Pedagang Asongan di Chiang Mai

Sejak tahun 2007, salah satu kesan yang paling terasa di kota Chiang Mai adalah tidak macet, lalulintas yang tertib dan tidak ada pengamen ataupun pedagang asongan di lampu merah.

pedagang asongan di lampu merah berjualan jus jeruk

Saya ingat, ketika meninggalkan Bandung, kondisi pedagang asongan ada hampir di setiap lampu merah. Kadang-kadang pedagang asongan ini membantu terutama kalau misalnya sedang haus dan tidak bawa minuman atau kertas tissue.

Lanjutkan membaca “Pedagang Asongan di Chiang Mai”

Antara Polusi dan Corona di Chiang Mai

Tinggal di Chiang Mai itu menyenangkan, kecuali di musim polusi. Saat ini, dunia termasuk Thailand sedang ribut-ribut dengan adanya virus Corona dari Wuhan. Keributannya tentunya karena penyebaran penyakit yang sangat mudah seperti influenza dan belum adanya vaksin untuk penyakit ini.

Walaupun sudah banyak pasien yang sembuh, adanya korban jiwa membuat penyakit ini sudah seperti zombie attack.

situasi polusi di Chiang Mai sejak awal 2020

Banyak penerbangan dibatalkan. Banyak kegiatan berskala internasional mulai terancam batal. Bahkan rencana liburan saya saja sepertinya akan batal.

Sampai kemarin, kami masih merencanakan untuk liburan Songkran di bulan April nanti ke Depok dan Bandung. Tingkat polusi di Chiang Mai yang tak kunjung berkurang sejak awal tahun 2020, membuat kami mempertimbangkan mencari udara lebih segara di tanah air.

Gak khawatir Corona? saya lebih khawatir, gak boleh masuk ke Indonesia, atau harus di karantina karena kami datang dari Thailand, negara yang sudah masuk daftar yang memiliki pasien positif corona sejak akhir Januari 2020.

peta penyebaran Corona termasuk Thailand

Lalu kemarin, ada pengumuman, di Indonesia sudah ada 2 pasien positif Corona, dan pasien itu rumahnya di Depok!.

Lanjutkan membaca “Antara Polusi dan Corona di Chiang Mai”

Kenapa Masih Nonton Drama

Tulisan ini bukan spesifik ngomongin Drama Korea atau drama asia, tapi bisa drama apa aja. Kemarin akhirnya selesai juga nonton Cdrama Find Yourself. Percakapan dalam drama ini sering menyebutkan seolah-olah mereka ada dalam kehidupan nyata dan membahas: “ah kau pikir hidup ini seperti di film drama?” Tulisan ini sekalian mengambil contoh dari kisah di drama Find Yourself.

CDrama Find Yourself di Netflix

Tidak semua orang suka nonton drama. Tidak semua orang menyukai drama yang sama. Saya sendiri termasuk suka nonton drama asalkan jalan cerita menarik, ada faktor romantis dan komedi. Sedikit fantasi masih bolehlah, asal jangan terlalu mengada-ada.

Saya tidak suka nonton drama yang terlalu sedih ataupun yang terlalu berisikan protes sosial. Tidak suka bukan berarti tidak menonton, kadang-kadang secara acak saya menonton juga beberapa drama di luar genre yang biasa saya tonton.

Lanjutkan membaca “Kenapa Masih Nonton Drama”

Farm Food Project Chiang Mai

Hari Jumat, tanggal 28 Februari 2020 yang lalu, Joshua dan teman-temannya mengunjungi Farm Food Project yang lokasinya sekitar 30 menit dari rumah. Karena hari itu ada 1 guru yang tidak bisa hadir, saya diminta untuk ikut mengawasi anak-anak.

Farm Food Project ini sebenarnya sebuah restoran yang juga berusaha mengenalkan darimana sebenarnya makanan yang kita makan itu berasal. Selain restoran, mereka memiliki tanah yang cukup luas untuk tempat bermain, memelihara beberapa hewan, dan menanam berbagai jenis tumbuhan.

Tujuan field trip sudah tentu mengajak anak jalan-jalan sambil belajar . Harapannya membuat mereka tertarik dan ingat akan hal yang mereka lihat.

Sekitar jam 10.00 pagi, Joshua dan teman-temannya dan gurunya sudah berangkat dengan menaiki mobil Van ke lokasi Farm Food Project. Saya mengikuti dari belakang. Joshua tidak tahu sebelumnya kalau saya akan ikut juga ke acara jalan-jalan ini. Waktu dia melihat saya, dia senang sekali dan ya sudah ditebak, nempel sama saya dan gak mau dengerin gurunya lagi hahaha.

Lanjutkan membaca “Farm Food Project Chiang Mai”

Bisakah Semua di Rumah Saja?

Kadar polusi dengan pm 2.5 yang sudah sejak Januari 2020 di atas normal dan virus Corona yang sudah ada beberapa kasus positif di Chiang Mai, membuat saya jadi berpikir, mungkinkah kita melakukan semuanya dari rumah dan meminimasi keluar rumah. Hidup dengan teknologi internet yang sudah semakin maju, bisakah kita bekerja, belajar, bermain ataupun berbelanja dari rumah saja.

Bayangkan, kalau kita tidak bisa keluar rumah. Anak-anak sekolah pakai kelas online. Bisa berupa kelas online terjadwal di jam tertentu, ataupun diberi rentang waktu tertentu di mana murid harus melihat rekaman penjelasan dari guru dan menyelesaikan soal untuk penugasannya. Semua interaksi dilakukan melalui internet. Buku-buku yang dibaca juga dalam bentuk digital, hasil pekerjaan murid juga dikumpulkan dalam bentuk digital. Pertemuan orang tua dan guru juga dilakukan melalui internet dari rumah masing-masing menggunakan video conference.

Bagaimana kalau butuh berbelanja? ya kita bisa pesan online, baik menggunakan aplikasi ataupun dengan menelpon langsung ke toko yang kita tahu menjual barang yang kita butuhkan. Barangnya dikirim ke rumah. Siapa yang mengirim? harus ada yang antar? Anggap saja mobil/kendaraan yang disetir sendiri sudah umum. Mobil yang berjalan sendiri ini sudah mulai diujicoba saat ini. Mudah-mudahan, tidak lama lagi harganya sudah terjangkau dan bisa dibeli oleh banyak orang. Barang-barang bisa dimasukkan ke dalam mobil tersebut dan diantar ke rumah kita. Setiba di rumah, ya kita bisa ambil dari mobil tersebut.

Kalau malas masak gimana? ya, kalau memang sudah ada kendaraan otomatis, bukan cuma barang yang bisa dikirim, kita bisa pesan makanan dari restoran untuk dikirim ke rumah. Kita tidak perlu keluar rumah, dan tidak perlu ada orang yang mengantarkan makanan tersebut. Pembayarannya bisa online juga toh.

Kalau orang kerja kantoran, tetap harus pergi ke kantor dong? Ya tergantung, pekerjaannya apa. Kalau dokter, mungkin harus ketemu dengan pasien. Kalau programmer, jelas bisa bekerja di rumah asal koneksi internetnya mendukung. Pekerjaan dilakukan masing-masing di rumah, kalau butuh rapat bisa menggunakan video conference. Jadi walaupun tidak pergi ke kantor, bukan berarti di rumah bisa leyeh-leyeh doang sepanjang hari.

Lanjutkan membaca “Bisakah Semua di Rumah Saja?”

Joshua dan Mainan Domino

Salah satu alasan kami suka memberikan mainan sejenis domino ke Joshua adalah karena dia bisa betah menyusun balok-balok domino cukup lama. Dia suka mainan jenis ini sudah cukup lama, bahkan sebelum dibelikan mainan train domino. Dia suka menyusun apapun yang bisa diberdirikan, lalu dijatuhkan dan melihat efek domino jatuh.

Susun domino menjadi huruf

Beberapa waktu lalu, dia sempat terpecah perhatiannya dan tidak terlalu sering memainkan dominonya. Tapi, belakangan ini kembali lagi dengan menyusun domino dengan susunan yang semakin rumit. Selain menggunakan domino dari train domino, dia juga suka menyusun balok jenga menjadi seperti balok domino. Selain menyusun berbentuk huruf dan angka, dia juga suka menyusun seperti bangunan tinggi, yang kalau jatuh pasti seru deh melihatnya.

apa saja yang diberdirikan disusun seperti domino

Apa saja yang bisa berdirikan, pasti akan dia susun untuk dijatuhkan. Joshua sudah tidak pernah mengandalkan train domino untuk menyusun dominonya. Dia lebih suka menyusunnya manual. Semakin banyak kepingan yang dia pakai untuk menyusun sebuah huruf/bentuk.

Lanjutkan membaca “Joshua dan Mainan Domino”

Baca buku: Kim Ji-Yeong Born 1982

Setelah minggu lalu bolos baca buku, kemarin bolos nulis karena memutuskan baca buku Kim Ji-young, Born 1982 sampai selesai. Bukunya sebenarnya tipis, cuma 196 halaman sudah termasuk halaman-halaman yang tidak perlu dibaca. Tapi karena memulainya sudah sore, dan tanggung bacanya, jadilah memilih meneruskan membaca daripada menulis.

cover buku Kim Ji Yeong, sumber: Gramedia Digital

Buku ini aslinya berbahasa Korea, terbit tahun 2016 oleh seorang wanita Korea: Cho Nam-joo, yang pernah bekerja sebagai penulis skrip acara TV. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia di tahun 2019 dan saya bacanya di Gramedia Digital.

Kisah dalam buku ini sudah diangkat menjadi film, tapi saya belum menonton filmnya. Tulisan ini merupakan kesan yang saya dapat dari baca bukunya. Terjemahannya terasa cukup enak dibaca, dan emosinya bisa bisa membuat saya merasa seakan-akan buku fiksi ini adalah kisah nyata dari seorang wanita yang lahir dan besar di Seoul, Korea di tahun 1982.

Walaupun buku ini berjudul Kim Ji-Yeong (KJY), tapi saya mau menuliskan kesan tentang wanita-wanita Korea lainnya yang diceritakan dalam buku ini. Selain kisah hidup KJY sejak lahir sampai tahun 2016, ada 3 wanita lain yang diceritakan dalam buku ini yang situasinya mirip dengan KJY: Ibunya Oh Man-Suk, Ketua tim di kantor yang bernama Kim Eun-sil dan istri dari psikiater yang membantunya mengatasi depresi.

Lanjutkan membaca “Baca buku: Kim Ji-Yeong Born 1982”