Tubuh kita sebagian besar terdiri dari air. Kita butuh cairan untuk tubuh kita, dan juga butuh air untuk kebutuhan sehari-hari terutama cuci tangan dengan sabun di masa pandemi ini.
Bumi ini sebagian besar terdiri dari air. Air merupakan sumber daya yang bisa diperbaharui. Air mempunyai siklus dan dalam siklusnya berubah wujud sebelum kembali lagi menjadi air. Air seharusnya tidak pernah habis, tapi ada kalanya air bersih tidak mengalir ke rumah kita karena faktor kekeringan/ kemarau panjang dan juga karena airnya masih di jalan dalam bentuk lain dan belum turun menjadi hujan.
Beberapa hari lalu, saya membaca berita kalau di Thailand secara umum mulai kekeringan. Persediaan air di Chiang Mai juga sudah mulai sedikit stok airnya dan dianjurkan untuk mulai menghemat pemakaian air di rumah-rumah. Walaupun di bulan April tidak ada kegiatan main air karena Songkran dibatalkan, ternyata tidak membuat persediaan air di kota ini cukup banyak sampai musim hujan nanti.
Kabarnya, Cina yang membendung sungai Mekong juga menjadi salah satu penyebab kurangnya air di Thailand. Jadi memang, air itu bisa diperbaharui, tidak akan habis, tapi bisa saja dikuasai atau ditimbun sendiri di satu lokasi.
Hari ini, tanggal 21 April 2020, merupakan hari ulang tahun Ibu mertua saya yang ke -64. Tapi mertua saya namanya bukan Kartini. Hari ini juga merupakan ulang tahun Kartini yang dirayakan setiap tahunnya sebagai hari libur Nasional. Sejak jaman Presiden Soeharto, tiap perayaan ulang tahun Kartini, semua wanita jadi repot pakai kain kebaya, kain panjang, sandal tinggi dan tentunya biar lebih cantik pakai sanggul juga dong.
Lalu belakangan, anak sekolah juga mulai direpotkan untuk pakai pakaian daerah. Hampir setiap tahun ya begitu, walau akhir-akhir ini mulai dimodifikasi tidak lagi berpakaian daerah tapi anak-anak diminta memakai kostum profesi yang dicita-citakan nanti kalau sudah besar.
Saya beruntung, gak pernah kebagian kerepotan memakai kebaya di hari Kartini. Saya ingat waktu masih kecil, saya malah pakai pakaian polisi wanita. Mama saya harus memesan baju itu secara khusus, karena adanya baju polisi untuk anak laki-laki saja. Ngapain repot-repot pakai pakaian polisi? Ceritanya taman kanak-kanak tempat saya bersekolah mengisi acara di TVRI.
Saya masih ingat, saya di minta untuk berdeklamasi. Kata-kata yang saya ingat tinggal beberapa baris ini:
“Wahai wanita Indonesia,
Bangkitlah!
Maju!
Kobarkan semangat Ibu kita Kartini.”
unknown
Tapi sesungguhnya, walaupun penggalan itu terngiang selalu, saya tidak pernah cari tau, sebenarnya semangat apa yang mau dikobarkan dari Ibu Kartini? Entahlah, walaupun nama RA Kartini ada di dalam pelajaran sejarah, walaupun saya tau dia pahlawan nasional dan bahkan punya lagu khusus untuknya, saya tidak pernah cari tahu apa sih yang perlu ditiru dari Kartini? Mungkin pernah diajarkan di kelas, tapi saya tidak ingat sama sekali.
Saya sering baca Kartini berjasa besar buat wanita – tapi saya jadi bertanya lagi apa jasanya Kartini. Katanya sih sesuatu tentang pendidikan wanita, lalu saya terpikir: apa bedanya dengan Dewi Sartika? Kenapa ada hari Kartini tapi tidak ada hari Dewi Sartika?
Setelah ngobrol dengan beberapa teman di sana – sini, dan membaca berbagai artikel yang dituliskan tentang Kartini hari ini, akhirnya saya mendapatkan gambaran lebih utuh setelah membaca WIKIPEDIA! Iya, saya tahu tulisan itu bukan baru kemarin ditambahkan, tapi saya baru baca sekarang karena saya baru pengen tahunya hari ini.
Supaya gak tambah panjang tulisan ini, saya langsung tuliskan saja apa yang saya ketahui tentang Kartini hari ini:
Kartini itu wanita cerdas. Dia sekolah sampai umur 12 tahun, dan masih pengen sekolah lagi. Tapi karena situasi di masa itu, wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Dia juga anak yang patuh ke orangtuanya. Tidak sekolah bukan berarti tidak belajar, mungkin bisa dibilang dia menghomeschool dirinya sendiri. Dia sudah mahir berbahasa Belanda, dan dia rajin membaca buku.
Belum umur 20 tahun dia baca buku Max Havelaar karya Multatuli dan berbagai buku dalam bahasa Belanda. Saya cuma pernah dengar judul buku Max Havelaar, buku ini gratis di Kindle, tapi saya sampai sekarang belum tergerak membacanya. Saya jadi terpikir, wow banget ya Kartini ini rajin belajar, rajin membaca, dan dia juga menulis di koran Semarang (pasti dia tidak sempat nonton drakor, soalnya bacaannya banyak hahaha).
Kartini tidak pernah bercita-cita jadi Pahlawan Nasional. Dia hanya iri melihat wanita-wanita di Eropa yang mendapat kesempatan belajar lebih daripada dia di Indonesia. Jadi awalnya mungkin dia sedang curhat ke sahabatnya Rosa Abendanon. Sahabatnya ini yang awalnya sering meminjamkan buku tentang pemikiran kaum feminis di Eropa, dan sepertinya itulah yang mengawali cita-cita Kartini.
Kartini tidak menuliskan buku, dia hanya menuliskan surat. Temannya yang mempublikasikan surat-suratnya itu di majalah di Belanda. Kumpulan surat-suratnya ternyata mendapatkan perhatian di Belanda, dan itulah yang menjadi inspirasi membuka sekolah Kartini di Indonesia (ada beberapa tempat mulai dari Batavia).
Udah itu saja yang penting buat saya. Bukan masalah dia anak siapa, istri siapa, punya anak berapa. Ya memang keluarganya memegang peranan dan banyaklah memberi kesempatan untuk Kartini maka dia bisa ini dan itu. Tapi pasti dia bisa sekolah lebih lama dari wanita kebanyakan, dia bisa ini dan itu bukan dengan mudah. Dia berusaha meyakinkan orangtuanya, suaminya dan juga akhirnya dari surat-suratnya dia meyakinkan banyak orang di Belanda untuk membuka sekolah untuk wanita di Indonesia.
Hari ini yang perlu digarisbawahi, cetak tebal dan ingat dari semangat Kartini adalah: kalau punya ide dan cita-cita tuliskan dan bagikan, jangan disimpan di kepala saja. Kalau tulisan kita sampai dibaca oleh orang yang tepat, ide kita bisa jadi bukan sekedar ide saja dan diwujudkan.
Saya tetap tidak mengerti kenapa hari Kartini diperingati dengan kebaya atau busana daerah lainnya, tapi saya jadi mengerti apa yang Kartini lakukan dan pengaruhnya terhadap pendidikan wanita di masa itu. Kartini rajin membaca dan menuliskan buah pikirannya. Seharusnya hari Kartini diperingati dengan perlombaan menuliskan ide-ide atau harapan untuk kemajuan bangsa.
Karena tulisan itu bisa dibaca berulang kali, dianalisa, dan menjangkau lebih banyak orang daripada kita bergumam seorang diri.
Selamat hari Kartini. Mari menulis mulai hari ini!
Setiap kali membaca berita tentang berkurangnya polusi di suatu wilayah sebagai hasil dari kebijakan untuk di rumah saja, saya merasa cemburu dengan wilayah tersebut. Apalagi katanya polusi global juga berkurang sebagai dampak dari pandemi. Kenapa polusi di kota Chiang mai tak kunjung berkurang?
Polusi di Chiang Mai yang dimulai sejak akhir 2019, tidak berkurang sedikitpun dan malah makin menjadi-jadi di bulan Maret dan April 2020. Membaca berita ciri-ciri penyakit yang disebabkan covid-19 yang tak jauh berbeda dengan penyakit yang disebabkan polusi, membuat saya merasa pakai masker itu tidak bisa ditawar lagi dan lebih baik di rumah saja.
Mungkin sekarang ini Covid-19 dianggap pandemi yang berbahaya, tapi polusi yang tidak kelihatan juga memakan banyak korban jutaan jiwa setiap tahunnya. Polusi bahkan lebih berbahaya dari covid-19 menurut berita ini. Belum lagi pemberitaan kalau orang yang tinggal di daerah berpolusi lebih mudah terinfeksi covid-19. Aduh rasanya kami yang hidup di sini jadi terjepit diantara polusi dan pandemi covid-19.
Sepanjang tahun 2020 ini, reflek pertama di pagi hari adalah mengecek kadar polusi saat ini. Bahkan kadang-kadang sehari bisa lebih 3 kali melihat indikator polusi udara. Setiap siang atau sore hari, memandang langit keluar berharap melihat langit yang biru. Setiap malam berdoa semoga besok polusi berkurang supaya kami bisa ajak anak-anak main di halaman. Dan hasilnya hampir setiap hari saya kecewa dan akhirnya tetap saja berkurung di rumah saja dengan menyalakan filter udara.
Masih ada yang belum tau ipusnas? Ipusnas itu aplikasi dari perpustakaan nasional di mana kita bisa meminjam buku digital. Saya pernah menuliskan reviewnya di sini. Sejak mengenal aplikasi ini, sudah banyak buku berbahasa Indonesia yang saya pinjam dan berhasil selesaikan termasuk buku untuk anak-anak.
Di masa di rumah saja, aplikasi seperti ipusnas (selain Kindle dan Gramedia Digital), sangat bermanfaat sekali untuk mengalihkan perhatian dari berita-berita soal pandemi. Ada banyak buku dari berbagai kategori bisa kita baca.
Kemarin, setelah sesi Rabu buku KLIP via Zoom, saya iseng mencoba mencari Buku Grace Melia di ipusnas, tapi malah nemu bukunya yang lain yang dia tulis berdua dengan temannya Annisa Steviani. Awalnya dari melihat judulnya saya pengen tahu apa sih susahnya jadi ibu, sama gak ya dengan apa yang saya pikirkan.
Mungkin kalau saya bacanya sebelum mengalami jadi ibu dari 2 anak, saya akan berpikir: “ah masa sih gitu aja susah?”. Tapi karena saya sudah mengalami tahapan-tahapan yang diceritakan dalam buku ini, saya hanya senyum-senyum setuju waktu membacanya dan berharap buku ini dibaca oleh para calon ibu atau ibu muda untuk persiapan apa yang akan dihadapi di depan mata.
Tanggal 18 Maret 2020 yang lalu, Thailand mulai mengeluarkan pengumuman untuk meliburkan semua kegiatan sekolah dan kursus anak-anak. Masyarakat mulai dihimbau untuk di rumah saja kecuali yang bekerja.
Hari ini sudah sebulan saya di rumah saja bersama anak-anak. Suami tetap bekerja di kantor setiap Senin sampai Jumat. Untungnya kantornya punya aturan yang jelas juga untuk mencegah penyebaran pandemi, jadi saya tidak harus kuatir berlebihan.
Sekitar seminggu sejak pengumuman di rumah saja, tanggal 25 Maret 2020, pemerintah Thailand mengeluarkan Emergency Decree yang intinya mulai memperketat aturan dan menutup banyak toko termasuk mall. Hanya beberapa layanan yang boleh tetap buka seperti bank, pom bensin, farmasi, dan pabrik. Khusus toko, hanya toko yang menjual makanan dan bahan makanan yang diijinkan tetap buka.
Restoran hanya boleh berjualan untuk dibawa pulang dan tidak boleh lagi makan di tempat. Kegiatan berkumpul-kumpul juga mulai dilarang. Hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan bisa dilihat di gambar yang saya dapatkan dari FB Australia in Thailand.
Setelah bertambahnya peraturan, saya pikir cukup sampai disitu, tapi ternyata tidak, tanggal 3 April 2020 pemerintah Thailand menambahkan aturan curfew antara jam 10 malam sampai jam 4 pagi. Ada beberapa pengecualian, tapi intinya semua orang disuruh di rumah saja terutama untuk jam di mana semua orang seharusnya tidur. Masing-masing daerah juga diberikan kebebasan untuk menambahkan aturan jika dianggap perlu untuk mengurangi penyebaran pandemi.
Serial The Orville, merupakan serial TV Amerika bergenre science-fiction, yang juga mengandung unsur petualangan, komedi dan drama. Awalnya saya pikir serial ini hanya berusaha memparodikan serial TV Star Trek, tapi ternyata saya salah. Sejauh ini baru ada 2 season. Season pertama tayang tahun 2017 – 2018 dan season ke-2 tayang 2018 – 2019. Rencananya akan ada season ke-3 di akhir tahun 2020.
Seperti halnya dengan Star Trek, film ini mengambil tempat di sebuah kapal luar angkasa bernama The Orville dengan misi eksplorasi dan membantu sesama anggota Planetary Union. Kisahnya terjadi sekitar abad ke-25 atau 400 tahun dari sekarang. Awak kapalnya terdiri dari berbagai spesies yang tergabung dalam Planetary Union. Masing-masing spesies yang ada umumnya seperti manusia, walaupun ada juga spesies aneh yang berbentuk seperti jell-o ataupun yang seperti robot cerdas dari metal dengan kesadaran kolektif.
Beberapa hari ini, saya membaca ulang tulisan-tulisan saya yang lama di blog masakan pemalas (yang sudah bertahun-tahun tidak pernah ditambahkan). Ternyata memang, tulisan kumpulan resep itu lebih menarik kalau ada fotonya. Lebih menarik lagi kalau pengambilan fotonya pakai niat gitu ya.
Kesimpulan dari membaca tulisan sendiri, dibandingkan sekarang, dulu saya pernah rajin masak (walaupun oseng-oseng seadanya). Tiba-tiba merasa bangga pernah rajin, tapi juga merasa malu sama diri sendiri kenapa jadi super malas masak.
Selain masakan-masakan oseng seadanya, ternyata saya juga pernah masak donat walaupun donat biasa dan bukan donat kentang. Hahaha rasanya cuma 2 kali itu saja saya masak donat, makanya saya ga bisa ingat sama sekali. Satu lagi yang tidak pernah terpikirkan untuk dicoba bikin lagi adalah masak martabak manis pake teflon. Mungkin ini pertanda, saya harus mulai rajin masak lagi (walaupun ala masakan pemalas).