan ini, saya ingin membaca 20 menit sehari. Kita lihat saja ada berapa banyak buku yang akan selesai sampai akhir bulan. Kira-kira membaca buku itu enaknya pagi, siang atau malam hari ya? Kalau menulis, sepertinya sekarang ini saya hanya bisa menulis malam, karena entah kenapa dari pagi sampai sore selalu saja gak bisa duduk dengan tenang untuk menulis.
Untuk kegiatan membaca sebenarnya ada beberapa kesempatan membaca tanpa gangguan, terutama kalau lagi nganterin Jonathan les, tapi ya kadang-kadang godaan baca sosmed lebih besar daripada baca buku. Mau ekstrim non-aktifkan paket data pas di luar rumah, tapi eh kebanyakan tempat ada WIFi nya, jadi ya godaan online tetap akan ada. Yang lebih dibutuhkan tentunya disiplin untuk melakukan apa yang direncanakan.
koleksi buku Jonathan dari Gramedia Depok
Mengenai membaca, Jonathan mulai bisa membaca bahasa Indonesia juga. Walaupun waktu membaca bersuara dia masih banyak belum bisa membaca dengan benar, tapi dia sudah bisa menikmati beberapa pilihan buku seri Why yang dia beli di Gramedia kemarin. Buku-buku ini dalamnya disajikan dalam bentuk komik. Dari beberapa buku yang dibeli, rasanya sudah hampir semua dia baca. Nantinya tinggal diulang lagi membaca bersuara sambil mengajari kosa kata bahasa Indonesia.
Mungkin level membaca bahasa Indonesia Jonathan saat ini sama dengan level membaca bahasa Thai buat saya. Jadi kemungkina saya juga perlu cari buku komik untuk melatih kemampuan membaca bahasa Thai saya. Ah sudahlah, daripada pusing baca tulisan cacing, sekarang ini latihan konsisten membaca bahasa Indonesia dan Inggris dulu saja. Kalau sudah bisa konsisten dalam waktu sebulan ini, nanti kita pikirkan untuk membaca tulisan bahasa Thai hehehe. Yuk mari ada yang mau ikutan nemenin saya membaca setiap hari minimal 20 menit?
Awalnya pingin menuliskan review TV Seri yang pernah ditonton, tapi bingung mau mulai dari mana (saking banyaknya). Dan karena kepikiran banyak hal mengenai cerita-cerita dalam Serial TV, saya kali ini cuma pengen cerita-cerita aja secara umum mengenai berbagai TV Seri yang pernah saya tonton.
Sejak kenal dengan Joe, kami banyak menonton Serial TV bersama-sama, genrenya biasanya mulai dari science fiction, horror, action sampai comedy. Cuma 1 genre yang gak ditonton sama Joe: drama yang sedih atau terlalu dekat ceritanya dengan dunia nyata. Alasannya: nonton itu buat hiburan, jadi gak mau nonton kalau ceritanya sedih hehehe. Saya suka nonton drama, tapi syaratnya boleh aja ceritanya sedih tapi akhirnya harus bahagia hahahaha. Kadang-kadang tapi kalau bagian filmnya terlalu sedih, saya gak terusin karena saya juga males nonton orang sedih melulu, apalagi tipe cerita sedih ditindas dan gak melawan.
Sejak saya gak bekerja, saya mengikuti lebih banyak Serial TV dibandingkan Joe hehehe. Sejak langganan NETFLIX, tambah banyak lagi serial TV yang diikuti hehehe. Awalnya saya lebih banyak mengikuti serial TV berbahasa Inggris. Pernah mengikuti Telenovela tapi udah lupa, jadi gak akan dibahas. Mengikuti kategori di NETFLIX, di posting ini saya akan bahas serial TV Western (berbahasa Inggris) dan serial TV Asia.
Hal-hal mengenai TV Seri Barat
TV Seri bisa berupa pengembangan dari cerita di layar lebar, bisa juga dari TV Seri kemudian di filmkan di layar lebar. Kadang-kadang aktornya sama, kadang berbeda (tergantung bayarannya kayaknya hehehe).
TV Seri biasanya tentu saja lebih dari 1 episode. Sedangkan layar lebar kalaupun ada sambungan ceritanya mereka bikin sequel atau prequel.
TV Seri kadang-kadang bisa sampai ratusan episodes, dengan cerita yang tak kunjung habis. Beberapa TV Seri yang saya ikuti yang lebih dari 10 season misalnya Bones dan Grey’s Anatomy.
Dalam 1 season TV seri, jumlah episodenya bervariasi, rata-rata lebih dari 10 episode.
Cerita dalam TV Seri tidak selalu seru untuk setiap episodenya, ada kalanya ceritanya terasa membosankan seperti filler buat memperbanyak jumlah episode saja.
Dalam TV Seri, semakin banyak jumlah seasonnya, pemeran awal (original cast) biasanya semakin sedikit dan digantikan dengan tokoh-tokoh baru.
Beberapa TV Seri tidak selalu bersambung antar episodenya, tapi akan ada beberapa hal yang terkait dengan episode sebelumnya menjadi tema besar dalam 1 season. Contoh TV Seri yang tidak selalu ada hubungannya: Dr. Who, dan McGyver.
Beberapa serial TV, kalau diketahui akan ada season berikutnya akan mengakhiri sebuah season dengan cerita yang menggantung. Untuk serial yang tidak diperpanjang, umumnya mereka akan menyelesaikan cerita semua bahagia.
Belakangan ini, saya juga mengikuti beberapa TV Seri Asia (Thai, Jepang, Korea). Saya perhatikan, perbedaan yang paling signifikan dengan dari serial TV Asia dibandingkan produksi Barat adalah:
Biasanya hanya ada 1 atau 2 season.
Setiap seasonnya tidak lebih dari 30 episode.
Jalan ceritanya seperti cerita bersambung, hampir setiap akhir episode bakal bikin kita penasaran buat menonton lanjutannya. Dengan alasan ini, saya lebih memilih menonton serial TV yang sudah complete, biar ga penasaran nunggunya.
Dari beberapa seri asia yang saya tonton cuma ada 1 yang sad ending, sisanya happy ending. Sebenarnya dari awal saya sudah tahu bakal sad ending, tapi saya tonton juga karena aktornya terkenal hahaha.
Beberapa jalan cerita dalam TV Seri terasa mengada-ada, tapi kadangkala mereka juga berusaha mengangkat cerita dari isu yang sedang hangat dibicarakan di dunia nyata. Belakangan ini saya lebih suka nonton drama asia karena ceritanya ga terlalu banyak sampai ratusan episode hehehe.
Gimana dengan sinetron Indonesia? masuk kategori mana? aduh kalau itu sih saya ga bisa komen, karena saya ga pernah nonton lagi. Tapi kalau dari jumlah episodenya, ada juga yang seperti Serial TV Barat. Duluuuuuu pernah juga menonton beberapa sinetron, tapi seperti halnya telenovela, saya sudah lupa judulnya dan jalan ceritanya hahaha. Sekarang sih udah ga minat ngikutin sinetron Indonesia, karena adegannya terkadang penuh delikan mata dan perpindahan wajah dengan cepat yang bikin sakit kepala menontonnya hehehe. Eh tapi, kalau ada yang bisa rekomendasi sinetron Indonesia, boleh deh ntar dicoba tonton, siapa tahu sekarang sinetron Indonesia udah meningkat kualitasnya mengikuti TV Seri Korea hehehehe.