Upgrade Mini PC buat Nonton

Hari ini saya cuma mau menuliskan sekedar catatan buat kami ingat tentang pesanan yang sudah cukup lama dinantikan. Pesanan ini terkena efek pandemi Covid-19, selama beberapa bulan kantor pos Thailand juga tidak menerima barang-barang dari luar negeri, otomatis pesanan kami juga tertahan dan baru sekarang ini dikirimkan setelah Thailand mulai kembali normal.

Kemarin Mini PC untuk pengganti Mini PC Windows yang kami gunakan untuk media center akhirnya tiba. Mini PC sebelumnya sudah kami pakai sejak tahun 2016, diskspace-nya sudah penuh (RAM 2GB dan eMMC 32GB) dan untuk sekedar mengupdate Windowsnya sekalipun sudah repot perlu USB eksternal, selain itu juga sudah terasa lambat.

Sebenarnya setelah diakalin sama Joe, Mini PC yang lama masih tetap bisa digunakan sampai dengan hari ini, tapi daripada tiba-tiba mati mendadak, awal bulan Mei lalu Joe memesan penggantinya dari Aliexpress (butuh hampir 2 bulan barangnya sampai).

Mini PC yang baru tiba kemarin

Untuk cerita teknisnya, tunggu saja kalau Joe ingat menuliskannya. Secara fisik benda baru ini lebih mungil lagi dari Mini PC sebelumnya, padahal secara spesifikasi tentunya lebih tinggi daripada spesifikasi yang lama.

Mini PC yang baru ini RAM 4G, eMMC 64GB dan masih bisa diupgrade sampai 256GB. Harganya memang sedikit lebih mahal dibandingkan yang sebelumnya, tapi benda ini juga sudah support kalau suatu saat kami ganti TV yang bisa 4K. Harganya 142,6 USD sudah termasuk license Windows 10 home edition (kami pilih yang bebas ongkos kirim ke Thailand).

Lanjutkan membaca “Upgrade Mini PC buat Nonton”

Audio Wireless Receiver

Hari ini saya mau cerita tentang audio wireless receiver dari MPOW yang sudah dicoba selama 2 minggu ini untuk dipakai di mobil. Sebelumnya, Joe pernah cerita tentang mini bluetooth audio receiver, tapi karena baterainya hanya bertahan sebentar dan bluetoothnya hanya bisa koneksi ke 1 gawai saja, akhirnya kami perlu mencari cara lain.

Sumber lagu biasanya ada di ponsel, supaya gampang juga mengatur playlistnya langsung dari YouTube Music. Pinginnya suaranya keluar di speaker mobil. Sumber lagu bisa ponsel saya atau ponsel Joe, tergantung siapa yang pergi bawa mobil.

ponsel terhubung via bluetooth ke audio receiver yang terhubung dengan 3.5 mm jack ke AUX mobil.

Kami tidak ingin mengganti sistem audio di mobil, maka kami memanfaatkan apa yang ada di mobil. Karena adanya AUX untuk output audio, maka kami menggunakan kabel jack audio yang kepalanya keduanya 3.5mm. Satu masuk ke AUX, satu lagi masuk ke ponsel.

Lanjutkan membaca “Audio Wireless Receiver”

Annyeong!

Hari ini kembali dengan tema kokoriyaan bareng grup drakor dan literasi. Tak terasa, sudah masuk tema ke-9 dari 10 tema yang ditetapkan untuk bulan ini. Harap maklum kalau dalam 3 bulan ini akan banyak cerita seputar drama Korea dan yang berhubungan dengan Korea.

Salah satu dari efek tidak langsung dari menonton drakor (seperti halnya dari menonton film berbahasa asing lainnya) adalah beberapa kata yang sering didengar jadi menempel di ingatan, dan ketika ngobrol dengan sesama penggemar drakor lainnya, terbawa deh dengan kata-kata yang sering didengar.

Walau sudah agak banyak kata-kata yang dipelajari, tapi sampai sekarang masih belum bisa juga menonton tanpa subtitle. Oh ya, jadi sejak saya menonton film itu terbiasa dengan subtitle Inggris, nonton drakor juga pakai subtitle Inggris. Baca subtitle Indonesia terkadang terjemahannya terasa aneh, hehehe.

Penonton drakor Indonesia pasti mengerti ini (sumber IG: @drakor.zone)
Lanjutkan membaca “Annyeong!”

Lebih Memilih Buku Digital

Hari Sabtu lalu, saya memulai membaca buku Mark Manson yang ke-2, judulnya “Everything is F*cked: A Book About Hope”. Awalnya, saya membaca buku fisik, dapat pinjaman dari teman yang baru beli sekaligus buku 1 dan 2 dari Book Depository.

Gayanya mau baca banyak, nyatanya?

Saya membaca sambil menunggu anak-anak yang sedang belajar gambar. Di lokasi yang sama ada coffee shop yang sepi dan nyaman untuk duduk membaca. Jadi saya pikir, saya akan bisa membaca paling tidak beberapa bab dari buku ini.

Ternyata, saya sudah lama sekali tidak membaca buku fisik yang tulisannya kecil. Walau suasana sepi dan harusnya saya bisa konsentrasi membaca, nyatanya saya tidak bisa mengikuti bagian awal dari buku yang bercerita fakta sejarah dari seseorang bernama Pilecki dari Polandia dalam usaha heroiknya membela negaranya Polandia melawan Soviet dan Nazi yang pada masa itu terjepit di tengah-tengah.

Saya baru mulai tertarik ketika bagian buku mulai dengan ciri khas Mark dengan gaya bahasa yang terdengar kasar tapi mengandung kebenaran. Lalu saya pikir, “Oh saya tidak suka dengan fakta sejarah, makanya saya tidak bisa menikmati bagian depan bukunya”.

Lanjutkan membaca “Lebih Memilih Buku Digital”

Mempertanyakan Pelonggaran PSBB di Indonesia

Sejak beberapa waktu lalu, Indonesia mulai melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB). Selain kegiatan bekerja kembali ke kantor, pusat perbelanjaan dan tempat-tempat wisata juga mulai dibuka.

Alasan pelonggaran ini beragam, mulai dari kurva yang katanya mulai melandai dan kita perlu mulai berdamai dengan pandemi Covid-19. Berbagai protokol mulai pemakaian masker, cuci tangan sampai ganti baju dan mandi setiap pulang ke rumah dihimbau untuk dilakukan untuk menjaga tertular dari infeksi.

Di banyak pasar yang merupakan tempat pertemuan banyak orang dilakukan rapid tes massal. Walaupun, di beberapa tempat pedagangnya kabur sebelum dites karena khawatir dengan keharusan isolasi ditempat yang kabarnya kurang layak. Hasilnya, dengan semakin banyak dilakukan tes, semakin banyak ditemukan pasien positif baru setiap harinya.

Sejak ditetapkan pelonggaran PSBB, banyak orang mulai merasa aman dengan mengikuti protokol yang dianjurkan. Tapi sebagian juga mulai lengah dan mengabaikan protokol. Padahal, protokol yang ada sekarang ini bukanlah obat ataupun anti virus. Semua protokol itu hanya langkah pencegahan.

Peluang untuk terkena infeksi Covid-19, jelas semakin besar dibandingkan ketika masa di rumah saja. Apalagi dengan semakin banyaknya orang di luar rumah dan semakin banyaknya yang tertular tanpa gejala, keluar rumah artinya sama dengan mengundang resiko tertular berbagai penyakit.

Jalur Puncak Bogor sering macet oleh wisatawan sejak pelonggaran PSBB ( Sumber: KOMPAS.COM/ AFDHALUL IKHSAN )
Lanjutkan membaca “Mempertanyakan Pelonggaran PSBB di Indonesia”

Kenapa Nonton Drakor Bikin Lapar?

Hari ini kembali lagi dengan topik seputar kokoriyaan dari tantangan menulis di grup drakor dan literasi. Topik hari ini merupakan topik ke-8: Makanan Korea yang sudah dicoba/favorit. Topik seputar makanan ini sudah jelas merupakan efek tidak langsung dari akibat menonton drama Korea yang selalu banyak menunjukkan kegiatan masak ataupun makan bersama yang selalu terlihat sangat menggugah selera.

Di Chiang Mai ada beberapa restoran Korea, tapi saya selalu ke restoran yang sama setiap ingin makan makanan Korea. Alasannya sederhana, karena dekat dari rumah dan orangnya ramah. Waktu pertama kali ke restoran Korea, saya tidak tahu ukuran porsi makanannya.

Untungnya, pemilik restoran yang orang Korea asli mengerti ketidaktahuan kami dan mengingatkan kalau pesanan kami terlalu banyak dan tidak akan bisa dihabiskan dengan jumlah orang yang datang. Ketika makanan datang, dia juga menjelaskan bagaimana harus menikmati makanan Korea. Oh ya, waktu itu saya belum jadi pemirsa drama Korea, jadi ya nama makanannya pun selalu lupa, cuma ingat gambarnya, hehehe.

Sebenarnya saya sudah pernah menuliskan tentang makanan Korea yang pernah saya cicipi. Saya juga sudah pernah menuliskan perbandingan mi instan ramyun Korea dengan mi Instan lainnya yang bisa saya beli di Chiang Mai. Keisengan mencoba menu hanya bisa dilakukan kalau pergi ramai-ramai karena porsinya besar. Tapi hanya ada satu jenis makanan yang paling sering saya pesan kalau pergi sendiri/berdua dengan Joe saja.

Bimbimbap
Lanjutkan membaca “Kenapa Nonton Drakor Bikin Lapar?”

Potong Rambut di New Normal Thailand

Sejak hari Senin tanggal 15 Juni 2020 yang lalu, Thailand memasuki fase pelonggaran tahap ke-4 yang bisa dibilang benar-benar hampir normal. Dengan tidak adanya pertambahan pasien baru dari penularan lokal selama 20 hari lebih di seluruh Thailand, perasaan juga jadi lebih tenang. Selama belum dibukanya perbatasan Internasional, saya merasa Thailand ini seperti sebuah keluarga besar yang sudah diisolasi bersama-sama dalam waktu tiga bulan.

Beginilah Chiang Mai tanpa polusi. Birunya langit bikin hati gembira.

Dengan dibukanya tempat kegiatan anak-anak, saya pun kembali sibuk antar jemput lagi. Saya jadi bisa menikmati lagi birunya langit di kota Chiang Mai, sesuatu yang tidak bisa dinikmati semasa di rumah saja plus polusi.

Saya tahu, di fase new normal dianjurkan memakai masker di luar rumah ketika anak-anak berkegiatan. Tapi saya tahu, masker itu tidak 100 persen aman, apalagi untuk anak-anak. Saya berani berkegiatan di luar bukan karena memakai masker, tapi karena memang tidak ada lagi penularan lokal. Seandainya setiap hari masih ada ribuan yang terkena positif seperti di Indonesia, saya akan memilih meneruskan di rumah saja kecuali terpaksa.

Lanjutkan membaca “Potong Rambut di New Normal Thailand”