Saya baru tahu ada aplikasi perpustakaan digital punya perpustakaan nasional Indonesia yang bisa diakses melalui aplikasi iPusnas. Waktu ke Perpustakaan Nasional akhir tahun 2018, saya gak melihat ada informasi soal ini (dan mungkin saya aja gak perhatian), padahal kalau melihat dari website dan facebooknya, aplikasi ini sudah ada sejak Agustus 2016. Kalau kata Joe, dia pernah tau soal aplikasi iPusnas ini, tapi koleksi bukunya belum banyak dan tidak ada yang menarik, jadilah kami melupakan aplikasi ini.
Beberapa waktu lalu, dari obrolan di grup KLIP, saya jadi tertarik mencoba aplikasi ini. Saya langsung mendownload dan menginstal di HP Android saya. Ternyata sekarang buku-bukunya sudah ada banyak. Berikut ini opini saya setelah beberapa hari menggunakan aplikasi iPusnas.
Instalasi dan Pendaftaran
Aplikasi ini tersedia untuk handphone Android maupun iOs, ada versi desktop juga untuk Mac dan Windows. Jadi pilihan untuk mengakses perpustakaan cukup banyak. Instalasi di desktop Mac akan meminta kita mengatur security nya sedikit, tapi setelah itu tidak ada masalah.
Pendaftaran bisa menggunakan facebook atau alamat email. Saya sudah mencoba mendaftar dengan Facebook, dan Joe mencoba mendaftarkan dengan e-mail. Setelah pendaftaran, kita diminta lagi memasukkan kata sandi terpisah untuk aplikasi ini. Pendaftarannya sangat mudah, dalam waktu 5 menit saya sudah bisa melihat ada buku apa saja dalam koleksinya.
Sejak tinggal di Thailand kami jadi lebih rajin ke dokter gigi untuk perawatan setiap 6 bulan sekali. Awalnya sih karena Joe perlu mencabut wisdom toothnya yang meradang. Saya yang sejak dulu menyadari giginya ada berlubang jadi ikutan membereskan gigi. Perlu datang beberapa kali sampai semua gigi berlubang ditambal dan gigi yang mulai terkikis disisip. Bisa dibilang prosesnya 6 bulan bolak balik ke dokter gigi sampai dinyatakan giginya tinggal butuh perawatan.
Untuk gigi Joe butuh waktu lebih lama, karena gigi yang sedang meradang tidak bisa langsung dicabut. Pertama harus diobati terlebih dahulu, lalu setelah tidak meradang lagi baru bisa dicabut. Gigi yang lainnya juga yang bermasalah dibereskan, dan Joe ada pasang 1 gigi geraham palsu yang prosesnya butuh waktu hampir 1 tahun.
Jonathan sedang dibersihkan giginya. Joshua dan papanya nungguin.
Di sini banyak klinik gigi, dan banyak juga klinik gigi yang dokternya cukup fasih berbahasa Inggris. Dokter gigi untuk anak-anaknya juga kerjanya sangat cepat. Saya ingat waktu di Indonesia, setiap ke dokter gigi ngantrinya itu cukup lama, tapi di sini kita datang sesuai janji. Jadi klinik giginya mengatur jadwal kita, dan kita tentunya diharapkan hadir tepat waktu, karena kalau kita terlambat akan membuat pasien lain jadi tertunda.
Anak-anak kami sejak umur sekitar 3 tahun juga kami bawa secara rutin, Joshua malah lebih awal karena insiden gigi depannya terbentur dan copot sampai ke akar. Untuk anak-anak cukup 15 menit selesai, karena biasanya dokternya hanya memeriksa giginya masih bersih dan tidak berlobang, lalu dibersihkan dan diberi fluoride setiap 6 bulan sekali. Kalau dihitung-hitung mungkin akan ada yang beranggapan ngapain bayar mahal ke dokter gigi kalau gak sakit giginya, tapi sebenarnya perawatan gigi ini bentuk investasi.
Gigi yang sehat butuh gusi yang sehat
Dulu saya pikir kalau masih gigi susu gak perlu dirawat atau diperiksa ke dokter gigi, tapi ternyata saya keliru. Merawat gigi itu harus termasuk merawat gusi. Kalaupun giginya berganti tapi gusi tidak sehat, otomatis gigi gantinya jadi tidak sehat juga. Berbagai masalah bisa muncul kalau gusi tidak sehat. Perhatikan kalau orang sakit gigi sampai bengkak, nah yang infeksi itu gusinya.
Membawa anak ke dokter gigi sejak kecil juga sekaligus mengajarkan mereka pentingnya menyikat gigi dengan benar dan merawat gigi. Gak mudah memang membawa anak-anak ke dokter gigi. Sampai tahun lalu, Jonathan masih takut dan minta ditemenin waktu dibersihkan giginya, tapi sekarang dia sudah mulai berani karena sudah mengerti kalau bersihkan gigi itu gak sakit, cuma bunyinya aja yang agak berisik.
Gigi dipakai seumur hidup
Sejak umur 7 bulan kita mulai tumbuh gigi, lalu sekitar umur 6 tahun gigi akan mulai berganti menjadi gigi permanen yang akan kita pakai sampai kita mati. Mungkin ada yang menganggap ah kalau gigi habis tinggal pakai gigi palsu. Tapi dari melihat beberapa orang yang saya pernah kenal yang memakai gigi palsu baik itu gigi palsu sebagian ataupun keseluruhan, mereka bilang lebih enak pakai gigi asli dan butuh waktu untuk melatih diri membiasakan gigi palsu (tentunya yang asli selalu lebih baik daripada yang palsu).
Untuk sesuatu yang akan kita pakai setiap harinya selama kita hidup, masa sih gak kita rawat. Kalau gigi sehat terawat, kita hanya perlu 6 bulan sekali ke dokter gigi. Kalau mau dihitung biayanya dibagi rata-rata per hari dengan asumsi kita hidup sampai 70 tahun, saya yakin tetap lebih murah.
Merawat gigi sama dengan merawat kesehatan
Pernah gak memperhatikan kalau lagi kurang sehat, mulut kita rasanya ga enak. Mulut yang bau tak enak juga salah satu indikasi kita kurang sehat. Nah bau mulut ini salah satunya bisa juga disebabkan oleh gigi yang ada lubangnya. Merawat gigi itu termasuk merawat kesehatan. Karena gigi juga bagian dari tubuh kita toh.
Senyum cemerlang semua senang
Siapa yang tak ikut senyum kalau melihat orang yang senyumnya cemerlang. Kalau kita sakit gigi atau gigi tak terawat, mana mungkin kita bisa punya senyum cemerlang. Gigi yang sehat juga menambah percaya diri kita untuk tebar senyum. Kalau gigi lagi sakit, pasti susah untuk bekerja, jangan harap deh bisa tersenyum.
Mencegah lebih baik daripada mengobati
Kadang kita merasa sudah cukup rajin sikat gigi, tapi mana kita tahu kondisi sebenarnya kalau tidak dibawa ke ahlinya. Dengan perawatan setiap 6 bulan sekali kita jadi tahu kalau misalnya ada gigi yang mulai bermasalah. Lebih baik segera menutup lubang kecil daripada semua gigi jadi berlubang. Kalau menunggu sakit gigi karena sensitif atau gusi bengkak, nah ini biayanya bakal lebih banyak dan lebih lama proses penyembuhannya dibandingkan ke dokter gigi 6 bulan 1 kali dan paling lama 1 jam.
Mulut kita juga banyak yang terhubung ke organ tubuh yang lain, kalau kita biarkan infeksi gusi berlarut-larut, bisa jadi menyebar ke saluran pencernaan atau bahkan ke saluran pernapasan. Namanya infeksi harus segera diobati, kalau tidak ya bisa menyebar dan fatal akibatnya.
Buat kami sih udah jelas, gigi itu perlu dirawat. Biaya perawatan gigi itu merupakan investasi untuk seumur hidup. Mari kita mulai rajin memperhatikan kesehatan gigi kita. Semoga di Indonesia juga semakin banyak klinik gigi yang lebih terjangkau supaya makin banyak yang sadar untuk menjaga kesehatan giginya.
Tanggal 4 Mei 12 tahun yang lalu, saya dan Joe untuk pertama kalinya sampai di Chiang Mai. Kota terbesar di utara Thailand yang memiliki 3 musim dan pernah menjadi tempat berlangsungnya acara Sea Games di tahun 1995. Karena setiap tahun akhirnya menuliskan hal yang serupa, kali ini saya akan coba menuliskannya dalam format yang agak berbeda. Saya akan mencoba menuliskan plus minus atau suka duka selama 12 tahun di sini.
Mari kita mulai dengan hal-hal yang menyenangkan alias plus nya tinggal di sini:
Makanannya enak-enak dan mirip dengan masakan Indonesia, harganya dulu sih sama dengan Indonesia, sekarang terasa lebih murah karena pas pulang ke Indonesia kalau makan di luar berasa lebih mahal.
Kemana-mana dekat, ke mall bisa cuma beberapa jam saja dan gak pake macet di jalan.
Banyak tempat buat anak-anak main yang gratisan dan kalau bayar juga gak terlalu mahal
Banyak komunitas orang asingnya yang sangat membantu terutama ketika masa baru awal sampai dan juga waktu baru punya anak
Ada komunitas homeschooling berbahasa Inggris ataupun Thai, tinggal pilih saja
Internet kencang dan terjangkau harganya
Orang yang merokok relatif sedikit, minimal di tempat umum jarang deh berasa asap rokok.
Ada musim dingin yang adem dan menyenangkan buat jalan-jalan dengan keluarga
Nilai tukar baht cukup stabil terhadap dollar, selama 12 tahun tidak ada kenaikan harga yang terasa banget.
Datang berdua sekarang sudah berempat :D, pengalaman hamil dan melahirkan di Chiang Mai, dokter dan rumahsakitnya cukup bagus dan mendukung untung memberikan ASI eksklusif. Suster di rumah sakitnya juga ramah dan baik hati semua walaupun dengan bahasa Inggris yang terbatas tapi hatinya tulus membantu.
Dokter gigi di sini bisa ga pake nunggu lama, jadi bisa bikin janji dan datang sesuai dengan jam yang dijanjikan.
Banyak dokter di sini bisa berbahasa Inggris, jadi untuk berbagai masalah kesehatan gak usah jadi frustasi karena bingung bahasa, beberapa rumah sakit malah menyiapkan jasa translator untuk pasien dari negara yang tidak berbahasa Inggris.
Orang Thai baik hati dan ramah
Buah-buahannya enak kalau lagi musim berbuah harganya juga murah
Merasa lebih aman daripada di Indonesia, kalaupun kelupaan kunci pintu gak usah kuatir bakal ada maling.
Jarang ada pemadaman listrik, kalaupun ada selalu ada pemberitahuan terlebih dahulu. Atau kalaupun terjadi karena hujan badai, paling lama pernah pemadaman itu sekitar 2 jam.
Bahasanya strukturnya mirip bahasa Indonesia, jadi lebih mudah mempelajarinya (yang sedikit susah belajar naik turun suaranya aja).
Pantesan aja betah ya tinggal di sini, soalnya banyak plusnya. Nah tapi sebenarnya mana ada sih tempat yang benar-benar sempurna. Pasti adalah kurang-kurangnya dikit, asal gak lebih banyak dari plusnya aja ya.
Berikut ini hal-hal yang bikin tinggal di Chiang Mai jadi kurang nyaman:
Ada musim polusi selama bulan Maret sampai pertengahan April. Polusi udara ini benar-benar hal paling gak enak dari kota ini, tapi ya masih bisa diakalin sih dengan filter udara dan mempersedikit pergi selama sebulan dalam setahun. Tahun ini polusinya agak lebih parah dan bertahan sampai awal Mei.
Musim panasnya lumayan dashyat, bisa sampai 44 derajat celcius, panas gabung ama polusi bikin malas keluar rumah. Kalau di rumah minimal bisa ngadem pake AC dan pasang filter udara.
Belum ada direct flight ke Indonesia, jadi untuk perjalan mudik butuh 1 hari pergi dan 1 hari pulang karena selalu ada transit dulu beberapa jam.
Harus ke imigrasi urus visa tinggal tiap tahun, dan lapor diri setiap 90 hari kalau gak keluar dari Thailand. Sekarang sebenarnya hal ini udah mulai gak jadi masalah, karena urusan imigrasi sudah semakin cepat prosesnya dibandingkan 12 tahun lalu.
Angkutan umumnya terbatas dan belum cover semua rute, jadi punya kenderaan pribadi itu wajib untuk kemudahan kemana-mana. Sekarang ini angkutan umum sudah lebih banyak daripada 12 tahun lalu, tapi ya tentunya lebih cepat bepergian kalau punya transportasi sendiri, apalagi kalau bawa anak kecil.
Gak bisa beli tanah/rumah sebagai orang asing di Thailand (banyak kok pilihan rumah kontrakan dengan range harga terjangkau).
Gak ada yang jual indomie kari ayam dan ceres (ini sih emang harus nyetok hahaha).
Udah itu aja, gak nemu lagi apa minusnya tinggal di sini. Semua minusnya juga masih bisa ditolerir makanya masih betah sampai sekarang di sini hehehe.
Pertanyaan yang selalu saya tanyakan setiap tahun: mau sampai kapan di Chiang Mai? Selama masih memungkinkan, masih betah di sini. Gimana dengan kemajuan pelajaran bahasa Thai? Udahlah, udah bisa ngobrol dan baca secukupnya hehehhe. Masih pengen bisa berbahasa Thai yang fasih seperti berbicara, membaca dan menulis bahasa Indonesia sih, tapi ya belum ada kebutuhan untuk benar-benar fasih berbahasa Thailand, jadilah kemampuan berbahasa Thai nya jalan di tempat. Tetap optimis semoga tahun berikutnya bisa lebih fasih lagi baca tulis dan ngobrol bahasa Thai nya biar makin betah di sini hehehhe.
Ada banyak permainan anak-anak yang mengajarkan anak untuk mengenal bentuk dan menyusun gabungan bentuk yang ada menyerupai bentuk lain yang lebih besar. Permainan ini sebenarnya secara tidak langsung merupakan pengenalan geometri 2 dimensi kepada anak-anak. Ada 2 mainan yang belakangan ini sedang disukai Joshua, yaitu pattern block dan tangram.
Sebelum kenal tangram, Joshua sudah mengenal menyusun puzzle pattern block dan puzzle magnet kayu yang dibeli sejak jaman Jonathan kecil. Pattern block ini ada banyak kepingan dengan berbagai bentuk. Pattern block pertama yang dia mainkan ada 6 bentuk dengan 6 warna, bentuk segitiga hijau, bujursangkar oranye, jajaran genjang berwarna biru, belah ketupat berwarna coklat muda, trapesium merah dah heksagon kuning.
Cara bermain pattern block ini biasanya anak diminta untuk meletakkan kepingan yang sesuai dengan cetakannya. Dulu saya rajin mencari template dari internet, print dan laminating. Karena bentuk dan warna yang menarik, anak-anak senang menyusun kepingan block yang ada di atas cetakan. Permainan ini membutuhkan banyak kepingan bentuk, dan biasanya jadi pekerjaan ektra untuk membereskannya, hehehehe.
Dua hari lalu kami mendapat pengumuman kalau hari ini akan ada pemadaman listrik dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore karena ada kabel yang akan diganti. Seluruh komplek rumah akan terkena pemadaman karena yang diganti itu letaknya persis di depan komplek. Kantor Joe yang juga berada dalam komplek yang sama, jadi diliburkan juga. Berhubung kalau di rumah tanpa listrik sama dengan kepanasan karena gak bisa nyalain AC, kami merencanakan untuk keluar rumah saja ngadem.
Pekerjaan ganti kabel listrik
Antrian mobil keluar komplek
Pagi-pagi kami sudah bersiap bangun lebih awal, mandi dan sarapan. Setelah jam 8 kami sudah siap untuk keluar rumah. Ada beberapa pilihan untuk jalan-jalan hari ini. Ke taman, ke kebun binatang atau ke mall. Tapi mall baru buka jam 11 pagi, jadi ya gak bisa juga dong kepagian ke mall hehehe. Akhirnya setelah nanya ke anak-anak maunya ke mana, kami putuskan ke taman saja.
Beberapa waktu lalu, seorang teman di FB membagikan informasi mengenai buku ini. Sebagai keluarga yang juga memilih jalan sekolah di rumah ini, saya langsung tertarik untuk membacanya, apalagi karena buku ini ditulis bukan oleh orangtuanya, tapi oleh anak yang menjalani kehidupan bersekolah di rumah. Buku ini ditulis oleh 20 anak berusia antara 10 – 17 tahun yang bergabung dalam sebuah komunitas homeschool, dibimbing oleh 3 orang mentor yang menghomeschool anak-anaknya selain juga berkarya di bidangnya. Buku ini juga menjadi salah satu hasil karya belajar menulis yang merupakan kegiatan homeschool mereka di komunitas homeschool Klub Oase.
Komunitas untuk keluarga yang bersekolah di rumah ini sangat dibutuhkan, bukan saja untuk anak bersosialisasi, tapi juga untuk orangtua bertukar ide dan pengalaman. Tahun lalu saya sempat bergabung dengan komunitas lokal di sini, tapi komunitasnya terlalu besar dan akhirnya saya merasa terlalu melelahkan. Tahun ini saya memilih komunitas yang lebih kecil di mana anak-anak bertemu sekali seminggu dengan kegiatan bermain dan belajar bersama.
Buku ini cukup tebal, lebih dari 300 halaman. Tapi karena ceritanya tidak bersambung kita bisa memilih mau baca cerita siapa terlebih dahulu dengan memilih dari daftar isinya.
Tulisannya dikelompokkan menjadi 5 kategori. Mulai cerita awal perjalanan memilih homeschool, bagaimana kegiatan sehari-hari anak homeschool, bagaimana mereka bersosialisasi, apa saja naik turunnya kegiatan homeschoolers dan apa yang menjadi cita-cita mereka.
Sebagai orang yang menghomeschool anaknya, saya bisa mengerti apa yang dirasakan anak-anak itu. Bagian awal mula homeschool itu ada yang menjadi keputusan orangtua, dan tidak sedikit juga menjadi keputusan anak itu sendiri. Tapi siapapun yang memutuskan dan apapun alasan mulainya, dari cerita mereka saya bisa melihat mereka semua merasa bersyukur belajar di rumah. Mereka juga menjadi anak-anak yang bisa belajar mandiri dan belajar bertanggung jawab mulai dari perencanaan kegiatan mingguan, menetapkan target dan sampai pelaksanaanya termasuk aktif dalam kegiatan-kegiatan pameran hasil karya.
Setiap keluarga punya alasan dan inginkan yang terbaik untuk masa depan anaknya. Di dalam buku ini saya lihat banyak anak yang memutuskan/meminta untuk dihomeschool karena merasa beban berat di sekolah, dan juga tidak lepas dari adanya bullying. Saya sendiri tidak pernah dibully waktu sekolah, tapi jangan-jangan tanpa sadar saya yang membully teman saya, karena saya ingat waktu saya SD ada teman yang membagi uang jajannya ke saya tanpa saya minta supaya dia bisa nyontek PR saya (waktu itu saya kelas 1 SD dan ya belum mengerti kalau sebaiknya saya tidak menerima uang dari teman dan tidak memberi contekan PR).
Sedikit hal yang mengganggu dalam buku ini. Saya kadang bingung ketika anak yang sama menulis tentang hal yang berbeda. Di satu bagian dia bercerita sedang persiapan ujian masuk universitas tertentu, di bagian lain dia bercerita kalau dia sudah melupakan target masuk universitas yang itu. Mungkin ada baiknya juga kalau ceritanya dikelompokkan berdasarkan anaknya. Jadi misalnya si A bercerita mulai dari awal dia homeschooling bagaimana, lalu bagaimana kegiatan hariannya, bagaimana dia bersosialisasi, bagaimana roller coaster yang dia hadapi dan apa harapan dia 20 tahun mendatang. Jadi pembaca bisa lebih dapat gambaran misal si A ini hobinya menggambar dan berapa banyak sehari dia menggambar dan apakah 20 tahun ke depan dia berharap berkarya dari gambarnya atau mau kuliah lalu menjadi pengajar gambar.
Sebenarnya, di semua tulisan ada jelas anak mana yang menulis dan di halaman belakang buku ada profil anak tersebut, tapi karena saya bukan tipe yang bisa dengan cepat mengingat nama dan fakta tentang masing-masing anak (dan ada 20 anak), kadang-kadang jadi bingung dan harus baca buku bolak -balik untuk mengingat lagi ini anak yang mana yah.
Menurut saya, buku ini perlu dibaca oleh orang-orang dalam kategori berikut:
anak sekolah yang merasa beban sekolah sangat tinggi
anak sekolah yang merasa bosan dengan rutinitas sekolahnya
anak sekolah yang punya minat untuk pelajaran tertentu
orangtua yang selalu merasa stress setiap musim ulangan umum anaknya
orangtua yang tertarik dan pingin tahu apa itu homeschool
siapa saja yang selalu meragukan kerabatnya yang menghomeschool anak-anaknya
Saya senang sekali membaca buku ini, kami baru melakukan homeschool sekitar 2 tahun, masih banyak pertanyaan dan keraguan setiap tahun ajaran baru, tapi dari membaca pengalaman anak-anak yang sudah dihomeschool baru 2 tahun sampai sudah 8 tahun, semuanya bahagia dengan pilihan homeschool. Mereka juga terlihat menjadi anak yang kreatif dan juga bisa belajar mandiri. Saya gak meragukan kalaupun mereka nantinya memilih kuliah demi mendapat ijasah dengan alasan memperluas pilihan ketika dewasa, mereka tidak akan punya kesulitan untuk bersosialisasi dengan teman kuliah dan tidak ada masalah mengikuti kegiatan belajar di tingkat universitas. Bahkan mereka bisa lulus dengan cepat karena mereka terbiasa belajar mandiri.
Kalau kamu termasuk yang mempertanyakan anak homeschool ngapain aja dan apa bedanya dengan sekolah formal, dan juga mempertanyakan bagaimana nanti ijasahnya, nah coba deh baca buku ini untuk melihat lebih dekat kegiatan anak-anak homeschool. Menurut saya, mereka gak akan kurang kesempatannya di masa depan dari anak-anak yang dikirim ke sekolah biasa, malahan kalau dilakukan dengan benar, anak-anak homeschool ini bisa lebih berhasil karena mereka sudah lebih terlatih untuk fokus dengan apa yang mereka suka dan mencari tahu bagaimana melakukan sesuatu dengan benar.
Saya berharap komunitas homeschool di Indonesia juga semakin banyak. Siapa tahu suatu saat kami harus kembali ke Indonesia, jadi kami bisa bergabung dengan komunitas lokal yang ada.
Sejak bulan Mei tahun 2018 yang lalu, tanpa sengaja saya bergabung dengan grup yang memberikan tantangan untuk menulis setiap hari. Waktu itu, walaupun nama grupnya one day one post (ODOP) alias 1 post 1 hari, tapi kewajiban nulisnya cuma 1 tulisan per minggu. Sebelum gabung di grup itu, saya sudah sangat malas ngeblog. Ada sejuta alasan kenapa gak ngeblog, tapi bisa disimpulkan jadi 1 kata: malas.
Setelah join komunitas ODOP, saya mulai memaksakan diri ngeblog lagi. Kenapa memaksakan diri? ya kalau gak memaksakan diri, pastilah kemalasan menang hehehe, lagian masak sih dalam 7 hari seminggu gak bisa menemukan hal menarik untuk dituliskan? Udah banyak hal dalam hidup ini terlewat begitu saja tidak terdokumentasikan akibat kemalasan bertahun-tahun gak ngeblog. Padahal, dari tulisan yang ada, saya senang bernostalgia membaca kembali cerita-cerita lama.
Dari bulan Mei sampai Oktober, saya cukup sukses mulai rutin ngeblog minimal 1 kali seminggu. Lalu bulan November 2018, grup ODOP memberikan tantangan untuk menulis tiap hari. Saya pun mulai bertanya ke diri sendiri: bisa gak ya nulis tiap hari? apa coba bikin topik perhari?. Berharap setelah menulis 21 hari secara rutin, menulis blog akan menjadi sesuatu yang lebih mudah untuk dilakukan.
Bulan November 2018, saya belum sukses menulis tiap hari, tapi bisa menulis hampir tiap hari. Beberapa hari bolong karena ketiduran akibat menunda menulis sejak pagi. Saya tidak bisa mengikuti topik yang sudah direncanakan, entah kenapa kadang-kadang walau sudah ditentukan topiknya, rasanya ada penolakan dari dalam diri untuk menulis sesuai topik dan sibuk mencari topik lain untuk ditulis hahaha.
Setelah melihat keberhasilan cukup banyak anggota group menulis hampir setiap hari di bulan November, bulan Desember kembali diadakan tantangan menulis tiap hari, dengan minimum 10 tulisan dalam sebulan. Di bulan Desember, saya bisa menulis lebih dari 20 tulisan, tapi ya ada juga hari-hari di mana kalau sudah berhenti, keesokan harinya tergoda untuk tidak menulis lagi, apalagi akhir bulan setelah merasa cukup memenuhi target minimum.
Tahun 2019, grup ODOP berubah nama jadi Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP). Idenya sama, mengajak para wanita untuk aktif kegiatan tulis menulis dan dunia literasi. Tantangannya nerusin menulis tiap hari, dengan aturan minimum 10 tulisan perbulan. Untuk pelaksanaanya dibagi menjadi 3 sesi. Hadiahnya apa? kepuasan pribadi karena bisa konsisten membangun kebiasaan baik menulis setiap hari. (plus piring cantik kalau dapat sponsor hahahahhahaha).
Gak terasa, hari ini merupakan hari terakhir bulan April. Hari ini akhir dari sesi 1 tantangan KLIP untuk menulis tiap hari. Untuk saya sendiri, Januari sampai Maret saya masih ada bolos 1 atau 2 hari karena ketiduran dan lagi gak ada ide menulis. Baru bulan ini saya sukses menulis tiap hari, dan untungnya bulan ini hanya 30 hari. Seminggu terakhir ini, sudah sering tergoda untuk berhenti menulis, karena toh minimumnya sudah tercapai hehehe.
Besok akan dimulai sesi 2 dari kegiatan KLIP. Tantangannya agak berubah sedikit. Intinya sih tetap menulis, tapi diarahkan untuk menulis yang isi tulisannya berguna untuk orang lain. Sepertinya harus mulai berlatih memaksakan diri menulis dengan lebih terencana. Setahun latihan memaksa ngeblog, masa gak bisa memaksa ngeblog pakai topik sih.
Udah kepikiran sih beberapa hal yang akan dituliskan dalam 4 bulan ke depan. Mudah-mudahan tetap bisa konsisten menulis di blog ini, walaupun gak tau siapa yang baca dan kemungkinan banyak fansnya Joe yang kecewa karena tulisannya kurang teknis hehehehe.